A. Urgensi Pernikahan dalam Islam
Menumbuhkan Sakinah
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum, 30: 21)
Melestarikan kehidupan manusia
تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ الْأُمَمَ
“Menikahlah dengan wanita yang penyayang dan subur, karena saya membanggakan banyaknya kalian pada seluruh umat.” (HR. Abu Daud dan An-Nasai)
Menumbuhkan Naluri Kebapaan dan Keibuan
Naluri kebapaan dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi dalam suasana kehadiran anak-anak. Tumbuh pula cinta dan kasih sayang yang menyempurnakan kemanusiaan seseorang.
Menumbuhkan mas’uliyah (tanggung jawab)
Pernikahan membuat seorang laki-laki rajin dan bersungguh-sungguh dalam memperkuat kreativitas. Ia akan lebih cekatan bekerja, berupaya mencari ma’isyah dan memperbesar jumlah kekayaan dan produksi.
Membagi tugas
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan akan diminta pertanggungjawaban tentang apa yang dipimpinnya. Seorang Imam adalah pemimpin dan akan diminta pertanggugjawaban tentang orang-orang yang dipimpinnya; seorang laki-laki adalah pemimpin keluarganya, dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang (keluarga) yang dipimpinnya; seorang perempuan adalah pemimpin dalam urusan rumah suaminya, dan akan diminta pertanggungjawaban tentang (urusan rumah) yang dipimpinnya; seorang pembantu adalah pemimpin dalam mengurus harta tuannya, dan akan diminta pertanggungjawaban tentang (harta) yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari)
Memperluas ikatan kekeluargaan
Pernikahan memperluas ikatan kekeluargaan, memperteguh rasa kasih sayang dan hubungan kemasyarakatan sehingga menjadi masyarakat yang kuat.
B. Pernikahan Syar’i
Memilih pasangan
Utamakanlah karena agamanya
تُنْكَحُ الْمَرْأةُ لاَرْبَعٍ: لَمَالِهَا، وَلِحَسَبِهَا، وَلِجَمَاِلهَا، وَلِدْينِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Pilihlah karena agama, agar kamu tidak celaka.” (HR Bukhari dan Muslim)
Seseorang bertanya kepada Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhu:
“Saya punya seorang anak perempuan. Siapakah kiranya yang patut jadi suaminya menurut Anda?” Jawabnya: “Seorang laki-laki yang takwa kepada Allah. Sebab jika ia senang, ia akan menghormatinya, dan jika sedang marah, ia tak suka berbuat zalim kepadanya.”
خَيْرُ النِّسَاءِ امْرَأَةٌ إِذَا نَظَرْتَ إِلَيْهَا سَرَّتْكَ وَإِذَا أَمَرْتَهَا أَطَاعَتْكَ وَإِذَا غِبْتَ عَنْهَا حَفِظَتْكَ فِي نَفْسِهَا وَمَالِكَ
“Sebaik-baik istri adalah yang apabila kamu pandangi menyenangkan hatimu. Bila kamu perintah, dia mentaatimu. Bila kamu sedang tidak ada, dia menjaga dirinya untukmu dan juga menjaga hartamu”. (HR. Al-Hakim)
Memilih yang mampu memberi keturunan
تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ الْأُمَمَ
“Menikahlah dengan wanita yang penyayang dan subur, karena saya membanggakan banyaknya kalian pada seluruh umat.” (HR. Abu Daud dan An-Nasai)
Syaikh Sayyid Sabiq rahimahullah berkata, “Juga patut diperhatikan tentang perbedaan umur, kedudukan sosial, pendidikan, dan keadaan ekonomi antara suami istri. Jika perbedaan-perbedaan dalam soal-soal di atas relatif kecil, maka hal itu akan bisa menolong kelanggengan hidup berumah tangga dan kasih sayang.”
