Nabi Nuh ‘alaihis salam adalah rasul pertama yang diutus kepada penduduk bumi setelah Idris, Syits dan Adam ‘alahimus salam. Telah diriwayatkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Shahih Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pada hadits tentang syafaat bahwa manusia yang berkumpul di mahsyar berkata kepada Nuh ‘alaihis sallam setelah mereka mendatangi Adam ‘alaihis sallam,
يَا نُوحُ إِنَّكَ أَنْتَ أَوَّلُ الرُّسُلِ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ وَقَدْ سَمَّاكَ اللَّهُ عَبْدًا شَكُورًا اشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ أَلاَ تَرَى إِلَى مَا نَحْنُ فِيهِ
“Wahai Nuh, engkau adalah rasul pertama yang diutus kepada penduduk bumi, dan Allah telah menamakanmu hamba yang bersyukur. Maka mintalah syafaat untuk kami kepada Tuhanmu. Tidakkah engkau melihat keadaan kami?” (HR. Bukhari).
Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari: “Ungkapan hadits ini bahwa Nuh adalah rasul pertama cukup membingungkan mengingat Adam as adalah nabi yang juga diberi syariat dan anak-anaknya mengikuti syariat tersebut, berarti Adam ‘alaihis sallam adalah rasul pertama. Bisa jadi yang dimaksud oleh orang-orang di padang mahsyar tersebut adalah bahwa Nuh ‘alaihis sallam merupakan Rasul pertama yang diutus kepada penduduk bumi, karena di masa Adam ‘alaihis sallam belum ada manusia lain selain Adam ‘alaihis sallam dan keluarganya, juga risalah Adam ‘alaihis sallam seperti pendidikan ayah terhadap anak-anaknya. Sehingga dipahami bahwa Nuh ‘alaihis sallam adalah rasul pertama yang diutus kepada keluarganya dan orang-orang lain atau ummat lain yang berpencar tempat tinggal mereka, sedangkan Adam ‘alaihis sallam hanya menyampaikan risalah untuk anak-anaknya dan mereka tinggal dalam satu kawasan.”
Nasab Nuh ‘alaihis sallam
Ibnu Hisyam meyebutkan dalam Sirah-nya nasab Nuh ‘alaihis sallam dengan sanad sampai ke Ibnu Ishaq ia berkata: “Nuh bin Lamk bin Mutawasylih bin Akhnukh (yaitu Nabi Idris ‘alaihis sallam, menurut sebagian ulama). Dalam sanad lain yang sampai ke Qatadah bin Da’amah As-Sadusi, Qatadah menyebut Akhnukh tanpa menjelaskan bahwa dia adalah Idris, lalu beliau melanjutkan Akhnukh bin Yard bin Mihlail bin Qayin bin Anusy bin Syits bin Adam ‘alaihis sallam.”
Jarak Antara Nuh ‘alaihis sallam dengan Adam ‘alaihis sallam
Nabi Nuh ‘alaihis sallam lahir setelah 126 tahun kematian Adam ‘alaihis sallam, seperti yang disebutkan oleh Ibnu Jarir dan lainnya. Menurut Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani), jarak antara kelahiran Nuh ‘alaihis sallam dan wafatnya Adam adalah 146 tahun. Namun Ibnu Hibban menshahihkan sebuah riwayat dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari bahwa ada seorang laki-laki berkata: “Berapakah jarak waktu antara Adam dengan Nuh?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “10 abad.” Ibnu Katsir berkata: “Riwayat ini sesuai syarat Muslim namun beliau tidak meriwayatkannya.”
Dalam shahih Bukhari dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma beliau berkata:
كَانَ بَيْنَ آدَمَ وَنُوْحٍ عَشْرَةُ قُرُوْنٍ، كُلُّهُمْ عَلَى الإِسْلاَمِ.
“Antara Adam dan Nuh itu sepuluh qarn (kurun), semuanya beragama Islam.”
Ibnu Katsir dalam Qashash Anbiya berkata: “Jika yang dimaksud dengan kurun adalah seratus tahun sebagaimana pemahaman umum kebanyakan manusia, berarti jarak antara keduanya adalah seribu tahun. Tetapi tidak menutup kemungkinan lebih dari seribu tahun, karena Ibnu Abbas mengatakan bahwa semuanya dalam keadaan Islam sehingga mungkin saja ada beberapa abad terakhir (sebelum Nuh) manusia tidak dalam keadaan beragama Islam. Sedangkan bila yang dimaksud dengan kurun adalah satu generasi seperti firman Allah Ta’ala,
وَكَمْ أَهْلَكْنَا مِنَ الْقُرُونِ مِنْ بَعْدِ نُوحٍ وَكَفَى بِرَبِّكَ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا
“Dan berapa banyaknya generasi sesudah Nuh telah Kami binasakan.” (Al-Isra, 17: 17).
ثُمَّ أَنْشَأْنَا مِنْ بَعْدِهِمْ قَرْنًا آخَرِينَ
“Kemudian, Kami jadikan sesudah mereka generasi yang lain.” (Al-Mu’minun, 23: 31).
