Jakarta (24/02) — Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKS, Iskan Qolba Lubis menilai Kebijakan Aturan Menteri Agama Tentang Penggunaan Toa Masjid dirasa sangat tidak strategis karena Menteri masuk dalam hal sangat teknis dan terkesan kurang kerjaan dengan membiarkan fungsi agama yang menjadi tupoksinya.
Politisi asal Sibuhuan ini juga menambahkan bahwa aturan terkait Surat Edaran Menteri Agama itu harus dievaluasi kembali karena jangan sampai nanti akan menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu, apalagi Kemenag belum punya peta jalan (road map) mengelola masjid kedepannya.
“Masjid atau musala itu kan harus ada pengeras suara agar masyarakat diingatkan kewajiban solat dengan mendengar adzan dan Alquran sesaat sebelum masuk waktu sholat menyampaikan suara muazin kepada jemaah ketika azan, suara imam kepada makmum ketika salat penceramah kepada jemaah dan menyampaikan dakwah kepada masyarakat secara luas baik di dalam maupun di luar masjid atau musala. Hal ini yang perlu digaris bawahi oleh Menag bahwa pengeras suara serta volumenya hanya sarana biarlah masyarakat mengatur diri mereka,” tegas Iskan.
Salah satu aturannya, imbuh Iskan, adalah pengurus masjid maupun musala harus pisahkan pengeras suara baik untuk dalam masjid dan luar masjid.
“Aturan di dalam pedoman ini sangat tidak kompeten dengan apa yang dilihat oleh masyarakat, pasalnya negara kita Indonesia ini sangat beragam kearifan lokal, standar pendidikan yang belum rata, ketika kebijakan disama ratakan tanpa melihat kondisi riil daerah dan kearifan lokal sangat tidak pas,” ucap Iskan.
Politisi asal Sibuhuan ini juga menambahkan bahwa aturan terkait Surat Edaran Menteri Agama itu harus dievaluasi kembali karena jangan sampai nanti akan menimbulkan kegaduhan yang tidak peru apalagi Kemenag belum punya peta jalan (road map) mengelola masjid kedepannya.
“Masjid atau musala itu kan harus ada pengeras suara agar masyarakat diingatkan kewajiban solat dengan mendengar adzan dan Alquran sesaat sebelum masuk waktu sholat menyampaikan suara muazin kepada jemaah ketika azan, suara imam kepada makmum ketika salat penceramah kepada jemaah dan menyampaikan dakwah kepada masyarakat secara luas baik di dalam maupun di luar masjid atau musala. Hal ini yang perlu digaris bawahi oleh Menag bahwa pengeras suara serta volumenya hanya sarana biarlah masyarakat mengatur diri mereka,” tegas Iskan.
Lebih lanjut, Iskan juga menambahkan bahwa Kementerian Agama disini khususnya terkait Surat Edaran Menteri Agama Tentang Aturan Pengeras Suara Masjid perlu adanya study yang komprehensif dan selama ini sudah ada panduan Dirjen Bimas Islam.
“Harus adanya evaluasi terhadap arah kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Agama disini, karena masjid juga punya fungsi dakwah sedangkan pengeras suara hanya sarana saja, kok Menteri mengurus sarana prasarana yang setiap saat bisa berubah,” ungkapnya.
Masjid itu, kata Iskan, salah satu syarat bagi umat Islam membangun basis sosial bukan hanya ibadah dalam arti sempit. Kalau ini dipermasalahkan jadi masyarakat bertanya-tanya ada apa.
“Oleh karenanya saya minta disini Menteri Agama perlu adanya tinjauan ulang terhadap arah kebijakan Surat Edaran ini, karena pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Surat Edaran ini menjadi tanggung jawab Kementerian Agama secara berjenjang dan juga Kementerian Agama dapat bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dan Organisasi Kemasyarakatan Islam dalam pembinaan dan pengawasan,” pungkas Iskan mengakhiri.