Allah Ta’ala adalah Tuhan kita. Tidak ada sesembahan selain Dia,
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Thaha, 20: 14)
Allah Ta’ala adalah Rabban (Tuhan), Malikan (Raja), dan Ilahan (Sesembahan) yang hak,
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ مَلِكِ النَّاسِ إِلَهِ النَّاسِ
“Katakanlah: ‘Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sesembahan manusia.’” (QS. An-Nas, 114: 1-3)
Rabban berasal dari kata rabba-yarubbu-rabban, yang artinya mengasuh/memelihara dan memimpin. Dan malikan berasal dari kata malaka-yamliku-milkan-mulkan-malakatan, yang artinya memiliki dan berkuasa atas sesuatu. Sedangkan ilaahan berasal dari kata aliha-ya’lahu, yang artinya menyembah.
Sebagai muslim kita wajib menyakini tauhidullah. Tauhid berasal dari kata kerja wahhada-yuwahhidu-tauhiidan. Ia merupakan akar dari kata kerja wahhada yang artinya menjadikannya satu. Jadi, tauhidullah atinya mengesakan Allah Ta’ala. Tauhidullah di dalam ajaran Islam mencakup: tauhidur rububiyyah, tauhidul mulkiyah, dan tauhidul uluhiyyah.
Tauhidur Rububiyyah
Tauhidur rububiyyah artinya mengesakan rububiyyatullah, yakni mengakui dan meyakini Allah Ta’ala sebagai satu-satunya Rabb. Dialah Khaaliqan (Pencipta), Raaziqan (Pemberi rizki) dan Maalikan (Pemilik).
Allah Ta’ala adalah Khaliqan artinya Dia adalah satu-satunya pencipta segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
”Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa, Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah, 2: 21-22)
وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا
”…dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (QS. Al-Furqon, 25: 2)
Dengan kata lain, mengakui Allah sebagai khaliqan adalah meyakini bahwa tidak ada pencipta lain selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya.
مَا أَشْهَدْتُهُمْ خَلْقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَا خَلْقَ أَنْفُسِهِمْ وَمَا كُنْتُ مُتَّخِذَ الْمُضِلِّينَ عَضُدًا
”Aku tidak menghadirkan mereka (iblis dan anak cucunya) untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri; dan tidaklah Aku mengambil orang-orang yang menyesatkan itu sebagai penolong.” (QS. Al-Kahfi, 18: 51)
Allah Ta’ala adalah Raaziqan, artinya Dia adalah satu-satunya pemberi rizki. Tidak ada satu makhluk pun yang bersekutu dengan Allah Ta’ala sebagai sumber rizki. Hal ini dijelaskan dalam surat Adz-Dzariyat ayat 58,
إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
“Sesungguhnya Allah dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.”
Allah Ta’ala adalah Maalikan, artinya Dia adalah satu-satunya pemilik segala sesuatu. Dialah Yang Menguasai dan Memiliki perbendaharaan langit dan bumi.
لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ
“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi….” (QS. Al-Baqarah, 2: 284)
Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi menjelaskan tentang tauhidur rububiyyah sebagai berikut:
“Keyakinan bahwa Allah ta’ala adalah Rabb seluruh langit dan bumi, Pencipta siapa dan apa saja yang ada di dalamnya, Pemilik segala perintah dan urusan di alam semesta, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kerajaan-Nya, tidak ada yang menolak ketetapan-Nya. Dialah satu-satunya Pencipta segala sesuatu, pemberi rizki semua yang hidup, Pengatur segala urusan dan perintah, Dialah satu-satunya yang Merendahkan dan Meninggikan, Pemberi dan Penghambat, Yang Menimpakan bahaya dan Yang Memberi manfaat, Yang Memuliakan dan Menghinakan, Siapa saja dan apa saja selain Dia tidak memiliki kemampuan memberi manfaat atau menimpakan bahaya, baik untuk diri sendiri atau untuk orang lain, kecuali dengan izin dan kehendak-Nya.” [1]
Dengan demikian hanya kepada Allah Ta’ala sajalah kita harus beribadah. Dialah Rabban Maqsuudan (Rabb yang dituju).
Tauhidul Mulkiyah
Tauhidul Mulkiyah artinya mengesakan mulkiyatullah. Dialah waliyyan (Pemimpin/Pelindung) dan haakiman (Yang menetapkan aturan/hukum).
Allah adalah Waliyyan, artinya Dia adalah satu-satunya pemimpin dan pelindung yang hakiki.
