Fase Ihtilal dan Fase Ma Ba’dal Ihtilal
Fase al-ihtilal, yaitu fase pendudukan, perampasan, atau penjajahan terhadap umat Islam. Barat terus melanjutkan aktivitas al-istisyraq (orientalisme) dan at-tanshir (kristenisasi), juga berupaya melakukan fashlud dini ‘anid daulah (memisahkan urusan agama dari kenegaraan), nasyrul qaumiyyah (menyebarkan faham nasionalisme/kebangsaan), dan isqatul khilafah (meruntuhkan khilafah).
Dari pembahasan sebelumnya kita telah mendapat gambaran sekilas tentang aktivitas orientalisme, kristenisasi, serta bagaimana tertanamnya ide sekularisme dan nasionalisme di dunia Islam yang menyebabkan semakin lemahnya kedudukan Daulah Khilafah Utsmaniyah.
Kekalahan demi kekalahan yang dialami pasukan Turki Utsmani di negeri Syam dan Irak pada masa revolusi Arab akhirnya memaksa Daulah Utsmaniyah untuk menyerah kepada pasukan Inggris dan Sekutu. Inggris kemudian menyerahkan kepemimpinan Turki kepada Musthafa Kamal sesudah berlangsungnya perundingan “Luzon” antara pihak Inggris yang diwakili oleh Lord Cirzon, Menteri Luar Negeri Inggris, dengan pihak Turki yang diwakili oleh Ismat Inonu, pembantu Musthafa Kamal.
Perundingan Luzon berjalan selama tiga bulan, dari November 1922 hingga Februari 1923. Ada empat syarat yang diajukan pihak Inggris kepada wakil Turki dalam perundingan ini:
- Harus bersedia menghapuskan Khilafah.
- Usaha apapun yang bermaksud menegakkan kembali Khilafah harus ditumpas.
- Harus bersedia mengambil undang-undang Eropa untuk menggantikan undang-undang Islam.
- Harus bersedia memerangi syi’ar-syi’ar Islam.
Akhirnya Majelis Agung Nasional Turki mendeklarasikan Republik Turki pada tanggal 29 Oktober 1923 dan Musthafa Kamal berhasil menjadi presiden yang pertama. Dialah yang menghapuskan kekhalifahan Turki Utsmaniyah pada 3 Maret 1924.
Berikutnya fase ma ba’dal ihtilal, yaitu fase setelah pendudukan, perampasan, atau penjajahan terhadap umat Islam. Atau bisa disebut pula: fase setelah runtuhnya Khilafah Utsmaniyah. Pada masa inilah terjadi at-taghyir (perubahan) yang demikian besar di dunia Islam, yaitu perubahan siyasiy (politik), ijtima’iy (sosial kemasyarakatan), dan khuluqiy (moralitas). Sebagai contoh, di Turki Musthafa Kamal dengan lancangnya melakukan penghapusan berbagai syi’ar Islam, seperti: penggunaan bahasa Arab lisan maupun tulisan, pakaian muslim di pasar-pasar, ibadah umrah dan haji, shalat berjama`ah, dan merubah Masjid Aya Shofia menjadi gedung Museum. Kamal juga memaksa penduduk Turki memakai topi ala Eropa dan melarang mereka memakai tarbusyi (songkok) dan surban Turki, serta melarang pemakaian hithah dan ighal (jenis ikat kepala) yang menjadi ciri bangsa Arab.[1]
Gempuran al-istisyraq (orientalisme), at-tanshir (kristenisasi), al-ladiniyyah (sekulerisme), al-qaumiyyah (nasionalisme/kebangsaan), dan at-taghrib semakin deras. Dunia Islam pada saat itu begitu terpuruk. Virus-virus pemikiran ini masuk ke berbagai bidang kehidupan kaum muslimin, diantaranya melalui:
At-Ta’lim (pendidikan)
Bidang pendidikan adalah bidang yang paling diincar oleh musuh-musuh Islam, karena bila mereka dapat menguasainya, berarti mereka telah berhasil menguasai masa depan dan peradaban umat Islam.
Maka, setiap kali kaum imperialis memasuki suatu negara, mereka biasanya terlebih dahulu menyerang strategi pendidikan di negara tersebut. Demikian juga kaum misionaris kristen, mereka mendirikan sekolah-sekolah dan universitas-universitas misionaris untuk mewujudkan tujuan mereka, yaitu memasukkan doktrin pemikiran mereka, seperti yang terjadi di Universitas Amerika, di Beirut dan Cairo.
