Pertama, menangis, merintih, seperti disebutkan dalam firman Allah Ta’ala, “Apabila dibacakan ayat-ayat Allah yang Maha Pemurah kepada mereka, Maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (QS. Maryam: 58).
Diriwayatkan pula bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis ketika shalat, Abu Bakar juga menangis salam shalatnya. Diriwayatkan pula bahwa Umar radhiyallahu ‘anhu shalat shubuh dan membaca surah Yusuf, sehingga sampai pada ayat, “(Ya’qub) menjawab: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah Aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku” (QS. Yusuf: 86), terdengarlah suara tangisnya.
Namun menurut madzhab Syafi’i, jika dalam tangisnya itu ada terdengar satu atau dua huruf yang tidak difahami maka batal shalatnya.
Kedua, menoleh dengan wajah ketika diperlukan saja. Sebab jika tidak ada kebutuhan yang mendesak masuk dalam kategori yang disebutkan dalam hadits ‘Aisyah. Beliau berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang menoleh dalam shalat. Lalu beliau bersabda,
هُوَ اخْتِلاَسٌ يَخْتَلِسُهُ الشَّيْطَانُ مِنْ صَلاَةِ الْعَبْد
“Ia merupakan sebuah curian yang dilakukan syaitan terhadap shalat seorang hamba.”
Jika memalingkan dadanya dari arah kiblat, maka batal shalatnya.
Ketiga, membunuh hewan yang membahayakan, disebutkan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
اقْتُلُوا الْأَسْوَدَيْنِ فِي الصَّلَاةِ الْحَيَّةَ وَالْعَقْرَبَ
“Bunuhlah dua binatang hitam dalam shalat, yaitu ular dan kalajengking. ( HR Abu Daud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah. Dishahihkan Ibnu Hibban).
Keempat, berjalan sedikit karena ada kebutuhan tanpa merubah posisi dari arah kiblat. Rasulullan shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukannya sebagaimana riwayat imam Ahmad, Abu Daud, At Tirmidzi dan An Nasa’i, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dengan syarat kurang dari tiga langkah pindah, atau tiga gerakan.
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم يُصَلِّى فى البيت وَالْبَابُ عَلَيْهِ مُغْلَقٌ فَجِئْتُ فَاسْتَفْتَحْتُ
– فَمَشَى فَفَتَحَ لِى ثُمَّ رَجَعَ إِلَى مُصَلاَّهُ ووصفت أَنَّ الْبَابَ فِى الْقِبْلَةِ
“ Dahulu pernah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di dalam rumah, sedang pintu berada di hadapannya dalam keadaan tertutup, maka aku (Aisyah) datang dan ingin membuka pintu, namun Rasulullah membukakan pintu untukku kemudian ia kembali ke tempat shalat, dan disifati bahwa pintu berada di arah kiblat.”
Kelima, membawa anak kecil dengan digendong sambil shalat. Sebagaimana diriwayatkan dari Abi Qatadah radiyallahu ‘anhu,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يُصَلِّى وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ بِنْتِ رَسُولِ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا.
“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah suatu ketika shalat sedang pada waktu itu ia dalam keadaan menggendong Umamah binti Zainab putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ketika sujud beliau meletakkannya dan menggendongnya kembali ketika berdiri” (HR. Bukhari dan Muslim).
Keenam, mengingatkan Al Fatihah imam jika kelupaan, atau salah dalam membaca. Abu Daud meriwayatkan kebolehannya. diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ صَلَّى صَلَاةً فَقَرَأَ فِيْهَا فَلُبِّسَ عَلَيْهِ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ لِأُبَيِّ أَصَلَّيْتَ مَعَنَا؟ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَمَا مَنَعَكَ
“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam melakukan shalat lalu beliau membaca dan tersamarkan bagi beliau. Maka setelah beliau selesai, beliau berkata kepada Ubay : ‘Apakah engkau shalat bersama kami?’ Ia menjawab : ‘Iya’. Maka beliau bersabda : ‘Apa yang menahan kamu’ (untuk mengingatkan yang tersemar tersebut,-pent.)”. (Hadits ini menurut Abu Hatim Mursal, namun Syaikh Ahmad menyebut beberapa jalan yang menguatkannya).
Ketujuh, bertahmid bagi orang yang bersin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memperbolehkannya kepada Rifa’ah seperti diriwayatkan oleh Al Bukhari, An Nasa’i dan At Tirmidzi.
عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ قَالَ : صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَعَطِسْتُ فَقُلْتُ : الْحَمْدُ ِللهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى : فَلَمَّا صَلَّى النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنِ اْلمُتــَكَلِّمُ فِي الصَّلاَةِ . فَلَمْ يَتــَكَلَّمْ أَحَدٌ.ثُمَّ قَالَهَا الثــَّانِيَةَ فلََمْ يَتــَكَلَّمْ أَحَدٌ, ثُمَّ قَالَهَا الثــَّالِثــَةَ فَقَالَ رِفَاعَةُ : أَنَا يَارَسُوْلَ اللهِ . فَقَالَ : وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَقَدْ ابْتــَدَرَهَا بِضْعُ وَثــَلاَثــُوْنَ مَلَكًا أَيُّهُمَا يَصْعُدُبِهَا – رواه النساءى والترمذى والبخارى-
Dari Rifaah bin Rafi’ ia berkata, “Aku shalat di belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam kemudian aku bersin dan berkata, “Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, baik dan terdapat keberkahan di dalamnya sebagaimana yang Rabb kami sukai dan ridhoi.” Maka tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam selesai shalat, beliau bertanya, “Siapakah yang tadi bicara ketika shalat?” Tidak ada seorangpun yang menjawab. Kemudian beliau mengulanginya untuk yang kedua kalinya, dan tidak ada yang menjawab, kemudian beliau mengulanginya untuk yang ketiga kalinya maka berkata Rifa’ah, “Aku ya Rasulullah!” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Demi yang jiwa Muhammad berada dalam genggaman tangan-Nya sungguh lebih dari tiga puluh malaikat telah berlomba siapakah diantara mereka yang pertama kali mencatatnya.”