وَعَادًا وَثَمُودَ وَأَصْحَابَ الرَّسِّ وَقُرُونًا بَيْنَ ذَلِكَ كَثِيرًا
“Dan (Kami binasakan) kaum ‘Aad dan Tsamud dan penduduk Rass[1] dan banyak (lagi) generasi-generasi di antara kaum- kaum tersebut.” (Al-Furqan, 25: 38).
وَكَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِنْ قَرْنٍ هُمْ أَشَدُّ مِنْهُمْ بَطْشًا فَنَقَّبُوا فِي الْبِلَادِ هَلْ مِنْ مَحِيصٍ
“Dan berapa banyaknya generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka yang mereka itu lebih besar kekuatannya daripada mereka ini.” (Qaf, 50: 36).
Atau seperti hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
خَيْرُ القُرُونِ قَرْنِي …
“Sebaik-baik generasi adalah generasiku…”
Jika yang dimaksud kurun adalah generasi seperti ayat-ayat dan hadits di atas, maka umur setiap generasi pada masa itu amat panjang[2] sehingga jarak antara Adam ‘alaihis sallam dan Nuh ‘alaihis sallam adalah ribuan tahun.”
Allah Ta’ala mengutus Nuh ‘alaihis sallam sebagai nabi dan rasul kepada kaumnya yang disebut Banu Rasib tatkala mereka telah menyembah berhala-berhala dan thagut[3] dan tenggelam dalam kesesatan serta kekufuran. Diutusnya beliau adalah rahmat dari Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya.
Para ulama berbeda pendapat tentang berapa usia Nuh saat diutus oleh Allah Ta’ala, salah satu pendapat menyebutkan usia beliau saat itu 50 tahun, pendapat lain menyebutkan 350 tahun, ada pula yang mengatakan 400 tahun.
Penyebutan Nuh ‘alaihis sallam dalam Al-Qur’an
Nuh ‘alaihis sallam disebutkan dalam Al-Quran sebanyak 43 kali, 16 kali diantaranya disandingkan dengan penyebutan kaumnya seperti firman Allah Ta’ala:
وَقَوْمَ نُوحٍ مِنْ قَبْلُ ۖ إِنَّهُمْ كَانُوا هُمْ أَظْلَمَ وَأَطْغَىٰ
“Dan kaum Nuh sebelum itu, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang paling zalim dan paling durhaka.” (An-Najm, 53: 52).
Al-Quran telah mengisahkan Nuh ‘alaihis sallam bersama kaumnya, sikap mereka terhadap Nuh ‘alaihis sallam dan risalahnya, akibat dari sikap mereka, dan selamatnya Nuh ‘alaihis sallam bersama pengikutnya dengan bahtera yang membawa mereka. Ayat-ayat yang menceritakan kisah Nuh antara lain: Al-A’raf (7) ayat 59-64, Yunus (10) ayat 71-73, Hud (11) ayat 25-49, Al-Anbiya (21) ayat 76-77, Al-Mu’minun (23) ayat 23-30, Asy-Syuara (26) ayat 105-122, Ash-Shafat (37) ayat 75-82, Al-Qamar (54) ayat 9-16, ditambah lagi ayat-ayat lain yang memuji beliau dan mencela orang-orang yang menentang beliau.
Al-Quran memfokuskan kisah Nabi Nuh ‘alaihis sallam pada sisi-sisi berikut ini:
Pertama, fokus risalahnya: dakwah kepada tauhidullah.
Fokus risalah Nuh ‘alaihis sallam seperti risalah para nabi dan rasul lainnya, yakni dakwah kepada tauhidullah, pengesaan Allah Ta’ala dalam ibadah dengan tidak meyekutukanNya dengan patung, berhala, dan semua thaghut. Allah Ta’ala berfirman,
لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: ‘Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).’” (Al-A’raf, 7: 59).
Ayat-ayat lain yang menyebutkan tentang hal ini adalah surat Hud (11) ayat 26, Al-Mu’minun (23) ayat 3, dan An-Nahl (16) ayat 36.
Kedua, manhaj (cara/metode) Nuh ‘alaihis sallam dalam menyeru manusia untuk beribadah kepada Allah Ta’ala.
Manhaj Nuh ‘alaihis salam dalam mengajak manusia untuk beribadah kepada Allah adalah sebagai berikut:
- Berda’wah terus-menerus siang malam secara sirriyyah(sembunyi-sembunyi) maupun ‘alaniyyah (terang-terangan).
- Variasi cara penyampaian, sesekali dengan memberi kabar gembira, sesekali dengan peringatan. Kadang dengan menjelaskan bahwa ia tidak mempunyai kepentingan atas mereka dan keinginan kuatnya agar mereka selamat, kadang dengan menyentuh akal sehat mereka, kadang menyapa hati nurani, dan sesekali dengan menyadarkan lewat panca indra mereka.
Ketiga, sikap kaumnya atas pribadi dan da’wahnya.