Nazhor (melihat calon pasangan)
Disunnahkan bagi seorang lelaki yang akan menikahi seorang perempuan agar melihat terlebih dahulu calon pasangannya.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، أَنَّ الْمُغِيرَةَ بْنَ شُعْبَةَ أَرَادَ أَنْ يَتَزَوَّجَ امْرَأَةً، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «اذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا، فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا»
Dari Anas bin Malik zsesungguhnya al Mughirah bin Syu’bah akan meminang seorang wanita. Maka Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda kepadanya: “Lihatlah dia, karena akan lebih mendekatkan di antara kalian berdua”. (HR. Ibnu Majah dan yang lainnya)
Nazhor hendaknya dilakukan sebelum khitbah
Al-Imam Al-Baghawi rahimahullah berkata, “Dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Al-Mughirah radhiyallahu ‘anhu: “Apakah engkau telah melihat wanita yang kau pinang tersebut?” ada dalil bahwa sunnah hukumnya ia melihat si wanita sebelum khitbah (pelamaran), sehingga tidak memberatkan si wanita bila ternyata ia membatalkan khitbahnya karena setelah nazhor ternyata ia tidak menyenangi si wanita.” (Syarhus Sunnah, 9/18)
Bila nazhor dilakukan setelah khitbah, bisa jadi dengan khitbah tersebut si wanita merasa si lelaki pasti akan menikahinya. Padahal mungkin ketika si lelaki melihatnya ternyata tidak menarik hatinya lalu membatalkan lamarannya, hingga akhirnya si wanita kecewa dan sakit hati. (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 9/214)
Sahabat Muhammad bin Maslamah radhiyallahun ‘anhu berkata, “Aku meminang seorang wanita, maka aku bersembunyi untuk mengintainya hingga aku dapat melihatnya di sebuah pohon kurmanya.”
Maka ada yang bertanya kepada Muhammad, “Apakah engkau melakukan hal seperti ini padahal engkau adalah sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Kata Muhammad, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا أَلْقَى اللهُ فيِ قَلْبِ امْرِئٍ خِطْبَةَ امْرَأَةٍ، فَلاَ بَأْسَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهَا
“Apabila Allah melemparkan di hati seorang lelaki (niat) untuk meminang seorang wanita maka tidak apa-apa baginya melihat wanita tersebut.” (HR. Ibnu Majah)
Dalil nazhar tanpa sepengetahuan calon pasangan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً، فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهَا إِذَا كَانَ إِنَّمَا يَنْظُرُ إِلَيْهَا لِخِطْبَتِهِ، وَإِنْ كَانَتْ لاَ تَعْلَمُ
“Apabila seorang dari kalian ingin meminang seorang wanita, maka tidak ada dosa baginya melihat si wanita apabila memang tujuan melihatnya untuk meminangnya, walaupun si wanita tidak mengetahui (bahwa dirinya sedang dilihat).” (HR. Ath-Thahawi, Ahmad 5/424 dan Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jamul Ausath 1/52/1/898, dengan sanad yang shahih, lihat: Ash-Shahihah, 1/200)
Nazhar tidak boleh dilakukan sambil berdua-duaan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
“Sekali-kali tidak boleh seorang laki-laki bersepi-sepi dengan seorang wanita kecuali wanita itu bersama mahramnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Khitbah (meminang)
Seorang lelaki yang telah berketetapan hati untuk menikahi seorang wanita, hendaknya meminang wanita tersebut kepada walinya.
Apabila seorang lelaki mengetahui wanita yang hendak dipinangnya telah terlebih dahulu dipinang oleh lelaki lain dan pinangan itu diterima, maka haram baginya meminang wanita tersebut. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
لاَ يَخْطُبُ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ حَتَّى يَنْكِحَ أَوْ يَتْرُكَ
“Tidak boleh seseorang meminang wanita yang telah dipinang oleh saudaranya hingga saudaranya itu menikahi si wanita atau me-ninggalkannya (membatalkan pinangan-nya).” (HR. Al-Bukhari)
Adapun peran wali dalam khitbah diantaranya:
Pertama, memilihkan suami yang shalih dan bertakwa
Bila yang datang kepadanya lelaki yang shalih dan bertakwa dan si wanita yang di bawah perwaliannya juga menyetujui maka hendaknya ia menikahkannya karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيْضٌ
“Apabila datang kepada kalian (para wali) seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya (untuk meminang wanita kalian) maka hendaknya kalian menikahkan orang tersebut dengan wanita kalian. Bila kalian tidak melakukannya niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. At-Tirmidzi)
Kedua, meminta pendapat putrinya/wanita yang di bawah perwaliannya dan tidak boleh memaksanya.
Persetujuan seorang gadis adalah dengan diamnya karena biasanya ia malu. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata menyampaikan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لاَ تُنْكَحُ الْأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ وَلاَ تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ. قَالُوا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، كَيْفَ إِذْنُهَا؟ قَالَ: أَنْ تَسْكُتَ
“Tidak boleh seorang janda dinikahkan hingga ia diajak musyawarah/dimintai pendapat dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan sampai dimintai izinnya.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah! Bagaimana izinnya seorang gadis?” “Izinnya dengan ia diam,” jawab beliau. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Akad Nikah
Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang melangsungkan pernikahan dalam bentuk ijab dan qabul.
