Fase dan Periodisasi Sejarah Madzhab
Pertama, fase kemunculan dan pembentukan (110 H – 300 H)
Fase ini dimulai sejak Imam Malik rahimahullah menjabat sebagai mufti dan orang-orang menyerahkan kepadanya posisi imam pada tahun 110 H, dan selesai dengan berakhirnya abad ketiga.
Fase ini dihiasi dengan kejeniusan sekelompok murid Imam Malik dan murid-murid mereka, diantaranya adalah: Al-Qadhi Ismail bin Ishaq (wafat 282 H), pengarang kitab Al-Mabsuth, buku terakhir yang terbit pada fase ini.
Keunggulan pada fase ini adalah adanya kumpulan riwayat dan perkataan yang didengar dari Imam Malik, kemudian disusun dan dibukukan dalam karangan yang terpercaya, dan diberi tambahan yang berupa ijtihad dan takhrij dari murid-murid Imam Malik.
Diantara kitab yang ditulis pada fase ini adalah empat buku induk, yaitu: Al-Mudawwamah, Al-Wadhihah, Al-Utbiyyah, dan Al-Mawwaziyyah.
Kedua, fase perkembangan (301 H – 600 H)
Fase ini diawali kurang lebih sejak permulaan abad keempat hijriyah, dan berakhir dengan berakhirnya abad keenam dan permulaan abad ketujuh, atau dengan wafatnya Ibnu Syas (wafat 610 H atau 616 H); orang keempat yang dijadikan rujukan oleh Khalil Ishaq, pengarang kitab Mukhtashar yang paling terkenal dalam fiqih Maliki.
Fase ini memiliki ciri khas berupa munculnya kecenderungan untuk melakukan telaah, koreksi, pemilahan, ringkasan dan perluasan.Demikian juga tarjih atas perkataan, simat dan riwayat yang terdapat dalam kitab-kitab pada fase sebelumnya, sehingga menjadi semacam pemilahan dan penyaringan atas apa yang telah dicapai pada fase pengumpulan dan penyusunan.
Diantara karangan ringkasan yang termasyhur pada fase ini adalah: At-Tafri, karangan Ibnu Al-Jalab (wafat 378 H); Tahdzibul Mudawwamah, karangan Al-Baradzi’i (wafat 438 H).
Ketiga, fase kemampanan (601 H – sekarang)
Fase ini dimulai sekitar abad ketujuh hijriyah, atau dengan munculnya kitab Mukhtashar karangan Ibnu Al-Hajib Al-Far’i yang dikenal dengan Jami’ul Ummahat, dan berlangsung hingga sekarang.
Fase ini adalah fase ulasan, ringkasan, catatan, dan pemberian komentar, dan ia adalah tanda yang biasanya muncul ketika ulama madzhab sampai pada keyakinan bahwa ijtihad-ijtihad ulama terdahulu tak meninggalkan ruang untuk melakukan ijtihad lagi; kecuali hanya berupa memilih, meringkas , dan mensyarah.
Pada fase ini terjadi pencampuran/asimilasi antara berbagai pendapat dalam madrasah Maliki, kemudian menyatu dalam satu cawan yang melahirkan berbagai kitab fiqih yang merepresentasikan pendapat madzhab tanpa memandang afiliasi lembaga; sehingga berbagai pendapat saling bertemu dan akhirnya perbedaan yang menagakar pun melemah kecuali perbedaan yang datang dari ijtihad pribadi yang biasa muncul di kalangan ulama walaupun berada dalam satu madrasah.[1]
[1] Lihat: Isthilah al-Madzhab, hal. 378 – 384.