Sikap kaumnya terhadap pribadi dakwahnya adalah mendustakan dan menyebutnya dengan sebutan yang tidak patut baginya. Mereka menyebutnya ‘sesat’ yang tidak ada lagi kesesatan sesudahnya. Seperti disebutkan dalam firman Allah Ta’ala:
قَالَ الْمَلَأُ مِنْ قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
“Pemuka-pemuka dari kaumnya berkata: ‘Sesungguhnya kami memandang kamu berada dalam kesesatan yang nyata’”. (QS. Al A’raf, 7: 60)
Mereka pun tidak mengakui Nuh ‘alaihis salam sebagai rasul dengan alasan, Nuh ‘alaihis salam adalah manusia biasa seperti mereka. Mereka beranggapan kalau rasul itu harus berupa malaikat. Allah Ta’ala berfirman,
فَقَالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ مَا نَرَاكَ إِلَّا بَشَرًا مِثْلَنَا
“Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: ‘Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami.’” (QS. Huud, 11: 27)
فَقَالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ مَا هَٰذَا إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُرِيدُ أَنْ يَتَفَضَّلَ عَلَيْكُمْ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَأَنْزَلَ مَلَائِكَةً مَا سَمِعْنَا بِهَٰذَا فِي آبَائِنَا الْأَوَّلِينَ
“Maka pemuka-pemuka orang yang kafir di antara kaumnya menjawab: ‘Orang Ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, yang bermaksud hendak menjadi seorang yang lebih tinggi dari kamu, dan kalau Allah menghendaki, tentu dia mengutus beberapa orang malaikat. belum pernah kami mendengar (seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu.’” (QS. Al Mukminun, 23: 24)
Mereka menganggap Nuh ‘alaihis salam gila yang harus disikapi dengan sabar sampai datang ajalnya. Allah Ta’ala berfirman menceritakan ucapan mereka,
إِنْ هُوَ إِلَّا رَجُلٌ بِهِ جِنَّةٌ فَتَرَبَّصُوا بِهِ حَتَّىٰ حِينٍ
“Ia tidak lain hanyalah seorang laki-laki yang berpenyakit gila, maka tunggulah (sabarlah) terhadapnya sampai suatu waktu.” (QS. Al Mukminun, 23: 25)
Mereka juga menolak dakwah Nabi Nuh ‘alaihis salam karena pengikutnya kebanyakan orang-orang rendahan. Allah Ta’ala berfirman menceritakan ungkapan mereka,
وَمَا نَرَاكَ اتَّبَعَكَ إِلَّا الَّذِينَ هُمْ أَرَاذِلُنَا بَادِيَ الرَّأْيِ وَمَا نَرَىٰ لَكُمْ عَلَيْنَا مِنْ فَضْلٍ بَلْ نَظُنُّكُمْ كَاذِبِينَ
“…. dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta”. (QS. Huud, 11: 27)
قَالُوا أَنُؤْمِنُ لَكَ وَاتَّبَعَكَ الْأَرْذَلُونَ
“Mereka berkata: ‘Apakah kami akan beriman kepadamu, padahal yang mengikuti kamu ialah orang-orang yang hina?’“. QS. Asy Syu’ara, 26: 111)
Sampailah mereka pada tingkat penolakan total, tidak mau mendengarkan ucapan Nabi Nuh ‘alaihis salam, istikbar (sombong) dan tetap mempertahankan sesembahannya serta tidak meninggalkannya untuk selama-lamanya. Firman Allah Ta’ala, menceritakan seruan Nabi Nuh:
فَلَمْ يَزِدْهُمْ دُعَائِي إِلَّا فِرَارًا وَإِنِّي كُلَّمَا دَعَوْتُهُمْ لِتَغْفِرَ لَهُمْ جَعَلُوا أَصَابِعَهُمْ فِي آذَانِهِمْ وَاسْتَغْشَوْا ثِيَابَهُمْ وَأَصَرُّوا وَاسْتَكْبَرُوا اسْتِكْبَارًا
“Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). Dan Sesungguhnya setiap kali Aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (kemukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat.” (QS. Nuh, 71: 6 – 7)
Mereka kemudian mengancam Nuh ‘alaihis salam dengan pembunuhan, yaitu dengan merajamnya. Firman Allah Ta’ala,
قَالُوا لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ يَا نُوحُ لَتَكُونَنَّ مِنَ الْمَرْجُومِينَ
“Mereka berkata: ‘Sungguh jika kamu tidak (mau) berhenti Hai Nuh, niscaya benar-benar kamu akan termasuk orang-orang yang dirajam’”. (QS. Asy Syu’ara, 26: 116)
Keempat, sikap Nabi Nuh ‘alaihis salam terhadap penolakan dan pendustaan mereka.
Ketika Nabi Nuh ‘alaihis salam melihat sikap mereka yang tidak henti-hentinya mengajak manusia untuk mensekutukan Allah Ta’ala, yang ditunjukkan dengan melakukan perbuatan buruk dan merusak, maka ia berdoa kepada Rabbnya agar membinasakan mereka, dan bertawassul dengan amal perbuatan yang telah dilakukan kepada mereka. Allah Ta’ala menceritakan hal ini dalam Al-Qur’an,
“Nuh berkata: ‘Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang, maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (kemukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat.