Ijab adalah penyerahan dari pihak pertama, sedangkan qabul adalah penerimaan dari pihak kedua. Ijab dari pihak wali si perempuan dengan ucapannya, misalnya: “Saya nikahkan anak saya yang bernama si A kepadamu dengan mahar sebuah kitab Riyadhus Shalihin.”
Qabul adalah penerimaan dari pihak suami dengan ucapannya, misalnya: “Saya terima nikahnya anak Bapak yang bernama si A dengan mahar sebuah kitab Riyadhus Shalihin.”
Saat akad nikah, Islam memerintahkan agar seorang lelaki memberikan mahar. Berikut ini sekelumit pembahasan tentang mahar:
Mahar hukumnya wajib
Allah Ta’ala berfirman:
وَآتُواْ النَّسَاء صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَّرِيئًا
“Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.” (Q.S. An-Nisa’, 4: 4)
Imam Al Qurthubi rahimahullah berkata:
هذه الآية تدل على وجوب الصداق للمرأة وهو مجمع عليه ولا خلاف فيه
“Ayat ini menunjukkan wajibnya memberikan mahar untuk wanita dan ini telah ijma’ (konsensus) para ulama, dan tidak ada perbedaan pendapat tentang ini.” (Tafsir Al Qurthubi, 5/24)
Namun, mahar tidak termasuk rukun atau pun syarat sahnya nikah
Jadi, tetap sah pernikahannya tanpa mahar, namun dia (laki-laki) meninggalkan kewajiban dan berdosa karenanya. Tertulis dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah:
والمهر ليس شرطاً في عقد الزواج ولا ركنا عند جمهور الفقهاء، وإنما هو أثر من آثاره المترتبة عليه، فإذا تم العقد بدون ذكر مهر صح باتفاق الجمهور
“Mahar itu bukanlah syarat dan rukun dalam pernikahan menurut mayoritas ahli fiqih. Itu hanyalah konsekuensi dari akad itu sendiri. Jika akad nikah sudah sempurna tanpa menyebut mahar, maka itu SAH menurut mayoritas ulama.” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 24/64)
Nilai mahar
Apapun yang memiliki harga, sah menjadi mahar baik sedikit atau banyak. Nabi ﷺ bersabda:
خير الصداق أيسره
“Mahar terbaik adalah yang paling mudah.” (H.R. Al Hakim dan Al Baihaqi)
Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid mengatakan:
ولم يحدد الشرع المهر بمقدار معين لا يزاد عليه . ومع ذلك فقد رَغَّب الشرع في تخفيف المهر وتيسيره
“Tidak ada batasan syariat tentang ukuran mahar secara spesifik. Bersamaan dengan itu, syariat menganjurkan untuk yang ringan dan mudah dalam mahar.” (Al Islam Su’aal wa Jawaab, no. 10525)
Hanya saja para ulama berselisih tentang mahar dengan hafalan Al Qur’an semata, kebanyakan menyatakan tidak boleh, kecuali dibarengi oleh mahar yang lain.
Walimatul ‘Ursy
Definisi walimah
هي كل طعام يتخذ لسرور حادث من عرس و عقد زواج و غيرها
“Yaitu jamuan makan yang disediakan karena adanya peristiwa membahagiakan, seperti pesta pernikahan, akad perkawinan, dan selainnya.” (Al Fiqhu Asy Syafi’iy Al Muyassar, 2/71)
Hukumnya sunnah
Nabi ﷺ bersabda:
أولم ولو بشاة
Adakanlah walimah walau dengan seekor kambing. (H.R. Bukhari)
Undangan Walimah
Hendaklah yang diundang dalam acara walimah tersebut orang-orang yang shalih, tanpa memandang dia orang kaya atau orang miskin. Karena kalau yang dipentingkan hanya orang kaya sementara orang miskinnya tidak diundang, maka makanan walimah tersebut teranggap sejelek-jelek makanan. Rasulullah n bersabda:
شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيْمَةِ، يُدْعَى إِلَيْهَا الْأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الْمَسَاكِيْنُ
“Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah di mana yang diundang dalam walimah tersebut hanya orang-orang kaya sementara orang-orang miskin tidak diundang.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Hiburan dalam walimah
عَنْ عَائِشَةَ اَنَّهَا زَفَّتِ امْرَأَةً اِلىَ رَجُلٍ مِنَ اْلاَنْصَارِ فَقَالَ نَبِيُّ اللهِ ص: يَا عَائِشَةُ، مَا كَانَ مَعَكُمْ لَهْوٌ فَاِنَّ اْلاَنْصَارَ يُعْجِبُهُمُ اللَّهْوُ.