Namun jika kita shalat berjama’ah, sebaiknya tidak mengucapkan hamdalah dengan keras, agar tidak dijawab dengan ‘yarhamukallah’ oleh orang lain, karena ucapan seperti ini membatalkan shalat. Mu’awiyah bin al-Hakam as- Sulami –radhiyallahu ‘anhu– mengatakan,
صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَطَسَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ ، فَقُلْتُ : يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَرَمَانِي الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ ، قَالَ : فَقُلْتُ : وَاثَكْلَ أُمَّاهُ مَا لَكُمْ تَنْظُرُونَ إليَّ فِي الصَّلاةِ فَضَرَبُوا بِأَيْدِيهِمْ عَلَى أَفْخَاذِهِمْ ، فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصَمِّتُونَنِي لَكِنِّي سَكَتُّ ، فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعَانِي فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ ، مَا سَبَّنِي ، وَلا نَهَرَنِي ، وَلا شَتَمَنِي ، قَالَ : إِنَّ هَذِهِ الصَّلاةَ لا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلامِ النَّاسِ ، إِنَّمَا هُوَ التَّكْبِيرُ وَالتَّسْبِيحُ ، وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ وَالتَّحْمِيْدِ
“Saya shalat bersama Raslullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam lalu ada seseorang yang bersin, maka saya mengatakan ‘Yarhamukallah’. Orang-orang pun memandang ke saya. Saya mengatakan, ‘Aduh, mengapa kalian memandang ke saya?’ Merekapun memukulkan tangan mereka ke paha, maka saya paham bahwa mereka ingin saya diam, dan saya pun diam. Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai shalat, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil saya. Sungguh, –ayah ibu saya adalah tebusan beliau- saya tidak pernah melihat guru yang lebih baik dari beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mengajar. Beliau tidak mengumpat, tidak memaki atau tidak membentak. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Dalam shalat ini tidak boleh ada perbincangan manusia. Shalat adalah takbir, tasbih, membaca al-Qur`an dan tahmid’.” (HR. Muslim, no. 537)
Kedelapan, demikian juga diperbolehkan tasbih bagi laki-laki dan tepuk tangan bagi wanita untuk mengingatkan kekeliruan imam.
مَنْ نَابَهُ شَىْءٌ فِى صَلاَتِهِ فَلْيُسَبِّحْ فَإِنَّهُ إِذَا سَبَّحَ الْتُفِتَ إِلَيْهِ وَإِنَّمَا التَّصْفِيحُ لِلنِّسَاءِ
“Barangsiapa menjadi makmum lalu merasa ada kekeliruan dalam shalat, hendaklah dia membaca tasbih. Karena jika dibacakan tasbih, dia (imam) akan memperhatikannya. Sedangkan tepukan khusus untuk wanita.” (HR. Bukhari no. 7190 dan Muslim no. 421)
Kesembilan, membaca Al Qur’an dengan memegang mushaf. Imam Bukhari membawakan hadits dalam kitab shahihnya,
وَكَانَتْ عَائِشَةُ يَؤُمُّهَا عَبْدُهَا ذَكْوَانُ مِنَ الْمُصْحَفِ
“Aisyah pernah diimami oleh budaknya Dzakwan dan ketika ia membaca langsung dari mushaf.”
Ibnu Nashr mengeluarkan hadits-hadits tentang masalah qiyamul lail (shalat malam) dan Ibnu Abu Daud dalam al Mashahif dari Az Zuhri rahimahullah, ia berkata ketika ditanya mengenai hukum shalat sambil membaca dari mushaf, “Kaum muslimin terus menerus melakukan seperti itu sejak zaman Islam dahulu.” Dalam perkataan lain disebutkan, “Orang-orang terbaik di antara kami biasa membaca Al Quran dari mushaf saat shalat.”
Imam Ahmad berkata, “Tidak mengapa mengimami jamaah dan melihat mushaf langsung ketika itu.” Beliau ditanya, “Bagaimana dengan shalat wajib?” Jawab beliau, “Aku tidak pernah melihat untuk shalat wajib seperti itu.”
Kesepuluh, menghentikan shalat karena untuk membunuh binatang yang membahayakan, atau mengembalikan hewan (kendaraan) yang kabur, atau takut kehilangan barang, atau menahan buang air besar dan kecil, atau karena panggilan salah satu orang tua jika khawatir bahaya. Bahkan wajib menghentikan shalat untuk menolong orang yang dalam bahaya, atau karena akan terjadi bahaya besar pada seseorang, atau kebakaran.
1 comment
greeting from https://walisongo.ac.id/