Kemudian Sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan[4], kemudian sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan dengan diam-diam[5], maka Aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya dia adalah Maha Pengampun-, niscaya dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? Padahal dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian[6] .
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita? Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya, kemudian dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (daripadanya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya. Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan, supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi itu”.
Nuh berkata: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka, dan melakukan tipu-daya yang amat besar’.
Dan mereka berkata: ‘Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr[7] ‘.
Dan sesudahnya mereka menyesatkan kebanyakan (manusia); dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kesesatan. Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah [8]
Nuh berkata: ‘Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat ma’siat lagi sangat kafir.’” (QS. Nuh, 71: 4 – 26)
Di surat Al-Qamar ayat 10, Allah Ta’ala menceritakan,
فَدَعَا رَبَّهُ أَنِّي مَغْلُوبٌ فَانْتَصِرْ
“Maka dia mengadu kepada Tuhannya: ‘Bahwasanya aku ini adalah orang yang dikalahkan, oleh sebab itu menangkanlah (aku).’”
Kelima, dukungan Allah Ta’ala kepada Nuh ‘alaihis salam.
Disinilah Allah Ta’ala memberitahukan kepada Nuh ‘alaihis salam agar tidak berharap banyak mereka ini akan beriman. Dan hendaklah membuat perahu, dan menunggu perintah Allah. Tandanya adalah ketika air sudah keluar dari tannur (tungku pengapian), maka hendaklah ia bawa di kapal itu sepasang-sepasang, bersama dengan keluarganya, kecuali orang-orang yang telah diketahui tidak akan beriman dan tidak akan selamat, dan hendaklah senantiasa meminta pertolongan Allah Ta’ala dalam mengemudikan kapal dan menghentikannya. Dan jika sudah selamat hendaklah memuji Rabbnya yang telah menyelamatkannya dari kaum yang zhalim, dan memohon kepada-Nya untuk diturunkan di tempat turun yang baik dan diberkahi. Firman Allah Ta’ala,
“Lalu kami wahyukan kepadanya: ‘Buatlah bahtera di bawah penilikan dan petunjuk kami, Maka apabila perintah kami telah datang dan tanur [9] telah memancarkan air, Maka masukkanlah ke dalam bahtera itu sepasang dari tiap-tiap (jenis), dan (juga) keluargamu, kecuali orang yang telah lebih dahulu ditetapkan (akan ditimpa azab) di antara mereka. dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim, karena sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.”
“Apabila kamu dan orang-orang yang bersamamu telah berada di atas bahtera itu, maka ucapkanlah: ‘Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kami dari orang-orang yang zalim.’”
“Dan berdoalah: ‘Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkati, dan Engkau adalah sebaik-baik yang memberi tempat.’”
“Sesungguhnya pada (kejadian) itu benar-benar terdapat beberapa tanda (kebesaran Allah), dan sesungguhnya Kami menimpakan azab (kepada kaum Nuh itu).” (QS. Al Mukminun, 23: 27 – 30)
Firman-Nya di surat yang lain,
“Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja), karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan.”
“Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim itu; Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.”
“Dan mulailah Nuh membuat bahtera. dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan meliwati Nuh, mereka mengejeknya. Berkatalah Nuh: ‘Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami).”
“Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa oleh azab yang menghinakannya dan yang akan ditimpa azab yang kekal.”
“Hingga apabila perintah kami datang dan dapur[10] telah memancarkan air, kami berfirman: ‘Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman.’ Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit.”
“Dan Nuh berkata: ‘Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya.’ Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Huud, 11: 36 – 41)
Keenam, akhir episode dua kubu ini.
Nabi Nuh ‘alaihis salam menunaikan perintah Rabbnya dan membuat kapal. Setiap kali ada kaumnya yang melintasinya mereka mencemoohnya, dan Nabi Nuh ‘alaihis salam bersabar menerima cemoohan itu, dengan menjelaskan bahwa cemoohan itu akan menimpa mereka pada saat mereka ditimpa kehinaan dan adzab pedih.
Datanglah perintah Allah, dan hujan turun dari langit, mata air memancar dari bumi sehingga air itu memenuhi tannur. Nabi Nuh ‘alaihis salam naik kapalnya bersama dengan orang-orang yang beriman dengannya, dan sepasang-sepasang makhluk, dengan memohon pertolongan Allah, bertaubat dan beristighfar. Kapal berlayar di antara ombak sebesar gunung. Nabi Nuh ‘alaihis salam melihat salah seorang anaknya terpencil jauh dari kapal, lalu ia memanggilnya, agar beriman dengannya lalu naik kapal bersamanya, dan tidak bersama dengan orang kafir. Anak itu menolak dengan mengatakan, “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat menghindarkanku dari air bah!” dan ayahnya mengingatkannya, karena yakin akan akibat buruk yang dialami kaum kafir dengan mengatakan: “Tidak ada yang melindungi hari Ini dari azab Allah selain Allah (saja) yang Maha penyayang”. Tetapi ia menolak dan binasa bersama mereka yang binasa. Di sinilah Allah Ta’ala memerintahkan langit untuk berhenti menurunkan hujan, dan bumi untuk menelan airnya, maka air surut, tampaklah daratan, dan kapal itu berhenti di Al-Juudiy, nama sebuah bukit.
