Mengusap Al-Khuf
Mengusap sepatu dalam berwudhu ditetapkan berdasarkan As Sunnah yang shahih. Hal ini disepakati oleh empat imam madzhab dan mayoritas ulama lain. Di antara hadits yang membahas hal ini adalah hadits Al Mughirah bin Syu’bah ra berkata, “Saya pernah bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang sedang berwudhu, kemudian segera aku hendak melepas sepatunya. Beliau bersabda,
دَعْهُمَا ، فَإِنِّى أَدْخَلْتُهُمَا طَاهِرَتَيْنِ »
“Biarkan keduanya (tetap kukenakan). Karena aku telah memakai keduanya dalam keadaan bersuci sebelumnya.” Kemudian ia mengusapnya (Hadits Muttafaq alaih).
Hadits Jabir bin Abdullah Al Bajali ra bahwasannya ia kencing kemudian berwudhu dan mengusap sepatunya. Ada yang bertanya kepadanya, “Kamu lakukan ini?” Ia menjawab: “Ya. Aku menyaksikan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam buang air kecil, kemudian wudhu dan mengusap sepatunya”.
Hukumnya:
Syarat diperbolehkan mengusap sepatu dalam berwudhu adalah:
- Memakainya dalam keadaan suci, seperti yang disebutkan dalam hadits Al-Mughirah di atas.
- Kedua sepatu itu dalam keadaan suci, sebab jika ada najisnya maka tidak sah shalatnya.
- Menutup sampai ke mata kaki, demikianlah sepatu yang dikenakan dan diusap Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Namun ketentuan ini dianggap lemah oleh Ibnu Taimiyah.
Yang membatalkannya:
- Habisnya masa pengusapan (kecuali menurut Malikiyah yang tidak menghitung batas pengusapan).
Mengenai batas masa pengusapan dijelaskan dalam hadits dari Shafwan bin ‘Assal, ia berkata,
فَأَمَرَنَا أَنْ نَمْسَحَ عَلَى الْخُفَّيْنِ إِذَا نَحْنُ أَدْخَلْنَاهُمَا عَلَى طُهْرٍ ثَلاَثاً إِذَا سَافَرْنَا وَيَوْماً وَلَيْلَةً إِذَا أَقَمْنَا وَلاَ نَخْلَعَهُمَا مِنْ غَائِطٍ وَلاَ بَوْلٍ وَلاَ نَوْمٍ وَلاَ نَخْلَعَهُمَا إِلاَّ مِنْ جَنَابَةٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kami untuk mengusap khuf yang telah kami kenakan dalam keadaan kami suci sebelumnya. Jangka waktu mengusapnya adalah tiga hari tiga malam jika kami bersafar dan sehari semalam jika kami mukim. Dan kami tidak perlu melepasnya ketika kami buang hajat dan buang air kecil (kencing). Kami tidak mencopotnya selain ketika dalam kondisi junub.” (HR. Ahmad 4/239)
- Melepas salah satu sepatu atau keduanya.
- Wajib mandi karena junub atau sejenisnya. Seperti disebutkan dalam hadits Shafwan bin Assal di atas.
- Semua yang membatalkan wudhu.
Tempat Pengusapan adalah bagian atas sepatu tanpa ada pembatasan. Seperti dalam hadits Al Mughirah bin Syu’bah di atas, “Aku melihat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas sepatunya”.
Juga disebutkan dalam hadits ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu,
لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْىِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلاَهُ وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ.
“Seandainya agama itu dengan logika semata, maka tentu bagian bawah khuf lebih pantas untuk diusap daripada bagian atasnya. Namun sungguh aku sendiri telah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas khufnya.” (HR. Abu Daud No. 162)
Mengusap Al-Jaurab
Hukum mengusap Al-Jaurab (kaos kaki) ditetapkan dalam As Sunnah. Diantaranya adalah Hadits Al Mughirah bin Syu’bah,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ وَمَسَحَ عَلَى الْجَوْرَبَيْنِ وَالنَّعْلَيْنِ
“Sesungguhnya Rasulullah berwudhu` dan mengusap dua kaos kaki dan sandalnya”. (HR Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, dan At Tirmidzi yang mengatakan hadits ini hasan shahih).
Hukum pembolehan mengusap kaos kaki diriwayatkan oleh banyak sahabat, diantaranya adalah: Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, Anas bin Malik, Ammar bin Yasir, Bilal, Al Barra’ bin Azib, Abu Umamah, Sahl bin Sa’d, Amr bin Huraits dan Sa’d bin Abi Waqas.
Madzhab Hanafi dan Hanbali memperbolehkannya. Sedang madzhab Syafi’iy memperbolehkannya dengan syarat kaos kaki itu dapat dipakai untuk berjalan.
Kebolehan mengusap kaos kaki ini hukum-hukumnya seperti yang ada pada hukum mengusap sepatu.
Mengusap Al Jabirah
Al jabirah adalah pembalut tubuh yang terluka. Jika membasuh organ tubuh yang sakit dalam wudhu membahayakan atau sakit, atau terhalang oleh pembalut luka itu, maka pembasuhan itu diganti dengan pengusapan di atas pembalut itu. Hal ini berdasarkan hadits Tsauban ra berkata,
بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَرِيَّةً فَأَصَابَهُمْ الْبَرْدُ ، فَلَمَّا قَدِمُوا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَكَوْا إِلَيْهِ مَا أَصَابَهُمْ مِنَ الْبَرْدِ ، ” فَأَمَرَهُمْ أَنْ يَمْسَحُوا عَلَى الْعَصَائِبِ وَالتَّسَاخِينِ
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengutus satu pasukan sariyah (ekspedisi perang) lalu mereka menghadapi musim dingin. Maka ketika mereka bertemu Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, mereka mengadukan dingin yang menimpanya, dan Rasulullah menyuruhnya mengusap pembalut lukanya dan sepatunya.” (HR Ahmad, Abu Daud, dan Al Hakim dalam Al Mustadrak, sesuai dengan persyaratan Imam Muslim, dan disetujui oleh Adz Dzhabiy)