Dari ‘Aisyah bahwasanya ia mengantar (mengiring) pengantin perempuan kepada pengantin laki-laki dari kaum Anshar, lalu Nabiyyullah n bersabda, “Hai‘Aisyah, apakah tidak ada hiburan pada kalian, karena sesungguhnya orang-orang Anshar itu suka hiburan”. (HR. Bukhari)
عَنْ خَالِدِ بْنِ ذَكْوَانَ قَالَ: قَالَتِ الرُّبَيّعُ بِنْتُ مُعَوّذِ بْنِ عَفْرَاءَ، جَاءَ النَّبِيُّ ص فَدَخَلَ حِيْنَ بُنِيَ عَلَيَّ فَجَلَسَ عَلَى فِرَاشِى كَمَجْلِسِكَ مِنّى فَجَعَلَتْ جُوَيْرِيَاتٌ لَنَا يَضْرِبْنَ بِالدُّفّ وَ يَنْدُبْنَ مَنْ قُتِلَ مِنْ آبَائِى يَوْمَ بَدْرٍ اِذْ قَالَتْ اِحْدَاهُنَّ وَ فِيْنَا نَبِيٌّ يَعْلَمُ مَا فِى غَدٍ. فَقَالَ: دَعِى هذِهِ وَ قُوْلِى بِالَّذِى كُنْتِ تَقُوْلِيْنَ.
Dari Khalid bin Dzakwan, ia berkata : Rubayyi’ binti Mu’awwidz bin ‘Afraa’ berkata: “Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang lalu masuk ketika diselenggarakan perni-kahanku, lalu beliau duduk di atas tikarku seperti dudukmu di dekatku, lalu anak-anak perempuan kami mulai menabuh rebana dan bernyanyi dengan menyanjung kepahlawanan orang-orang tuaku yang gugur pada perang Badr. Ada salah satu diantara mereka yang bernyanyi yang syairnya, ‘Di kalangan kita ada Nabi yang mengetahui apa yang akan terjadi besok pagi’. Lalu beliau bersabda, ‘Tinggalkanlah ini dan ucapkanlah (nyanyikanlah) apa yang tadi kamu nyanyikan’”. (HR. Bukhari)
Berdandan dalam walimah
Diantara hal yang harus diperhatikan dalam berdandan adalah,
Pertama, tidak menampakkan aurat.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat.” (QS. An Nur, 24 : 31). Ibnu Katsir t membawakan perkataan Ibnu Abbas z, “Yaitu wajah dan kedua telapak tangan”.
Demikian pula sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Asma’ binti Abu Bakar,
يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ يَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا
“Wahai Asma ! Sesungguhnya wanita jika sudah baligh maka tidak boleh nampak dari anggota badannya kecuali ini dan ini (beliau mengisyaratkan ke muka dan telapak tangan).” (HR. Abu Dawud dan al-Baihaqi)
Kedua, tidak menambah-nambah atau mengurangi ciptaan Allah.
Mempercantik diri, selama dengan cara yang wajar dan tanpa merubah ciptaan Allah l dalam diri kita, tidaklah mengapa. Namun, ketika sudah ada yang ditambah-tambahkan atau dikurang-kurangkan maka itu terlarang, sebab seakan dia tidak mensyukuri nikmat yang ada pada dirinya.
Itulah yang oleh hadits disebut ‘Dengan tujuan mempercantik diri mereka merubah ciptaan Allah Ta’ala.’
عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ
Dari Ibnu Mas’ud z, dia berkata: “Allah ﷻ melaknat wanita yang betato dan si tukang tatonya, wanita yang mencukur alisnya, dan mengkikir giginya, dengan tujuan mempercantik diri mereka merubah ciptan Allah ﷻ (HR. Muttafaq ‘Alaih)
Mendo’akan Pengantin
Disunnahkan bagi yang menghadiri sebuah pernikahan untuk mendoakan kedua mempelai dengan dalil hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ كاَنَ إِذَا رَفَّأَ الْإِنْسَاَن، إِذَا تَزَوَّجَ قَالَ: بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ
“Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bila mendoakan seseorang yang menikah, beliau mengatakan: ‘Semoga Allah memberkahi untukmu dan memberkahi atasmu serta mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan’.” (HR. At-Tirmidzi).
Wallahu A’lam