Nabi Nuh ‘alaihis salam bertanya kepada Allah Ta’ala tentang anaknya yang binasa, dengan bersandar pada janji Allah Ta’ala kepadanya yang akan menyelamatkan keluarganya. Ketika itulah Allah Ta’ala memberitahukan kepadanya bahwa anaknya itu tidak termasuk dalam keluarganya karena kafir. Dan sesungguhnya keluarganya yang hakiki adalah yang beriman dan beramal shalih. Dan sesungguhnya tidak boleh bagi Nuh ‘alaihis salam untuk meminta kepada Rabbnya apa yang tidak diketahuinya, jika tidak demikian maka termasuk orang yang jahil.
Firman Allah Ta’ala,
“Hingga apabila perintah kami datang dan dapur [11] telah memancarkan air, kami berfirman: ‘Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman.’, dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit.”
“Dan Nuh berkata: ‘Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya. Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’”
“Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya,[12] sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: ‘Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.’”
“Anaknya menjawab: ‘Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!’ Nuh berkata: ‘Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) yang Maha penyayang’. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.”
“Dan difirmankan: ‘Hai bumi telanlah airmu, dan Hai langit (hujan) berhentilah,’ dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan[13] dan bahtera itu pun berlabuh di atas bukit Judi [14], dan dikatakan: ‘Binasalah orang-orang yang zalim’.”
“Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau Itulah yang benar. dan Engkau adalah hakim yang seadil-adilnya.’”
“Allah berfirman: ‘Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya [15] perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.’”
“Nuh berkata: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya Aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang Aku tiada mengetahui (hakekat)nya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya Aku akan termasuk orang-orang yang merugi.’”
“Difirmankan: ‘Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari kami atasmu dan atas umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu. Dan ada (pula) umat-umat yang kami beri kesenangan pada mereka (dalam kehidupan dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari kami.’” (QS. Huud, 11: 38 – 48)
Di surat yang lain diceritakan lebih ringkas,
“Maka kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air, maka bertemu- lah air-air itu untuk suatu urusan yang sungguh telah ditetapkan. Dan kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku, Yang berlayar dengan pemeliharaan kami sebagai belasan bagi orang-orang yang diingkari (Nuh). Dan Sesungguhnya telah kami jadikan kapal itu sebagai pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran? Maka alangkah dahsyatnya azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku.” (QS. Al-Qamar, 54: 11 – 16)
Patut kita perhatikan beberapa hal, dan yang terpenting adalah:
- Bahwa sebab kaum Nabi Nuh ‘alaihis salam menyembah berhala, seperti yang diriwayatkan Al-Bukhari dari hadits Ibnu Juraij dari Atha’ dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu dalam menafsirkan firman Allah Ta’ala,
وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا
“Dan mereka berkata: ‘Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr’”. (QS. Nuh, 71: 23)
Ini adalah nama orang-orang shalih dari kaum Nabi Nuh ‘alaihis salam. Ketika mereka wafat, syetan mengajak kepada kaumnya agar mendirikan tugu di tempat mereka dahulu biasa duduk, lalu memberinya nama dengan nama-nama mereka. Mereka kerjakan ajakan syetan ini. Patung-patung itu tidak disembah sehingga para pembangunnya itu mati. Namun saat ilmu sudah tercemar maka disembahlah patung itu. Berkata Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma: “Patung-patung kaum Nabi Nuh itu kemudian menjadi patungnya bangsa Arab.”
Ibnu Jarir dalam tafsirnya dari Muhammad bin Qais, berkata: “Mereka dahulu adalah orang-orang shalih yang hidup antara zaman Adam dan Nuh. Mereka memiliki banyak pengikut setia. Ketika mereka wafat para pengikutnya berkata: ‘Jika kita gambar mereka tentu akan membuat kita lebih bersemangat ibadah ketika kita mengenangnya’, lalu mereka menggambarnya. Dan ketika mereka (para penggambar) ini wafat dan datang generasi berikutnya, Iblis membisikkan kepada mereka, dengan mengatakan: ‘Sesungguhnya mereka dahulu menyembahnya, karena merekalah turun hujan’, lalu mereka menyembahnya.”
Diriwayatkan oleh Al Bukhari dari hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma: “Berhala-berhala yang ada pada kaum Nabi Nuh ‘alaihis salam kemudian menjadi berhala bangsa Arab. Wadd menjadi berhala Bani Kalb di Daumatul Jandal, Suwa’ menjadi berhala suku Huzail, Yaghuts menjadi berhala suku Murad, lalu Bani Ghathif di Dajraf- Saba’. Ya’uq menjadi berhala suku Hamadan, dan Nasr menjadi berhala suku Humair, keluarga Dzil Kila’”.
