Syarat shalat adalah segala sesuatu yang harus dilakukan sebelum seseorang menunaikan shalat. Dan jika ada salah satu di antaranya tidak terpenuhi maka batal shalatnya. Syarat shalat itu mencakup;
Pertama, mengetahui telah datang waktu, meskipun cukup dengan asumsi terkuat. Firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An Nisa: 103)
Kedua, suci badan, seperti dalam sabda Nabi: «توضَّأْ واغسِل ذَكرَك» “..berwudhu dan basuhlah kemaluanmu (dari madzi)” (HR Al Bukhari); bersih pakaian, disebutkan dalam firman Allah Ta’ala, “Dan pakaianmu bersihkanlah”, (Al Muddatstsir : 4). bersih tempat, seperti dalam perintah Nabi untuk mengguyur bekas kencing orang badui yang kencing di masjid.
Ketiga, bersih dari hadats kecil dan besar, dengan mandi dan wudhu. Seperti dalam firman Allah Ta’ala, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah,” (QS. Al Maidah: 6)
Keempat, menutup aurat, seperti dalam firman Allah Ta’ala, “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid.” (QS. Al A’raf: 31)
Dan yang dimaksud dengan zinah adalah penutup aurat, dan yang dimaksud dengan masjid adalah shalat. Aurat laki-laki antara pusar dan lutut, dan aurat wanita seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan.
Kelima, menghadap kiblat langsung bagi yang dapat melihatnya langsung. Menghadap arahnya bagi yang tidak dapat melihat langsung. Dan wajib berusaha mengarah kepadanya bagi orang yang sedang kebingungan arah kiblat. Berdasarkan firman Allah Ta’ala, “… maka palingkanlah wajahmu ke Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya…” (Al-Baqarah: 150).
Juga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap ‘orang yang buruk dalam shalatnya’:
إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَأَسْبِعِ الْوُضُوْءَ ثُمَّ اسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ
“Jika engkau hendak shalat, maka berwudhu’lah dengan sempurna. Kemudian menghadaplah ke Kiblat…” (Muttafaq Alaih).
Namun ketika ketahuan salah arah setelah shalat tidak wajib mengulangnya, dan jika mengetahui kesalahan itu saat shalat, harus segera merubah dan menyempurnakannya. Kewajiban menghadap kiblat ini gugur bagi orang yang terpaksa, sakit, ketakutan, shalat sunnah di atas kendaraan.
Allah Ta’ala berfirman, “Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan…” (Al-Baqarah: 239).
Mengenai ayat di atas Ibnu ‘Umar radhiyallahu anhuma berkata, “Menghadap ke Kiblat atau tidak menghadap ke sana.”
Ia juga berkata, “Dulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di atas kendaraannya menghadap ke arah mana saja dan shalat Witir di atasnya. Namun, beliau tidak shalat wajib di atasnya.” (Muttafaq alaih)