Hakikat Manusia
Sebagai manusia kita harus mengenal diri kita sendiri; siapa diri kita, darimana kita berasal, apa yang sedang kita kerjakan di muka bumi ini, dan seterusnya. Dengan begitu kita dapat memposisikan diri di tengah-tengah kosmos yang maha luas ini.
Berikut ini penjelasan ringkas tentang hakikat manusia, semoga kita semakin sadar diri:
Pertama, manusia adalah makhluqun -makhluk ciptaan /hasil kreasi Allah Ta’ala-.
Ia diciptakan oleh-Nya ‘alal fitrah (berada di atas fitrah ). Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum, 30: 30)
Manusia diciptakan ‘alal fithrah maksudnya adalah diciptakan oleh Allah Ta’ala berada dalam kecenderungan kepada kebenaran dan patuh kepada-Nya.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلا أُحَدِّثُكُمْ بِمَا حَدَّثَنِي اللَّهُ فِي الْكِتَابِ ، أَنَّ اللَّهَ خَلَقَ آدَمَ وَبَنِيهِ حُنَفَاءَ مُسْلِمِينَ ، وَأَعْطَاهُمُ الْمَالَ حَلالا لا حَرَامَ فِيهِ ، فَجَعَلُوا مِمَّا أَعْطَاهُمُ اللَّهُ حَلالا وَحَرَامًا
“Apakah kamu suka aku menceritakan kepadamu apa yang telah diceritakan Allah kepadaku dalam Kitab-Nya? Sesungguhnya Allah telah menciptakan Adam dan anak cucunya cenderung kepada kebenaran dan patuh kepada Allah. Allah memberi mereka harta yang halal tidak yang haram. Lalu mereka menjadikan harta yang diberikan kepada mereka itu menjadi halal dan haram.” (H.R. Iyad bin Himar)
Dalam hadits lain beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah; orangtuanyalah yang menjadikan ia yahudi, nasrani, atau majusi.” (HR. Bukhari)
Sebagian ulama mengatakan bahwa arti fitrah adalah “Islam”. Hal ini dikatakan oleh Abu Hurairah, Ibnu Syihab, dan lain-lain. Pendapat tersebut dianut oleh kebanyakan ahli tafsir.[1]
*****
Manusia juga diciptakan oleh Allah Ta’ala dalam keadaan dhaif (lemah). Kelemahannya terutama dalam menghadapi godaan hawa nafsunya. Kadangkala mereka mengalami lemah ‘azam (tekad), lemah iman dan lemah kesabaran.
Selain itu, manusia pun pada dasarnya memiliki kelemahan fisik, sehingga Allah Ta’ala menetapkan kebijakan-Nya dengan memudahkan berbagai perintah dan larangan, dan ketika terjadi kesulitan dibolehkan oleh-Nya manusia melakukan sesuatu yang hukum asalnya adalah terlarang. Misalnya dihalalkannya memakan bangkai bagi orang yang kelaparan.
يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا
“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu (dalam syariat), dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (QS. An-Nisa, 4: 28)
*****
Manusia juga diciptakan oleh Allah Ta’ala dalam keadaan jahil (bodoh). Allah Ta’ala mengungkapkan kondisi manusia ini dengan firman-Nya,
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS. Al-Ahzaab, 33: 72)
Ayat ini menyebutkan bahwa Allah Ta’ala telah mengemukakan amanat -yaitu tugas-tugas ibadah- pada langit, bumi dan gunung-gunung. Seumpamanya Allah menciptakan pada masing-masing makhluk itu pemahaman dan dapat berbicara, maka semuanya pasti enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir, yakni merasa takut akan mengkhianatinya, lalu dipikullah amanat itu oleh Nabi Adam sesudah terlebih dahulu ditawarkan kepadanya. Sungguh manusia itu amat zalim terhadap dirinya sendiri -disebabkan apa yang telah dipikulnya itu- dan amat bodoh, yakni tidak mengerti tentang apa yang dipikulnya itu.[2]
Manusia menyanggupi amanat yang ditawarkan kepadanya -apabila dikerjakan akan mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan akan disiksa- karena itulah ia disebut jahula, karena tidak mengetahui kemampuan dirinya sendiri.