- Bahwa syubhat yang dilontarkan oleh orang-orang yang menolak risalah Nabi Nuh ‘alaihis salam adalah syubhat yang kemudian berulang-ulang digunakan untuk menolak para nabi dan rasul sepanjang zaman. Mereka mengatakan kepadanya,
وَمَا نَرَاكَ اتَّبَعَكَ إِلَّا الَّذِينَ هُمْ أَرَاذِلُنَا بَادِيَ الرَّأْيِ وَمَا نَرَىٰ لَكُمْ عَلَيْنَا مِنْ فَضْلٍ بَلْ نَظُنُّكُمْ كَاذِبِينَ
“…dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta”. (QS. Huud, 11: 27)
Allah Ta’ala telah menyebutkan ungkapan para pendusta nabi-nabi dan rasul-rasul di sepanjang zaman,
قَالَتْ رُسُلُهُمْ أَفِي اللَّهِ شَكٌّ فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ يَدْعُوكُمْ لِيَغْفِرَ لَكُمْ مِنْ ذُنُوبِكُمْ وَيُؤَخِّرَكُمْ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى ۚ قَالُوا إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُنَا تُرِيدُونَ أَنْ تَصُدُّونَا عَمَّا كَانَ يَعْبُدُ آبَاؤُنَا فَأْتُونَا بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ
“Berkata rasul-rasul mereka: ‘Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi? Dia menyeru kamu untuk memberi ampunan kepadamu dari dosa-dosamu dan menangguhkan (siksaan)mu sampai masa yang ditentukan?’ Mereka berkata: ‘Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami juga. Kamu menghendaki untuk menghalang-halangi (membelokkan) kami dari apa yang selalu disembah nenek moyang kami, karena itu datangkanlah kepada kami, bukti yang nyata’”. (QS. Ibrahim, 14: 10)
Jelaslah bagi kita, aktor intelektual yang mengendalikan syubhat ini dan menebarkannya di hati mereka adalah satu, yaitu syetan; musuh manusia yang nyata.
- Kemenangan menghadapi musuh terjadi karena keberadaan orang-orang lemah dan shalih, Nuh ‘alaihis salam berkata kepada mereka,
وَيَا قَوْمِ مَنْ يَنْصُرُنِي مِنَ اللَّهِ إِنْ طَرَدْتُهُمْ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
“Dan (dia berkata): ‘Hai kaumku, siapakah yang akan menolongku dari (azab) Allah jika aku mengusir mereka. Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran?[16] (QS. Huud, 11: 30).
Allah Ta’ala pun mengingatkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَلَا تَطْرُدِ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ ۖ مَا عَلَيْكَ مِنْ حِسَابِهِمْ مِنْ شَيْءٍ وَمَا مِنْ حِسَابِكَ عَلَيْهِمْ مِنْ شَيْءٍ فَتَطْرُدَهُمْ فَتَكُونَ مِنَ الظَّالِمِينَ
“Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaanNya. Kamu tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka dan merekapun tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka, (sehingga kamu termasuk orang-orang yang zalim).” [17] (QS. Al An’am, 6: 52)
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
“Dan Bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah kami lalaikan dari mengingati kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS.Al Kahfi, 18: 28)
- Tugas para da’i adalah tabligh (menyampaikan). Adapaun masalah penerimaan bukanlah menjadi haknya untuk menentukan. Hanya Allah Ta’ala saja yang berhak memilih orang-orang yang dikehendaki untuk mendapatkan hidayah dan bertaubat. Nabi Nuh ‘alaihis salam berdakwah selama 950 tahun dengan seluruh sarana dan cara yang dimilikinya, dan hasilnya:
وَمَا آمَنَ مَعَهُ إِلَّا قَلِيلٌ
“…dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit.” (QS Huud, 11: 40)
Bahkan Allah Ta’ala menguji Nuh ‘alaihis salam lewat isteri dan anaknya yang keduanya kafir, dan ia tidak bisa berbuat apa-apa. Firman Allah Ta’ala,
وَقَالَ ارْكَبُوا فِيهَا بِسْمِ اللَّهِ مَجْرَاهَا وَمُرْسَاهَا ۚ إِنَّ رَبِّي لَغَفُورٌ رَحِيمٌ قَالَ سَآوِي إِلَىٰ جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ ۚ قَالَ لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِلَّا مَنْ رَحِمَ ۚ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ
“Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. dan Nuh memanggil anaknya,[18]sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: ‘Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.’ Anaknya menjawab: ‘Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!’ Nuh berkata: ‘Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) yang Maha penyayang”. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (QS. Huud, 11: 42 – 43)
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ كَفَرُوا امْرَأَتَ نُوحٍ وَامْرَأَتَ لُوطٍ ۖ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ
“Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua isteri itu berkhianat [19] kepada suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): ‘Masuklah ke dalam Jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam)’”. (QS. At-Tahrim, 66: 10)
- Terkadang Allah Ta’ala membiarkan orang-orang zhalim dan para pendusta agar semakin bertambah dosanya, tetapi Allah tidak akan pernah melepaskannya
وَأُمْلِي لَهُمْ ۚ إِنَّ كَيْدِي مَتِينٌ
“Dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh.” (QS. Al A’raf, 7: 183)
وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لِأَنْفُسِهِمْ ۚ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا ۚ وَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ
“Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh kami kepada mereka[20] adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan.” (QS. Ali Imran, 3: 178)
Dalam hadits dikatakan,
إِنَّ اللهَ لَيُمْلِيْ لِلظَّالِمِ حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ، ثُمَّ قَرَأَ : وَكَذَٰلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَىٰ وَهِيَ ظَالِمَةٌ ۚ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ
“Sesungguhnya Allah pasti menunda (hukuman) bagi orang zhalim, namun jika Dia telah menyiksanya, Dia tidak meloloskannya.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat, “Dan begitulah siksa Rabbmu apabila Dia menyiksa (penduduk) negeri-negeri yang berbuat zhalim. Sungguh, siksa-Nya sangat pedih, sangat berat.” (QS. Hud, 11:102)[21]
Mereka inilah yang mendustakan Nabi Nuh alaihis salam, Allah biarkan cukup lama sehingga mereka durhaka, sombong dan menyangka bahwa mereka aman dari adzab, dan berkata kepada Nuh alaihis salam dengan lantang,
قَالُوا يَا نُوحُ قَدْ جَادَلْتَنَا فَأَكْثَرْتَ جِدَالَنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ
“Mereka Berkata ‘Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar’”. (QS. Huud, 11: 32)
Dan ketika keputusan Allah telah datang, mereka tidak dapat berlari menghindar.
