Puasa bagi Ibu menyusui ada dua keadaan:
- Jika dia tetap sehat, yakin kuat, dan tidak ada kekhawatiran atas dirinya dan bayinya, maka hendaknya dia tetap berpuasa sebagaimana yang lainnya, sebab kondisinya yang serupa dengan orang normal.
- Jika dia tidak kuat, khwatir atas kesehatan dirinya, atau ASI-nya menjadi tidak lancar dan rusak, sehingga berdampak negatif bagi bayinya maka hendaknya dia berbuka, tidak puasa, dan makruh jika dia memaksakan diri puasa jika sampai membahayakan dirinya.
Imam Al Mardawi berkata:
يُكْرَهُ لَهَا الصَّوْمُ وَالْحَالَةُ هَذِهِ . . . وَذَكَرَ ابْنُ عَقِيلٍ : إنْ خَافَتْ حَامِلٌ وَمُرْضِعٌ عَلَى حَمْلٍ وَوَلَدٍ , حَالَ الرَّضَاعِ لَمْ يَحِلَّ الصَّوْمُ , وَإن لَمْ تَخَفْ لَمْ يَحِلَّ الْفِطْرُ
Makruh baginya berpuasa jika kondisinya seperti itu … Ibnu ‘Aqil mengatakan: “Jika seorang wanita hamil dan menyusui khawatir atas kehamilan dan anaknya, khawatir atas kondisi susuannya, maka dia tidak halal berpuasa. Jika tidak khawatir, maka tidak halal berbuka.” (Al Inshaf, 7/382)
Hal ini sejalan dengan firman-Nya:
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al Baqarah: 185)
Dalam hadits juga disebutkan:
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى وَضَعَ عَنْ الْمُسَافِرِ الصَّوْمَ وَشَطْرَ الصَّلَاةِ وَعَنْ الْحَامِلِ أَوْ الْمُرْضِعِ الصَّوْمَ أَوْ الصِّيَامَ
Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak mewajibkan puasa atas musafir dan memberi keringanan separuh shalat untuknya juga memberi keringan bagi wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa”. (HR. At Tirmidzi no. 715. Beliau mengatakan: hasan)
Imam Al Jashash mengatakan:
فَالْعِبَادَاتُ إِنَّمَا أُمِرَ بِفِعْلِهَا مَشْرُوطَةً بِنَفْيِ الْعُسْرِ وَالْمَشَقَّةِ الْخَارِجَةِ عَنِ الْمُعْتَادِ، وَمِنْ هُنَا أُبِيحَ الإْفْطَارُ فِي حَالَةِ السَّفَرِ وَالْحَامِل وَالْمَرِيضِ وَالْمُرْضِعِ وَكُل مَنْ خَشِيَ ضَرَرَ الصَّوْمِ عَلَى نَفْسِهِ فَعَلَيْهِ أَنْ يُفْطِرَ، لأِنَّ فِي تَرْكِ الإْفْطَارِ عُسْرًا، وَقَدْ نَفَى اللَّهُ عَنْ نَفْسِهِ إِرَادَةَ الْعُسْرِ.
Ibadah-ibadah yang diperintahkan untuk dilaksanakan disyaratkan dengan ketiadaan kesulitan dan kepayahan yang keluar dari kebiasaan. Dari sinilah dibolehkannya berbuka dalam keadaan safar, hamil, sakit, dan menyusui, dan semua orang yang khawatir munculnya bahaya atas dirinya jika dia puasa, maka dia wajib berbuka. Sebab, jika dia tidak berbuka akan mengalami kesulitan, dan Allah Ta’ala telah meniadakan pada diriNya kehendak untuk menyulitkan. (Ahkamul Quran, 1/161)
Wallahu A’lam
Sumber: Alfahmu.id – Website Resmi Ustadz Farid Nu’man. Baca selengkapnya https://alfahmu.id/puasa-bagi-ibu-menyusui/