*****
Manusia juga diciptakan oleh Allah Ta’ala dalam keadaan faqir (butuh/berkehendak) kepada pemberian-Nya.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
“Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dia- lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (QS. Fathir, 35: 15)
Manusia diciptakan oleh Allah Ta’ala dalam keadaan tidak memiliki apa pun, kecuali apa-apa yang dianugerahkan Allah Ta’ala kepadanya. Semua yang dinikmati manusia sepanjang hidupnya adalah berasal dari-Nya. Maka manusia selalu dalam keadaan berkehendak dan berkepentingan kepada-Nya.
*****
Kedua, manusia adalah makhluk yang mukarramun (dimuliakan).
Allah Ta’ala memuliakan anak-anak Adam karena nafkhur ruhi -telah ditiupkan ruh ciptaan Allah Ta’ala kepadanya-. Dia berfirman,
ثُمَّ سَوَّاهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ
“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” (QS. As-Sajdah, 32: 9)
Di dalam hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan,
إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسِلُ اللَّهُ إِلَيْهِ الْمَلَكَ، فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَعَمَلِهِ وَأَجَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ
“Sesungguhnya salah seorang dari kalian disempurnakan penciptaannya di perut ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk air mani, kemudian menjadi alaqah (segumpal darah) selama itu pula, kemudian menjadi sepotong daging selama itu pula, kemudian Allah mengirim malaikat kepadanya lalu malaikat tersebut meniupkan ruh ke dalamnya dan diperintah dengan empat hal; menulis rezki, amal perbuatan, ajalnya, dan ia orang celaka atau orang bahagia…” (HR. Bukhari dan Muslim)
*****
Manusia pun dimuliakan karena telah diberi imtiyazat -berbagai keistimewaan- oleh Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al-Israa, 17: 70)
Allah Ta’ala telah memuliakan Adam dan anak cucunya dengan raut muka yang indah, potongan yang serasi dan diberi akal, agar dapat menerima petunjuk, untuk berbudaya dan berpikir guna mencari keperluan hidupnya, mengelola kekayaan alam serta menciptakan alat pengangkut di darat, di lautan maupun di udara. Dan Allah Ta’ala telah memberikan rezeki yang baik-baik kepada mereka itu, yang terdiri dari makanan yang di dapat dari tumbuh-tumbuhan dan hewan.
Allah Ta’ala telah melebihkan mereka itu dengan kelebihan yang sempurna, dari kebanyakan makhluk yang lain yang diciptakan-Nya.
*****
Manusia pun dimuliakan oleh Allah Ta’ala karena musakharun lahu -telah ditundukkan alam ini kepadanya-. Allah Ta’ala berfirman,
اللَّهُ الَّذِي سَخَّرَ لَكُمُ الْبَحْرَ لِتَجْرِيَ الْفُلْكُ فِيهِ بِأَمْرِهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur.” (QS. Al-Jatsiyah, 45: 12)
Di ayat yang lain diterangkan bahwa Allah Ta’ala menjadikan bumi dan semua isinya untuk manusia.
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu, dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Baqarah, 2: 29)
Allah Ta’ala telah menciptakan bumi dan memudahkannya untuk manusia, sehingga manusia dapat mengambil manfaat yang tidak terhingga untuk kepentingan hidup dan kehidupannya. Dia menciptakan bumi itu bulat, terapung-apung di angkasa luas, tetapi manusia tinggal di atasnya seperti berada di tempat yang datar terhampar, tenang dan tidak bergoyang.
Dengan perputaran bumi terjadilah malam dan siang, sehingga manusia dapat berusaha pada siang hari dan beristirahat pada malam harinva. Padanya memancarkan sumber-sumber mata air, yang mengalir air untuk diminum manusia dan binatang ternak peliharaannya. Dengan air itu pula manusia mengairi kebun-kebun dan sawah sawah mereka, demikian pula kolam-kolam tempat mereka memelihara ikan. Dengan air itu pula mereka mandi membersihkan badan mereka yang telah kotor, sehingga mereka merasa segar dan nyaman.