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوْمِهِ فَلَبِثَ فِيهِمْ أَلْفَ سَنَةٍ إِلَّا خَمْسِينَ عَامًا فَأَخَذَهُمُ الطُّوفَانُ وَهُمْ ظَالِمُونَ
“Dan Sesungguhnya kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Ankabut, 29: 14)
- Bahwa doa orang yang teraniaya dan terkalahkan tidak ada lagi sekat dengan Allah. Maka hanya dengan seruan Nabi Nuh ‘alaihis salam kepada Rabbnya –dan Allah Ta’ala Maha Mengetahui seberapa berat yang diterima dari kaumnya- maka langsung dikabulkan.
كَذَّبَتْ قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوحٍ فَكَذَّبُوا عَبْدَنَا وَقَالُوا مَجْنُونٌ وَازْدُجِرَ فَدَعَا رَبَّهُ أَنِّي مَغْلُوبٌ فَانْتَصِرْ فَفَتَحْنَا أَبْوَابَ السَّمَاءِ بِمَاءٍ مُنْهَمِرٍ وَفَجَّرْنَا الْأَرْضَ عُيُونًا فَالْتَقَى الْمَاءُ عَلَىٰ أَمْرٍ قَدْ قُدِرَ
“Sebelum mereka, telah mendustakan (pula) kaum Nuh, maka mereka mendustakan hamba kami (Nuh) dan mengatakan: ‘Dia seorang gila dan dia sudah pernah diberi ancaman).’ Maka dia mengadu kepada Tuhannya: ‘Bahwasanya aku ini adalah orang yang dikalahkan, oleh sebab itu menangkanlah (aku).’ Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air, maka bertemulah air-air itu untuk suatu urusan yang sungguh telah ditetapkan.” (QS. Al Qamar, 54: 9 – 12)
Dalam hadits dikatakan,
وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ
“…dan takutlah akan doa orang teraniaya, karena sesungguhnya tidak ada sekat dengan Allah.” (HR. Bukhari)
- Bahwa keluarga orang-orang beriman hakekatnya adalah keluarga dalam kebaikan dan ketaqwaan, baik dengan adanya kedekatan nasab atau tidak. Firman Allah:
قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ ۖ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ ۖ فَلَا تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۖ إِنِّي أَعِظُكَ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ
“Allah berfirman: ‘Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya adalah perbuatan yang tidak baik. sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.” (QS.Huud, 11: 46)
- Seorang mukmin yang shadiq (benar) tidak akan mengalahkan ridha dari Rabbnya dengan ridha dari siapapun; isteri, anak, keluarga, kedudukan, kekuasaan. Inilah yang terjadi pada Nuh ialaihis salam. Hanya dengan diberitahu oleh Rabbnya bahwa anaknya itu kafir dan tidak termasuk dalam keluarganya, dan tidak boleh baginya untuk meminta kepada Allah apa yang tidak diketahuinya, ia segera menerima hal itu seraya mengatakan:
قَالَ رَبِّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَسْأَلَكَ مَا لَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ ۖ وَإِلَّا تَغْفِرْ لِي وَتَرْحَمْنِي أَكُنْ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Nuh berkata: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakekat)–nya, dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Huud, 11: 47)
- Sesungguhnya ikhlas dan tajarrud (sikap totalitas) yang sempurna membuat seseorang mendapatkan sebutan indah di dunia dan setelah wafatnya. Itulah Nabi Nuh ‘alaihis salam ketika ia ikhlash kepada Rabbnya, dan tajarrud kepada-Nya, lepas dari isteri dan anaknya, Allah Ta’ala membalasnya dengan berfirman,
قِيلَ يَا نُوحُ اهْبِطْ بِسَلَامٍ مِنَّا وَبَرَكَاتٍ عَلَيْكَ وَعَلَىٰ أُمَمٍ مِمَّنْ مَعَكَ ۚ وَأُمَمٌ سَنُمَتِّعُهُمْ ثُمَّ يَمَسُّهُمْ مِنَّا عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Difirmankan: ‘Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari kami atasmu dan atas umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu. Dan ada (pula) umat-umat yang kami beri kesenangan pada mereka (dalam kehidupan dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari kami.” (QS. Huud, 11: 48)
سَلَامٌ عَلَىٰ نُوحٍ فِي الْعَالَمِينَ
“Kesejahteraan dilimpahkan atas Nuh di seluruh alam”. (QS. Ash Shaffaat, 37: 79)
- Nabi Nuh dengan prestasi dakwahnya, kesabarannya, dan daya tahannya membuatnya termasuk ke dalam kelompok Rasul Ulul Azmi. Firman Allah Ta’ala,
وَإِذْ أَخَذْنَا مِنَ النَّبِيِّينَ مِيثَاقَهُمْ وَمِنْكَ وَمِنْ نُوحٍ وَإِبْرَاهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ۖ وَأَخَذْنَا مِنْهُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
“Dan (Ingatlah) ketika kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam, dan kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh.” [22] (QS. Al-Ahzab, 33: 7)
Catatan Kaki:
[1] Rass adalah telaga yang sudah kering airnya, kemudian dijadikan nama suatu kaum, yaitu kaum Rass, mereka menyembah patung, lalu Allah mengutus nabi Syuaib a.s. kepada mereka.
