Oleh: Farid Nu’man Hasan
Masalah takbir zawaaid (tambahan) saat shalat hari raya ada beberapa pendapat ulama:
Pertama: 7 takbir rakaat pertama sudah termasuk takbiratul ihram, dan 5 takbir di rakaat kedua sudah termasuk takbir intiqal (perpindahan) saat bangun ruku’
Inilah pendapat Malikiyah dan Hanabilah, juga pendapat 7 ahli fiqih Madinah, Az Zuhri, dan Al Muzani. (Hasyiyah Al ‘Adawi ‘Alar Risaalah, 1/345, Bidayatul Mujtahid, 1/217, Al Ifshah, 1/116, Al Mughni, 2/380)
Dalil mereka adalah: Dari Amru bin Auf Al Muzani Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَبَّرَ فِي الْعِيدَيْنِ فِي الأُْولَى سَبْعًا قَبْل الْقِرَاءَةِ وَفِي الثَّانِيَةِ خَمْسًا قَبْل الْقِرَاءَةِ
Bahwasanya Nabi ﷺ bertakbir pada shalat dua hari raya, di rakaat pertama 7 kali sebelum membaca Al Quran, dan di rakaat kedua 5 kali sebelum membaca Al Quran. (HR. At Tirmidzi No. 536, Ibnu Majah No. 1277. Imam At Tirmdzi berkata: “Hasan, dan ini hadits paling baik dalam bab ini.” Syaikh Al Albani menshahihkan dalam berbagai kitabnya)
Imam At Tirmidzi berkata: “Aku bertanya kepada Imam Bukhari tentang hadits ini, dia menjawab: “Ini hadits tershahih dalam bab ini, dan dengan hadits inilah aku berpendapat.” (Al Badrul Munir, 5/77)
Imam At Tirmidzi berkata: “Seperti ini jugalah yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa dia shalat di Madinah seperti itu. Inilah amalan penduduk Madinah, pendapat Malik bin Anas, Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq.” (Jaami’ At Tirmidzi, 2/416)
Sebagian ulama mendhaifkan hadits di atas, Imam Ibnul Mulaqin mengatakan bahw jamaah para ulama mengingkari penghasanan Imam At Tirmidiz, sampai-sampai Ibnu Dihyah mentatakan: ini adalah haidts paling buruk yang ada dalam kitabnya (At Tirmidzi), sebab perawinya yaitu Katsir bin Abdillah, adalah tidak halal meriwayatkan darinya dimana para imam mengkritik keras dirinya, dan Imam Asy Syafi’i mengatakan dia adalah tiang di antara tiang-tiang kedustaan. (Khulashah Al Badr Al Munir, 1/235)
Bahkan Imam Ahmad berkata: “Tidak ada satu pun yang shahih dalam masalah ini.” (Ibid)
Apa yang dikatakan Imam Ahmad seolah menjadi jawaban, kenapa begitu banyak pendapat dalam hal ini.
Kedua: 7 takbir rakaat pertama tidak termasuk takbiratul ihram, 5 takbir di rakaat ke dua tidak termasuk takbir intiqal.
Inilah pendapat Syafi’iyah. (Al Majmu’, 5/15, Al Mughni, 2/380-381)
Dalilnya adalah, dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, dia berkata:
كَانَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكَبِّرُ فِي الْعِيدَيْنِ اثْنَتَيْ عَشْرَةَ تَكْبِيرَةً سِوَى تَكْبِيرَةِ الاِفْتِتَاحِ
Dahulu Rasulullah ﷺ bertakbir dalam shalat dua hariraya sebanyak 12 kali, selain takbir pembuka. (HR. Abu Daud, 1/680. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani)
Abu Ja’far Ath Thahawi berkata:
فذهب قوم إلى أن التكبير في صلاة العيدين كذلك واحتجوا في ذلك بهذا الحديث
Sekelompok kaum berpendapat bahwa takbir dalam shalat ‘idain adalah seperti itu, mereka berhujjah denganhadits ini. (Syarh Ma’ani Al Aatsar No. 6744)
Ketiga: 3 takbir di rakaat pertama, dan 3 takbir di rakaat kedua. Inilah pendapat Hanafiyah dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad.
Inilah pendapat Ibnu Mas’ud, Abu Musa Al Asy’ari, Hudzaifah bin Yaman, ‘Uqbah bin ‘Amir, Ibnuz Zubeir, Abu Mas’ud Al Badri, Hasan Al Bashri, Ibnu Sirin, Sufyan Ats Tsauri, penduduk Kufah, dan satu riwayat dari Ibnu Abbas. (Al Binayah, 2/863-864, Bada’i Ash Shana’i, 1/277, Al Ifshah, 1/16, Al Majmu’, 5/20, Bidayatul Mujtahid, 1/217)
Pendapat ini barangkali “asing” bagi kita di Indonesia.
Keempat: 5 takbir di rakaat pertama, dan 4 takbir di rakaat kedua. Inilah pendapat Abdullah bin Mas’ud, yaitu rakaat pertama 5 takbir sebelum membaca Al Quran, dan rakaat kedua MEMBACA AL QURAN lalu takbir 4 kali sudah termasuk takbir ruku’. (Lihat Jaami’ At Tirmidzi, 2/416)
Ini juga pendapat Masruq bin Ajda, seorang tabi’in senior, murid Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu. (Al Mushannaf No. 5746, Ibnu Abi Syaibah)
Pendapat ini juga nampak “asing” apalagi rakaat keduanya, baca Al Quran dulu (Al Fatihah dan Surat) baru kemudian takbir.
Dan masih banyak lagi. Imam Al ‘Ainiy mengatakan bahwa ada 19 pendapat tentang jumlah takbir zawaid saat shalat hari raya.
Menurutnya perbedaan ini kemungkinan disebabkan perbuatan Nabi ﷺ juga berbeda dalam kondisi yang berbeda, lalu setiap sahabat Nabi meriwayatkannya dari Nabi, kemudian para tabi’in meriwayatkannya dari para sahabat. (Al Binayah, 2/867)
Ditambah lagi, perkataan Imam Ahmad bahwa tidak ada satu pun yang shahih dalam masalah takbir ini, sehiingga tidak ada pijakan yang benar-benar unggul dibanding lainnya.
Demikian. Wallahu a’lam