Diciptakan-Nya pula bukit-bukit, lembah-lembah, gunung-gunung yang menghijau yang menyejukkan hati orang yang memandangnya. Dari celah-celah bukit itu mengalirlah sungai-sungai dan di antara bukit-bukit dan lembah-lembah itu manusia membuat jalan-jalan yang menghubungkan suatu negeri dengan negeri yang lain.[3]
Allah Ta’ala berfirman,
هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al-Mulk, 67: 15)
*****
Ketiga, manusia adalah makhluk yang mukallafun –dibebani tanggung jawab-. Di pembahasan madah ta’riful insan telah diulas bahwa manusia diberi amanah ibadah dan khilafah oleh Allah Ta’ala. Silahkan merujuk kembali ke pembahasan tersebut.
*****
Keempat, manusia adalah makhluk yang mukhayyarun -diberi pilihan oleh Allah Ta’ala apakah memilih al-iman atau al-kufru–.
وَهَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.” (QS. Al-Balad, 90: 10)
Allah Ta’ala telah menunjukkan kepada manusia jalan kebaikan dan jalan kejahatan. Dan telah diberikan-Nya pula kepada mereka akal untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, sehingga ia dapat memilih yang baik untuk dikerjakannya, dan yang buruk untuk ditinggalkan.
إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا
“Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.” (QS. Al-Insan, 76: 3)
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ فَمِنْكُمْ كَافِرٌ وَمِنْكُمْ مُؤْمِنٌ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dia-lah yang menciptakan kamu maka di antara kamu ada yang kafir dan di antaramu ada yang mu’min. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. At-Taghabun, 64: 2)
Oleh karena itu, para rasul yang diutus kepada manusia hanyalah bertugas untuk menyampaikan bahwa kebenaran yang diserukannya adalah benar-benar dari Tuhan semesta alam,
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ
“Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. (QS. Al-Kahfi, 18 : 29)
Adalah kewajiban manusia untuk mengikuti kebenaran dan mengamalkannya. Manfaat dan kebenaran itu, tentulah kembali kepada mereka yang mengamalkannya. Demikian pula sebaliknya akibat yang buruk dan pengingkaran terhadap kebenaran itu kembali pula kepada mereka yang ingkar.
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri.” (QS. Al Isra’, 17: 7)
*****
Kelima, manusia adalah makhluk yang majziyun –mendapatkan balasan amal-.
Mereka yang beriman dan berbuat kebajikan akan mendapatkan balasan dari Allah Ta’ala berupa al-jannah (surga), sebagaimana firman-Nya,
أَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ جَنَّاتُ الْمَأْوَى نُزُلًا بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, maka bagi mereka jannah tempat kediaman, sebagai pahala terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. As-Sajdah, 32: 19)
Sedangkan mereka yang ingkar akan mendapatkan balasan dari Allah Ta’ala berupa an-nar (neraka).
وَأَمَّا الَّذِينَ فَسَقُوا فَمَأْوَاهُمُ النَّارُ كُلَّمَا أَرَادُوا أَنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا أُعِيدُوا فِيهَا وَقِيلَ لَهُمْ ذُوقُوا عَذَابَ النَّارِ الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُونَ
“Dan adapun orang-orang yang fasik (kafir) maka tempat mereka adalah jahannam. Setiap kali mereka hendak keluar daripadanya, mereka dikembalikan ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka: “Rasakanlah siksa neraka yang dahulu kamu mendustakannya.” (QS. As-Sajdah, 32: 20)
Wallahu a’lam.
Catatan Kaki:
[1] Lihat: Al-Qur’anul Karim wa Tafsiruhu, Jilid, Hal. 497
[2] Uraian dengan makna seperti ini dirujuk dari Tafsir Jalalain. Lihat Tafsir Jalalain, Hal. 427, Penerbit: Darut Taqwa
[3] Al-Qur’anul Karim wa Tafsiruhu, Jilid X, Hal. 240