Kedua, bahwa Islam adalah dinul qiyami wal minhaji (agama yang mengandung nilai-nilai dan pedoman).
Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنَّهُ فِي أُمِّ الْكِتَابِ لَدَيْنَا لَعَلِيٌّ حَكِيمٌ
“Dan sesungguhnya Al Qur’an itu dalam induk Al Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah.” (QS. Az-Zukhruf, 43: 4)
Dalam ayat ini Allah Ta’ala menerangkan bahwa Al-Qur’an itu amat tinggi nilainya karena dia mengandung rahasia-rahasia dan hikmah-hikmah yang menerangkan kebahagiaan manusia, dan petunjuk-petunjuk yang membawa mereka ke jalan yang benar. Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa makna kata la’aliyyun di ayat tersebut menurut Qatadah adalah mempunyai kedudukan yang besar, kemuliaan, dan keutamaan. Makna kata hakimun, yakni muhkam (dikukuhkan) bebas dari kekeliruan dan penyimpangan.
Inilah tabiat dinul Islam, keunggulannya dibanding agama-agama yang lain adalah terletak pada kekokohan dan kejelasan seluruh ajarannya. Seluruhnya merujuk kepada syariat dan manhaj yang telah digariskan dalam kitab-Nya dan diaplikasikan melalui sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang yang kemudian dilalui oleh para sahabat, tabi’in dan para pengikutnya sampai hari kiamat.
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (QS. Yusuf, 12: 108)
Maka ajaran Islam membentuk umatnya menjadi pribadi-pribadi yang qayyimun minhajiyyun (bernilai, berkualitas, unggul dan manhaji/berpedoman).