Syaikh Yusuf Al-Qaradawi hafizhahullah dalam bukunya Haqiqat At-Tauhid menyebutkan: “Tauhid yang diperintahkan Islam ada dua, yaitu: Pertama, i’tiqad ‘ilmi (keyakinan ilmiyyah) dan Kedua, ‘amali suluki (amal dan perilaku).” Selanjutnya Syaikh Qaradawi menyebutkan: “Iman seseorang tidak diterima di sisi Allah, selama belum menegakkan tauhid dalam:
- Ilmu dan keyakinan; dengan beriman bahwa Allah Maha Esa, dalam Dzat, sifat, dan perbuatan-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak ada yang menyerupai-Nya, tidak beranak dan tidak diperanakkan.
- Tujuan dan perbuatan; dengan mengesakan Allah melalui beribadah yang sempurna, ketaatan yang mutlak, merendahkan diri kepada, kembali, pasrah dan tawakkal, takut, berharap kepada-Nya dan seterusnya.
Tauhid dengan arti yang pertama, tersurat dan tersirat di dalam surat Al-Ikhlash, awal surat Ali Imran, awal surat Thaha, awal surat Alim Lam Miim Sajdah, awal surat Al-Hadid, akhir surat Al-Hasyr, dan lain-lain.
Tauhid dengan arti kedua, tersurat, tersirat dan disebutkan dalam surat Al-Kafirun, beberapa ayat dari surat Al-An’am, awal surat Al-A’raf, akhir surat Al-A’raf, awal surat Yunus, pertengahan surat Yunus, akhir surat Yunus, awal surat Az-Zumar, akhir surat Az-Zumar, dan lain-lain.
Bahkan Ibnul Qayyim berkata: “Setiap surat Al-Qur’an memuat dua bentuk tauhid ini.”
Banyak para penulis dahulu dan kini menamakan bentuk tauhid yang pertama dengan tauhid rububiyyah, dan bentuk yang kedua dengan tauhid ilahiyyah atau uluhiyyah.