إِنَّ وَلِيِّيَ اللَّهُ الَّذِي نَزَّلَ الْكِتَابَ وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِينَ
“Sesungguhnya Pelindungku ialah yang telah menurunkan Al Kitab (Al Quran) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh..” (QS. Al-A’raf, 7: 196)
Tiada yang berhak dianggap atau dijadikan pemimpin dan pelindung hakiki kecuali Allah azza wa jalla.
Allah adalah Haakiman, artinya Dia adalah satu-satunya pembuat hukum atau ketetapan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan aqidah dan ibadah, ataupun syariah dan muamalah. Prinsip ini kita simpulkan dari firman Allah Ta’ala berikut ini,
مَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ إِلَّا أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Kamu (orang-orang musyrik) tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan (hukum tentang hal itu) hanyalah kepunyaan (hak) Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Yusuf, 12: 40)
Konsekuensi dari pengakuan Allah Ta’ala sebagai Hakiman adalah keyakinan bahwa tidak ada yang berhak menentukan aturan-aturan, kecuali Allah Ta’ala. Tidak ada yang diperkenankan menentukan halal dan haram, boleh dan tidak boleh, benar dan salah, kecuali dengan mengikuti dan menyesuaikan dengan perintah serta ketetapan Allah Ta’ala.
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
“Dan kami telah turunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat di antara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.”
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.”
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah, 5: 48-50).
Allah, Dialah Raja yang harus ditaati (Malikan Mutha’an). Hanya kepada-Nya kita patuh, yakni dengan senantiasa menselaraskan seluruh aktivitas yang kita kerjakan dengan hukum-hukum-Nya.
Tauhidul Uluhiyah
Tauhid uluhiyah artinya mengesakan uluhiyatullah, yakni Dialah satu-satunya ghaayatan dan ma’buudan.
Allah adalah Ghaayatan, artinya Dia adalah satu-satunya tujuan dan orientasi dalam kehidupan ini. Hanya kepada-Nya kita persembahkan seluruh ibadah kita.
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
”Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”.” (QS. Al-An’am, 6: 162)
Allah adalah Ma’buudan, artinya Dia adalah satu-satunya Dzat yang diibadahi, kepada-Nya kita berdo’a (Al-Mu’min, 40: 60), kepada-Nya kita khauf –takut- (Ali Imran, 3: 175), kepada-Nya raja’ –berharap- (Al-Kahfi, 18: 110), kepadanya tawakkal –berserah diri- (Al-Maidah, 5: 23), kepada-Nya raghbah –penuh minat-, rahbah –cemas-, dan khusyu’ –tunduk- (Al-Anbiya, 21: 90), kepada-Nya khasyyah –takut- (Al-Baqarah, 2: 150), kepada-Nya inabah –kembali- (Az-Zumar, 39: 54), kepada-Nya isti’anah –memohon pertolongan- (Al-Fatihah, 2: 5), kepada-Nya isti’adzah –memohon perlindungan- (Al-Falaq, 113: 1), kepada-Nya istighotsah –memohon pertolongan untuk dimenangkan- (Al-Anfal, 8: 9), kepada-Nya dzabh –penyembelihan- (Al-An’am, 6: 162-163), kepada-Nya nadzar (Al-Insan, 76: 7).
Syaikh Yusuf Qaradhawi menjelaskan tentang tauhid uluhiyah sebagai berikut. “Mengesakan Allah dalam beribadah, tunduk dan taat secara mutlak. Tidak disembah (diibadati) kecuali Allah semata, tidak sesuatu pun di bumi atau di langit disekutukan dengan-Nya.”
Ringkasnya, Dialah Allah, Ilaahan ma’buudan (Ilah Yang [berhak] Disembah).
Tauhidullah ini diproklamirkan oleh setiap muslim dengan kalimat yang ringkas dan padat: La Ilaha Illa-Llah.
Wallahu a’lam.
Catatan: Pembagian tauhid yang belum disebutkan di materi ini adalah Tauhid Asma wa shifat, silahkan lihat di pembahasan Al-Hayatu Fi Dzilalit Tauhid beserta catatan ringkas tentang ikhtilaf pembagian jenis-jenis tauhid ini, lihat disini.
[1] Lihat: Haqiqat at-Tauhid, Hakikat Tauhid dan Fenomena Kemusyrikan, DR. Yusuf Qaradhawi, Rabbani Press
2 comments
Maha benar Alloh dengan Segala Firmannya,
Konsultan Restoran Indonesia, 081.394.808.616 (WA)
Masya Allah tabarakallah terimakasih kajian tentang tauhid ini penting sekali apalagi di zaman umat lebih menyukai kajian yang banyak lawakannya.