Oleh: Farid Nu’man Hasan
Mendirikan organisasi-organisasi da’wah, untuk saling bekerja sama di atas kebenaran dan kebaikan. Dengan sikap tidak fanatik atas organisasi, sebab itu hanya wadah saja, adalah hal yang disyariatkan.
Dalil-Dalilnya:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali ‘Imran (3): 104)
Berkata Imam Ibnu Katsir rahimahullah:
“Maksud dari ayat ini adalah adanya firqah (kelompok) yang berorientasi dalam urusan ini (dakwah)” (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 2/91)
Ayat lain:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا خُذُوا حِذْرَكُمْ فَانْفِرُوا ثُبَاتٍ أَوِ انْفِرُوا جَمِيعًا
“Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah (ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok (tsubaatin), atau majulah bersama-sama!” (QS. An Nisa’ (4): 71)
Berkata Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma tentang makna tsubaatin :
Saraya mutafarriqin (pasukan yang berbeda-beda). Ini juga tafsir dari Mujahid, ‘Ikrimah, Qatadah, As Sudi, ‘Atha Al Khurasani, Adh Dhahak, Muqatil bin Hayyan, Al Khushaif Al Jazari. ( Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 2/357)
Imam Al Qurthubi rahimahullah mengatakan:
والمعنى : انفروا جماعات متفرقات
“Maknanya: majulah dengan jamaah (kelompok) yang berbeda-beda.”
(Imam Al Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkamil Quran, 5/274)
Dalam Organisasi dakwah memaklumi adanya pemimpin atau tokoh sentral. Hal ini pun masyru’, dan bukan termasuk negara dalam negara.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إذا كان ثلاثة في سفر فليؤمروا أحدهم
“Jika ada tiga orang melakukan perjalanan maka angkatlah salah seorang mereka sebagai pemimpin.” (HR. Abu Daud No. 2608, Shahih. Lihat Shahihul Jami’ No. 763)
Ucapan seperti ini juga ada secara mauquf sebagai ucapan Umar bin Al Khathab. (Imam Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1623, katanya: shahih sesuai syarat syaikhan. Dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah No. 2541)
Wajh Istidlal (sisi pendalilan)nya adalah jika dalam bepergian saja disyariatkan mengangkat seorang pemimpin, maka apalagi dalam hal yang lebih urgen dari itu seperti dakwah dan jihad. Ini diistilahkan dengan Qiyas Aula.
Hal ini diperkuat lagi oleh sirah, bahwa Rasulullah ﷺ pernah mengirim berbagai tim ekspedisi yang berbeda-beda, dan masing-masing memiliki amir (pemimpin) yang mesti ditaati oleh pasukannya.
Dalam sirah nabawiyah kita mengenal ada Sariyah (satuan eskedisi/pleton) Abdullah bin Jahys, Sariyah Hamzah bin Abdul Muthalib, Sariyah ‘Ubaidah bin Al Harits, dan Sariyah Sa’ad bin Abi Waqash.
Dalam kelanjutan sejarah umat Islam, umat ini pun mengenal amirul haj (pemimpin haji), qaidul jaisy (komandan pasukan), dan lain-lain kepemimpinan selain khalifah al ‘uzhma.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah pernah ditanya tentang hal ini, maka jawaban Beliau sangat bagus dan juga nasihatnya. Silahkan diperhatikan:
هل تعتبر قيام جماعات إسلامية في البلدان الإسلامية لاحتضان الشباب وتربيتهم على الإسلام من إيجابيات هذا العصر؟
Apakah berdirinya jamaah-jamaah Islam di negeri-negeri Islam untuk mentarbiyah para pemuda terhadap Islam dapat dianggap sebagai fenomena positif pada zaman ini?
Beliau menjawab:
وجود هذه الجماعات الإسلامية فيه خير للمسلمين , ولكن عليها أن تجتهد في إيضاح الحق مع دليله, وأن لا تتنافر مع بعضها , وأن تجتهد بالتعاون فيما بينها , وأن تحب إحداهما الأخرى , وتنصح لها وتنشر محاسنها , وتحرص على ترك ما يشوش بينها وبين غيرها , ولا مانع أن تكون هناك جماعات إذا كانت تدعو إلى كتاب الله وسنة رسوله صلى الله عليه وسلم .
“Keberadaan jamaah-jamaah Islam itu membawa kebaikan bagi kaum Muslimin. Akan tetapi, hendaknya jamaah-jamaah tersebut bersungguh-sungguh dalam menjelaskan kebenaran beserta dalilnya dan jangan sampai membuat orang lari dari jamaah lainnya. Demikian pula, hendaknya mereka saling tolong-menolong antara jamaah satu dengan jamaah lainnya, saling mencintai saudara-saudaranya dari jamaah lain, memberikan nasihat kepada mereka, menyebarkan kebaikan-kebaikan mereka, dan meninggalkan perkara-perkara yang dapat merusak hubungan antara satu jamaah dengan jamaah lain. Tidak ada larangan atas keberadaan jamaah-jamaah apabila mereka mengajak kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (Majmu’ Fatawa Ibn Baaz, 5/272)
Demikian. Wa Shalallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam