Secara etimologis, kata Islam berasal dari kata salima yang artinya selamat, sentosa dan damai. Dari kata tersebut terbentuklah beberapa kata berikut ini,
Pertama, aslama, artinya tunduk dan menyerah. Kata ini disebutkan diantaranya dalam firman Allah Ta’ala Surat An-Nisa ayat 125,
وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang menundukkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.”
Kata ini juga disebutkan dalam firman Allah Ta’ala Surat Ali Imran ayat 83,
أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ
“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan Hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.”
Dengan makna tersebut berarti Islam adalah agama yang mengajarkan penyerahan diri kepada Allah, tunduk dan taat kepada hukum Allah tanpa tawar menawar.
Kedua, istaslama, artinya pasrah dan menyerah. Kata ini disebutkan dalam surat As-Shafat, ayat 26,
بَلْ هُمُ ٱلْيَوْمَ مُسْتَسْلِمُونَ
“Bahkan mereka pada hari itu menyerah diri.”
Dengan makna tersebut Islam berarti penyerahan seluruh jiwa dan raga serta harta atau apapun yang dimiliki hanya kepada Allah Ta’ala.
Ketiga, salaamun, artinya selamat dan sejahtera. Kata ini disebutkan dalam firman Allah Ta’ala surat Al-An’am ayat 54,
وَإِذَا جَاءَكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِنَا فَقُلْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ
“Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami itu datang kepadamu, maka katakanlah: ‘Salaamun alaikum (semoga keselamatan/kesejahteraan tercurah padamu)’…”
Dengan makna tersebut Islam berarti aturan hidup yang dapat menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat.
Keempat, saliimun, artinya bersih, sehat, dan suci. kata ini disebutkan dalam firman Allah Ta’ala surat As-Syu’ara ayat 89,
إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
”Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”
Makna tersebut menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yang suci dan bersih, yang mendorong para pemeluknya untuk memiliki kebersihan dan kesucian jiwa yang dapat mengantarkannya pada kebahagiaan hakiki, baik di dunia maupun di akhirat.
Kelima, sullamun, artinya tangga. Kata ini disebutkan diantaranya dalam firman Allah Ta’ala Surat At-Thur ayat 38,
أَمْ لَهُمْ سُلَّمٌ يَسْتَمِعُونَ فِيهِ فَلْيَأْتِ مُسْتَمِعُهُمْ بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ
“Ataukah mereka mempunyai tangga (ke langit) untuk mendengarkan pada tangga itu (hal-hal yang gaib)? Maka hendaklah orang yang mendengarkan di antara mereka mendatangkan suatu keterangan yang nyata.”
Dengan arti tersebut, Islam berarti agama yang memuat peraturan yang dapat mengangkat derajat kemanusiaan manusia dan mengantarkannya kepada kehidupan yang bahagia dan sejahtera di dunia dan akhirat.
Sedangkan secara terminologi, penyebutan kata Islam (ithlaqu kalimatil Islam) menunjukkan kepada makna bahwa Islam adalah:
“Ketundukan kepada wahyu Ilahi yakni agama para nabi dan rasul untuk dijadikan pedoman kehidupan; ketundukan kepada hukum Allah di dalam kitab dan sunnah rasul-Nya yang membimbing manusia ke jalan yang lurus, menuju ke kebahagiaan dunia dan akhirat.”
Pengertian secara istilah di atas memuat beberapa point penting yang dapat menghantarkan kita kepada makna Islam secara utuh:
Pertama, bahwa Islam adalah al-wahyul Ilahiy; agama yang berisi panduan bagi umat manusia yang berasal dari wahyu Allah Ta’ala. Hal ini ditegaskan oleh firman-Nya,
وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
”Kami tiada mengutus Rasul-Rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang-laki-laki yang kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.” (QS. Al-Anbiya’, 21: 7).
Kedua, bahwa Islam adalah dinul anbiya-i wal mursalin, yakni ajaran yang dibawa oleh para nabi dan rasul. Tidak ada seorang pun diantara mereka yang diutus oleh Allah Ta’ala kecuali membawa risalah Islam, yakni ajakan menyembah hanya kepada-Nya dan menjauhi thaqhut, yakni sesembahan-sesembahan selain Allah.
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
”Dan sesungguhnya kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu’…” (QS. An-Nahl, 16: 36)
Ketiga, bahwa Islam adalah minhajul hayah (pedoman hidup manusia). Ia adalah ajaran yang sempurna yang diridhai Allah Ta’ala.
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah, 5: 3).
Keempat, bahwa Islam adalah ahkamullahi fi kitabihi wa sunnati rasulihi; undang-undang Allah yang ada di dalam Kitab dan Sunnah Rasul-Nya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
“Dan kami telah turunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat di antara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.”
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.”
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah: 48-50).
Kelima, bahwa Islam adalah as-shirathal mustaqim, jalan lurus yang menghantarkan manusia kepada Allah Ta’ala. Sementara jalan-jalan yang lain hanya akan mengarahkan manusia kepada kesesatan.
Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
”Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalannya; yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An’am, 6: 153).
Maka kita harus berkomitmen kepada jalan Islam ini. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan kita dengan sabdanya,
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَتَتْبَعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
“Dari Abu Said Al-Khudry, bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Sungguh kalian akan mengikuti sunnah (ajaran/jalan) hidup orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sehingga meskipun mereka masuk ke lubang biawak kalian akan tetap mengikutinya.’ Kami (sahabat) bertanya: ‘Wahai Rasulullah apakah yang kau maksud (mereka yang diikuti) itu Yahudi dan Nasrani’ Nabi menjawab: ‘Ya, siapa lagi!’” (H.R. Bukhari)
1 comment
Setiap Bayi di lahirkan dalam keadaan FITRAH/ISLAM. Kemudian KEDUA ORANG TUA-NYA YANG MENJADIKAN NYA SEORANG YAHUDI, NASRANI ATAU MAJUSI. ( H.R al Bukhari)