Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baaz rahimahullah
Beliau ditanya tentang rambu-rambu mengingkari kesalahan pemimpin, jawabannya:
الجواب: الأصل أن المُنكِر يتحرى ما هو الأصلح والأقرب إلى النجاح، فقد ينجح في مسألة مع أمير ولا ينجح مع الأمير الثاني، فالمسلم الناصح يتحرى الأمور التي يرجو فيها النجاح، فإذا كان جهره بالنصيحة في موضع يفوت الأمر فيه، مثل قصة أبي سعيد، والرجل الذي أنكر على مروان إخراج المنبر، وتقديم الصلاة، فهذا لا بأس؛ لأنه يفوت، أما إذا كان الإنكار على أمور واقعة، ويخشى أنه إن أنكر لا يقبل منه أو تكون العاقبة سيئة، فيفعل ما هو الأصلح ……
“……. Seandainya menasihati secara terang-terangan dalam perkara yang dia (pempimpin) abaikan, seperti dalam kisah Abu Said dan laki-laki yang mengingkari Marwan saat dia keluar ke mimbar dan mendahulukan shalat, maka INI TIDAK APA-APA, karena dia telah terlewat hal itu. Ada pun jika mengingkari dalam urusan yang riil terjadi dan dia khawatir jika diingkar dia (pemimpin) tidak menerimanya atau khawatir terjadi hal yang buruk, maka lakukanlah yang lebih bermaslahat ….”
Selengkapnya LIHAT: https://audio.islamweb.net/audio/index.php/index.php?page=FullContent&full=1&audioid=113613
Syaikh Muhammad Naahiruddin Al Albani rahimahullah
Beliau di tanya tentang menasihati pemimpin secara terang-terangan, saat membahas hadits Abu Said Al Khudri, beliau berkata:
إذا خالف الحاكم الشريعة علنا, فالإنكار عليه علنا لا مخالفة للشرع في ذلك
“Jika seorang pemimpin menyelisihi syariat secara terang-terangan, maka dia diingkari dengan cara terang-terangan pula, dan hal itu tidak bertentangan dengan syariat.”
Lihat: https://youtu.be/gy_DRXwmpSc (detik ke 38 sd 39)
Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah
Beliau ditanya tentang manhaj salaf dalam menasihati pemimpin:
…. فإذا رأينا أن الإنكار علناً يزول به المنكر ويحصل به الخير فلننكر علناً، وإذا رأينا أن الإنكار علناً لا يزول به الشر، ولا يحصل به الخير بل يزداد ضغط الولاة على المنكرين وأهل الخير، فإن الخير أن ننكر سراً، وبهذا تجتمع الأدلة، فتكون الأدلة الدالة على أن الإنكار يكون علناً فيما إذا كنا نتوقع فيه المصلحة، وهي حصول الخير وزوال الشر، والنصوص الدالة على أن الإنكار يكون سراً فيما إذا كان إعلان الإنكار يزداد به الشر ولا يحصل به الخير. وأقول لكم: إنه لم يضل من ضل من هذه الأمة إلا بسبب أنهم يأخذون بجانب من النصوص ويدعون جانباً، سواء كان في العقيدة أو في معاملة الحكام أو في معاملة الناس، أو في غير ذلك
“….Jika kita melihat bahwa mengingkari secara terang-terangan bisa menghilangkan kemungkaran dan melahirkan kebaikan MAKA INGKARILAH SECARA TERANG-TERANGAN. Dan, jika kita melihat bahwa mengingkari secara terang-terangan tidak menghilangkan keburukan, tidak pula menghasilkan kebaikan, bahkan menambah tekanan dari penguasa terhadap para pengingkar dan orang-orang baik, MAKA LEBIH BAIK ADALAH MENGINGKARINYA DIAM-DIAM. Inilah kompromi berbagai dalil-dalil yang ada.
Dalil-dalil menunjukkan bahwa mengingkari secara terang-terangan itu dilakukan selama kita mendapatkan maslahat, dan menghasilkan kebaikan serta menghilangkan keburukan. Nash-nash juga menunjukkan bahwa mengingkari itu dilakukan secara diam-diam jika dilakukan terang-terangan justru menambah keburukan dan tidak menghasilkan kebaikan.
Aku katakan kepada kalian: “Kesesatan yang terjadi pada umat ini tidaklah terjadi, kecuali karena mereka mengambil sebagian dalil saja, sama saja apakah itu dalam urusan aqidah, atau muamalah terhadap penguasa, atau muamalah kepada manusia, atau hal lainnya….” (Liqo Baab Al Maftuuh no. 62)
Kenyataannya, kebolehan menasihati pemimpin secara terbuka adalah pendapat para sahabat nabi, Imam Ibnu Baththal Rahimahullah mengutip dari Imam Ibnu Jarir ath Thabari saat membahas hadits “Jihad paling utama adalah mengutarakan kebenaran kepada penguasa zalim”:
الواجبُ على من رأى منكرًا من ذى سلطان أن ينكره علانيةً وكيف أمكنه، روى ذلك عن عمر بن الخطاب وأبىّ بن كعب، واحتجوا بقوله – صلى الله عليه وسلم – : « من رأى منكم منكرًا فليغيره بيده، فإن لم يستطيع فبلسانه، فإن لم يستطيع فبقلبه، وذلك أضعف الإيمان » وبقوله: « إذا هابت أمتى أن تقول للظالم: يا ظالم، فقد تودع منهم » .
Wajib bagi yang melihat kemungkaran dan dia punya kekuatan/kemampuan untuk mengingkarinya terang-terangan sebisa mungkin. Hal ini diriwayatkan dari UMAR BIN KHATHAB, dan UBAY BIN KA’AB. Mereka beralasan hadits: “Siapa di antara kamu yang melihat kemungkaran …dst” (Imam Ibnu Baththal, Syarh Shahih Al Bukhari, 19/62)
Farid Nu’man Hasan