[2] Sebagai gambaran usia manusia saat itu adalah Nabi Nuh as, disebutkan dalam Al-Quran (Al-Ankabut (29) ayat 14) bahwa beliau tinggal bersama kaumnya selama 950 tahun. (Penerjemah).
[3] Thaghut adalah semua yang diabdi selain Allah baik kongkrit maupun abstrak (Penerjemah).
[4] Dakwah Ini dilakukan setelah da’wah dengan cara diam-diam tidak berhasil.
[5] sesudah melakukan da’wah secara diam-diam Kemudian secara terang-terangan namun tidak juga berhasil Maka nabi Nuh a.s. melakukan kedua cara itu dengan sekaligus.
[6] lihat surat Al Mu’minun ayat 12, 13 dan 14
[7] wadd, suwwa’, yaghuts, ya’uq dan Nasr adalah nama-nama berhala yang terbesar pada qabilah-qabilah kaum Nuh.
[8] Maksudnya: berhala-berhala mereka tidak dapat memberi pertolongan kepada mereka. Hanya Allah yang dapat menolong mereka. tetapi Karena mereka menyembah berhala, Maka Allah tidak memberi pertolongan.
[9] yang dimaksud dengan tanur ialah semacam alat pemasak roti yang diletakkan di dalam tanah terbuat dari tanah liat, Biasanya tidak ada air di dalamnya. terpancarnya air di dalam tanur itu menjadi suatu alamat bahwa banjir besar akan melanda negeri itu.
[10] yang dimaksud dengan dapur ialah permukaan bumi yang memancarkan air hingga menyebabkan timbulnya taufan.
[11] yang dimaksud dengan dapur ialah permukaan bumi yang memancarkan air hingga menyebabkan timbulnya taufan.
[12] nama anak nabi Nuh a.s. yang kafir itu Qanaan, sedang putra-putranya yang beriman ialah: Sam, Ham dan Jafits.
[13]Yakni: Allah Telah melaksanakan janjinya dengan membinasakan orang-orang yang kafir kepada nabi Nuh a.s. dan menyelamatkan orang-orang yang beriman.
[14] Bukit Judi terletak di Armenia sebelah selatan, berbatasan dengan Mesopotamia.
[15] menurut pendapat sebagian ahli tafsir bahwa yang dimaksud dengan perbuatannya, ialah permohonan nabi Nuh a.s. agar anaknya dilepaskan dari bahaya.
[16] kata-kata Ini diucapkan oleh nabi Nuh a.s. sewaktu dia didesak oleh golongan kafir yang Kaya dari kaumnya untuk mengusir golongan yang beriman, tidak berada, miskin dan papa.
[17] ketika Rasulullah s.a.w. sedang duduk-duduk bersama orang mukmin yang dianggap rendah dan miskin oleh kaum Quraisy, datanglah beberapa pemuka Quraisy hendak bicara dengan Rasulullah, tetapi mereka enggan duduk bersama mukmin itu, dan mereka mengusulkan supaya orang-orang mukmin itu diusir saja, lalu turunlah ayat ini.
[18] nama anak nabi Nuh a.s. yang kafir itu Qanaan, sedang putra-putranya yang beriman ialah: Sam, Ham dan Jafits.
[19] Maksudnya: nabi-nabi sekalipun tidak dapat membela isteri-isterinya atas azab Allah apabila mereka menentang agama.
[20] Yakni: dengan memperpanjang umur mereka dan membiarkan mereka berbuat dosa sesuka hatinya.
[21] Shahîh : HR. al-Bukhâri (no. 4686), Muslim (no. 2583), at-Tirmidzi (no. 3110), dan Ibnu Hibbân
[22] Perjanjian yang teguh ialah kesanggupan menyampaikan agama kepada umatnya masing-masing.