Shibghah dan Perubahan Total
La Ilaha Illallah
Makna kalimat syahadat ‘La Ilaha illallah’ (tiada Ilah selain Allah) adalah ‘La Ma’buda Illallah’ (tidak ada sesembahan [yang hak] kecuali Allah). Oleh karena itu tuntutan dari kalimat syahadat ‘La Ilaha illallah’ ini adalah al-ikhlash, yakni memurnikan peribadatan hanya kepada Allah Ta’ala semata.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah, 98: 5)
Muhammadur Rasulullah
Sedangkan makna kalimat syahadat ‘Muhammadur Rasulullah’ adalah pengakuan Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Rasul yang wajib dijadikan uswatun hasanah (suri tauladan yang baik) dalam kehidupan.
Allah Ta’ala berfirman,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab, 33: 21)
Oleh karena itu tuntutan dari kalimat syahadat ‘Muhammadur Rasulullah’ ini adalah al-ittiba’ (mengikuti) kepada sunnahnya.
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran, 3: 31)
Al-Mahabbah dan Ar-Ridha
Salah satu pembuktian ucapan syahadatain ini adalah al-mahabbah (kecintaan) kepada Allah dan Rasul-Nya di atas segalanya.
Perhatikanlah firman Allah Ta’ala berikut ini,
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
“Katakanlah: ‘Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan Nya’. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah, 9: 24)
Kemudian hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللهُ وَرَسُولُهُ أحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سَوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إلاَّ لِلهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Tiga sifat yang jika ada pada diri seseorang, ia akan meraih manisnya iman: (1) Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, (2) Ia mencintai seseorang, tidaklah mencintainya melainkan karena Allah, (3) Ia membenci kembali kepada kekafiran –setelah Allah menyelamatkannya darinya– sebagaimana ia benci apabila dilempar ke dalam api.” (HR. Bukhari)
Ucapan syahadatain juga dibuktikan dengan ar-ridha (kerelaan dan penerimaan) kepada Allah dan Rasul-Nya. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ذَاقَ طَعْمَ الْإِيمَانِ مَنْ رَضِيَ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا
“Akan merasakan kelezatan iman, orang yang ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai Rasul” (HR Muslim).
As-Shibghah
Dengan kata lain, seseorang dapat disebut telah ber-syahadatain dengan sebenarnya apabila dirinya telah men-shibghah –mencelup, mewarnai, dan mencetak- dirinya dengan shibghatullah –celupan, warna, dan cetakan- Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman,
صِبْغَةَ اللَّهِ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ صِبْغَةً وَنَحْنُ لَهُ عَابِدُونَ
“Shibghah (celupan) Allah, dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah.” (QS. Al-Baqarah, 2: 138)
Adh-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, bahwa shibghatallah yaitu “Agama Allah”. Hal senada diriwayatkan dari Mujahid, Abul ‘Aliyah, ‘Ikrimah, Ibrahim, al-Hasan al-Bashri, Qatadah, ‘Abdullah bin Katsir, ‘Athiyah al-‘Aufi, Rabi’ bin Anas, as-Suddi, dan lain-lain.
Al-Alamah (tanda-tanda) As-Shibghah
Tanda-tanda telah ter-shibghah-nya seseorang dengan shibghatullah adalah munculnya as-syakhsiyatul Islamiyah (kepribadian Islam) dalam dirinya, ditandai dengan terwarnainya al-i’tiqad (keyakinan/aqidah), al-fikrah (pemikiran), as-syu’ur (perasaan), dan as-suluk (sikap)-nya dengan warna agama Allah, serta terjadi al-inqilab (perubahan total) dalam dirinya yang bersifat kokoh, teguh, dan berkelanjutan (al-qimah).
عَنْ أَبِي عَمْرو، وَقِيْلَ : أَبِي عَمْرَةَ سُفْيَانُ بْنِ عَبْدِ اللهِ الثَّقَفِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ قُلْ لِي فِي اْلإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَداً غَيْرَكَ . قَالَ : قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ
Dari Abu Amr, -ada juga yang mengatakan- Abu ‘Amrah, Sufyan bin Abdillah Ats-Tsaqofi radhiallahu anhu dia berkata, saya berkata, “Wahai Rasulullah, katakan kepada saya tentang Islam sebuah perkataan yang tidak saya tanyakan kepada seorangpun selainmu”. Beliau bersabda, “Katakanlah, saya beriman kepada Allah, kemudian berpegang teguhlah (istiqomah-lah)”. (HR. Muslim)
Wallahu A’lam.