Diantara rukun iman yang harus diyakini oleh seorang mu’min adalah beriman kepada seluruh nabi dan rasul. Hal ini disebutkan dalam hadits berikut ini,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَوْمًا بَارِزًا لِلنَّاسِ إِذْ أَتَاهُ رَجُلٌ يَمْشِي فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِيمَانُ قَالَ الْإِيمَانُ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَلِقَائِهِ وَتُؤْمِنَ بِالْبَعْثِ الْآخِرِ
Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu bahwa pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang berada bersama orang-orang, lalu datanglah seorang laki-laki dengan berjalan kaki, lantas bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah iman itu?” Beliau menjawab: “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, para Rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, dan hari akhir.” (HR. Bukhari No. 4404)
Pengertian beriman kepada rasul
Yang dimaksud dengan beriman kepada rasul menurut ajaran Islam adalah:
- Mengimani semua rasul bahwa mereka adalah utusan Allah Ta’ala yang diperintah oleh-Nya untuk menyampaikan risalah kepada umatnya masing-masing.
- Tidak membeda-bedakan antara rasul-rasul itu, bahwa semuanya adalah kekasih-kekasih Allah Ta’ala yang mengajak kaumnya untuk menyembah dan tidak menyekutukan-Nya. Meskipun demikian kita tidak memungkiri bahwa Allah Ta’ala melebihkan satu dari yang lainnya. Sedangkan rasul paling mulia adalah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang membawa risalah terakhir.
- Mengakui bahwa jumlah rasul sangat banyak, di antaranya ada yang Allah Ta’ala kisahkan melalui Al-Qur’an dan ada pula yang tidak dikisahkan kepada kita.
Kewajiban Beriman kepada Para Rasul
Allah Ta’ala mewajibkan kepada setiap muslim agar beriman kepada semua Rasul utusan Allah, tanpa membeda-bedakan mereka. Allah Ta’ala berfirman,
قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَىٰ وَعِيسَىٰ وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
“Katakanlah (hai orang-orang mukmin): ‘Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah, 2: 136)
Yang dimaksud dengan tidak membeda-bedakan seorang pun di antara para rasul adalah bahwa kaum muslimin beriman kepada mereka seluruhnya. Seluruh rasul dan nabi itu, menurut mereka adalah benar, baik, mendapat bimbingan Allah Ta’ala dan memberi petunjuk kepada jalan kebaikan, meskipun sebagian rasul itu menghapus syariat sebagian rasul lainnya dengan seizin Allah Ta’ala, hingga akhirnya seluruh syariat mereka dihapus dan disempurnakan dengan syariat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagai penutup para nabi dan rasul.
Sikap kaum muslimin seperti itu diajarkan langsung oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana tergambar dalam hadits berikut ini.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ أَهْلُ الْكِتَابِ يَقْرَءُونَ التَّوْرَاةَ بِالْعِبْرَانِيَّةِ وَيُفَسِّرُونَهَا بِالْعَرَبِيَّةِ لِأَهْلِ الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُصَدِّقُوا أَهْلَ الْكِتَابِ وَلَا تُكَذِّبُوهُمْ وَقُولُوا { آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا } الْآيَةَ
Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu berkata, “Orang-orang ahlul kitab membaca Taurat dengan bahasa Ibrani dan menjelaskannya kepada orang-orang Islam dengan bahasa Arab. Melihat hal itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Janganlah kalian mempercayai ahlul kitab dan jangan pula mendustakannya. Tetapi ucapkanlah, ‘Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang telah diturunkan kepada kami. (Al Baqarah: 136).’” (HR. Bukhari No. 4125)
Demikianlah sikap keimanan kaum muslimin. Hal ini dipertegas kembali dalam ayat Al-Qur’an lainnya,
آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ
“Rasul telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): ‘Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya’, dan mereka mengatakan: ‘Kami dengar dan kami taat.’ (Mereka berdoa): ‘Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.’” (QS. Al-Baqarah, 2: 285)
Dalam pandangan Islam, mereka yang beriman kepada sebagian rasul dan tidak beriman kepada sebagian yang lain, serta membeda-bedakan di antara mereka, maka dia dianggap telah kafir. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلا. أُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya dengan mengatakan: ‘Kami beriman kepada sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)’, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir). Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.” (QS. An-Nisa, 4: 150-151)
Mereka yang bersikap beriman kepada sebagian rasul dan tidak beriman kepada sebagian yang lain, serta membeda-bedakan di antara para rasul adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani. Orang-orang Yahudi berkata: “Kami percaya hanya kepada Musa, dan tidak percaya kepada Isa dan Muhammad”. Dan orang-orang Nasrani berkata: “Kami percaya kepada Musa dan Isa, tetapi tidak percaya kepada Muhammad.” Kepercayaan seperti itu berarti mencampur adukkan antara keimanan dan kekafiran, padahal sesungguhnya keimanan dan kekafiran itu adalah dua hal yang sangat bertentangan. Jika orang-orang Yahudi itu sungguh-sungguh beriman kepada Nabi Musa ‘alaihissalam, tentulah mereka harus beriman pula kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan demikian pula orang-orang Nasrani, jika mereka sungguh-sungguh beriman kepada Nabi Isa, tentulah mereka harus beriman pula kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam karena perihal kedatangan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam itu telah disebut-sebut dalam kitab Taurat dan Injil, dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri membenarkan kitab Taurat dan Injil yang asli yang menjadi pegangan mereka.[1]
Jumlah Para Nabi dan Rasul
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Umamah, disebutkan bahwa Abu Dzar pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Berapa tepatnya jumlah para nabi.” Beliau menjawab,
مِائَةُ أَلْفٍ وَأَرْبَعَةٌ وَعِشْرُونَ أَلْفًا الرُّسُلُ مِنْ ذَلِكَ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَخَمْسَةَ عَشَرَ جَمًّا غَفِيرًا
“Jumlah para nabi 124.000 orang, 315 diantara mereka adalah rasul. Banyak sekali.” (HR. Ahmad no. 22288 dan sanadnya dinilai shahih oleh al-Albani dalam al–Misykah).
Diantara sekian banyak nabi dan rasul tersebut ada yang dikisahkan oleh Allah Ta’ala kepada kita di dalam Al-Quran dan disebutkan nama-namanya, dan ada juga di antara mereka yang tidak dikisahkan kepada kita. Allah Ta’ala berfirman,
وَرُسُلا قَدْ قَصَصْنَاهُمْ عَلَيْكَ مِنْ قَبْلُ وَرُسُلا لَمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا
“Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak kami kisahkan tentang mereka kepadamu, dan Allah telah berbicara kepada Musa[2] dengan langsung.” (QS. An-Nisa, 4: 164).
Nabi dan Rasul yang disebutkan di dalam Al-Qur’an
Nabi dan Rasul yang dikisahkan oleh Allah Ta’ala kepada kita jumlahnya ada 25 orang. Delapan belas diantaranya disebutkan dalam firman-Nya berikut ini,
وَتِلْكَ حُجَّتُنَا آتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ (٨٣)وَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ كُلا هَدَيْنَا وَنُوحًا هَدَيْنَا مِنْ قَبْلُ وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِ دَاوُدَ وَسُلَيْمَانَ وَأَيُّوبَ وَيُوسُفَ وَمُوسَى وَهَارُونَ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (٨٤)وَزَكَرِيَّا وَيَحْيَى وَعِيسَى وَإِلْيَاسَ كُلٌّ مِنَ الصَّالِحِينَ (٨٥)وَإِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ وَيُونُسَ وَلُوطًا وَكُلا فَضَّلْنَا عَلَى الْعَالَمِينَ (٨٦)
”Dan Itulah hujjah kami yang kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. Dan kami telah menganugerahkan Ishak dan Yaqub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah kami beri petunjuk; dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah kami beri petunjuk, dan kepada sebahagian dari keturunannya (Nuh) yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan Zakaria, Yahya, Isa dan Ilyas. semuanya termasuk orang-orang yang shaleh. Dan Ismail, Alyasa’, Yunus dan Luth. masing-masing kami lebihkan derajatnya di atas umat (di masanya).” (QS. Al-An’am, 6: 83-86)
Tujuh rasul lainnya disebutkan di beberapa ayat sebagai berikut:
إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى آدَمَ وَنُوحًا وَآلَ إِبْرَاهِيمَ وَآلَ عِمْرَانَ عَلَى الْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga ‘Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing).” (QS. Ali Imran, 3: 33)
وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ أَفَلا تَتَّقُونَ
“Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum ‘Aad saudara mereka, Hud. ia berkata: ‘Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain dari-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?’” (QS. Al-A’raf, 7: 65)
وَإِلَى ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الأرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُجِيبٌ
“Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: ‘Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).” (QS. Hud, 11: 61)
وَإِلَى مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ وَلا تَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِنِّي أَرَاكُمْ بِخَيْرٍ وَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ مُحِيطٍ
“Dan kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata: ‘Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat).” (QS. Hud, 11: 84)
وَإِسْمَاعِيلَ وَإِدْرِيسَ وَذَا الْكِفْلِ كُلٌّ مِنَ الصَّابِرِينَ. وَأَدْخَلْنَاهُمْ فِي رَحْمَتِنَا إِنَّهُمْ مِنَ الصَّالِحِينَ
”Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar. Kami telah memasukkan mereka ke dalam rahmat kami. Sesungguhnya mereka termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. Al-Anbiya, 21: 85-86)
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu[3], tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi; dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Ahzab, 33: 40)
Rasul-rasul tersebut diutus oleh Allah Ta’ala kepada umat-umat di sepanjang masa, sehingga tidak ada satu umat pun yang tidak memiliki seorang rasul yang mengajaknya kepada kebenaran. Allah Ta’ala berfirman,
تَاللَّهِ لَقَدْ أَرْسَلْنَا إِلَى أُمَمٍ مِنْ قَبْلِكَ فَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ فَهُوَ وَلِيُّهُمُ الْيَوْمَ وَلَهُمْ عَذَابٌ
“Demi Allah, sesungguhnya kami telah mengutus rasul-rasul kami kepada umat-umat sebelum kamu, tetapi syetan menjadikan umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka (yang buruk), maka syetan menjadi pemimpin mereka di hari itu dan bagi mereka azab yang sangat pedih.”(QS. An-Nahl, 16: 63)[4]
Wallahu A’lam…
Catatan Kaki:
[1] Lihat: Al-Qur’anul Karim wa Tafsiruhu, Depag RI.
[2] Allah Ta’ala berbicara langsung dengan Nabi Musa ‘alaihis salam, dan ini merupakan keistimewaannya yang karenanya beliau disebut: Kalimullah. Adapun rasul-rasul yang lain mendapat wahyu dari Allah Ta’ala dengan perantaraan Jibril. Namun Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berbicara secara langsung dengan Allah Ta’ala pada saat Mi’raj.
[3] Maksudnya: Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah ayah dari salah seorang sahabat, karena itu janda Zaid dapat dikawini oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[4] Lihat pula ayat-ayat lainnya: QS. Fathir, 35: 24; QS. Yunus, 10: 47; dan QS. Ar-Ra’du, 13: 7