Dalam Konferensi Kristenisasi tahun 1924 M, dirumuskan pesan-pesan misionaris, yang antara lain berbunyi, “Dalam setiap kegiatan yang kita lakukan, kita harus memfokuskan misi kita terhadap anak-anak keluarga muslim, sebab mereka ibarat benih yang dapat kita petik buahnya dalam kurun waktu yang tidak lama. Garapan ini harus kita prioritaskan dan kita dahulukan, daripada garapan lainnya, sebab penanaman ruh Islam dalam pribadi mereka, telah dimulai sejak usia dini. Oleh karena itu kewajiban kita adalah membina dan mengirimkan anak-anak Islam ke sekolah-sekolah misionaris, sebelum sempurna perkembangan otak pemikiran dan moral mereka dalam norma-norma Islam.”[2]
“Tujuan utama kaum misionaris adalah, menguasai generasi baru dan mempersiapkan mereka menjadi pelindung serta pendukung gerakan kristenisasi, tatkala anak-anak itu sudah besar dan menjadi ahli politik, ilmuwan, sastrawan, intelektual, maupun tokoh masarakat, di negara mereka pada masa mendatang. Mereka di harapkan akan menjadi pembela serta secara nalurriah, lalu memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada orang-orang yang telah mendidik dan mengajari mereka.”[3]
Abdul Qadir Al-Husaini, seorang mahasiswa Universitas Amerika pada saat yudisium wisudanya, dengan ijazah tergenggam ditangannya, ia berdiri lalu berkata, ”Sungguh, universitas ini tampil dihadapan masarakat, seolah-olah sebuah universitas keilmuan, padahal sebenarnya, merupakan pusat dan sumber dari upaya perongrongan aqidah Islam, karena selalu menjatuhkan dan menghujat Islam. Oleh karena itu, tidak pantas bagi orang-orang Islam, memasukan anak-anaknya ke universitas ini.” Kemusian Abdul Qadir Al-Husaini, mengungkap sejumlah literature yang dijadikan buku pegangan, yang isinya menghina dan menghujat Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.[4]
Demikianlah, dengan menguasai sistem pendidikan dan pengajaran. Mereka berupaya keras mengganti kurikulum, metode, dan sistem pendidikan di dunia Islam dengan kurikulum, metode, dan sistem pendidikan yang bersumber dari budaya, serta pemikiran Barat, dengan tujuan, untuk mengangkat kebudayaan Barat, dan menghancurkan kebudayaan Islam.
Menurut Dr. Ali Abdul Halim Mahmud, invasi pemikiran di bidang pendidikan yang paling berbahaya adalah mereka mendorong putra-putri Islam untuk belajar Islam di negara-negara Barat. Maka, ketika mereka kembali ke pangkuan masyarakat muslim, kebanyakan mereka mengagung-agungkan dan memuji-muji kebudayaan Barat, sambil mencemooh habis-habisan kebudayaan Islam. Di mata mereka, kebudayaan Islam sudah kuno, usang, dan tidak cocok lagi dengan zaman modern.
Al-I’lam (media)
Media informasi modern yang canggih, serta dukungan dana yang besar, merupakan senjata yang paling ampuh untuk mempengaruhi kaum muslimin secara langsung dan cepat.
Oleh karena itu, masuh-musuh Islam sangat berhasrat memanfaatkan media informasi tersebut untuk menghancurkan norma dan budaya kaum muslimin, sehingga menimbulkan kekacauan, kericuhan, dan penyimpangan di tengah kehidupan masarakat muslim.
Sebagian besar kantor berita, stasiun televisi, stasiun radio, harian, majalah, perusahaan perfilman dan periklanan, penerbitan, serta percetakan, tunduk di bawah kekuasaan Barat dan Zionisme internasional.[5]
Semua media informasi dipergunakan untuk menyiarkan acara dan program yang dapat menyulut permusuhan etnis diantara ummat Islam. Selain itu, juga untuk menayangkan berbagai macam film yang berisi adegan seksual dan tindak kriminal. Maka, para remaja Islam yang sedang mengalami masa puber, bahkan orang tua sekali pun menjadi rusak pemikirannya, lalu terdorong untuk melakukan hal yang serupa dengan apa yang baru saja mereka saksikan.[6]
Al-Qanun (undang-undang)
Kaum imperialis Barat semakin dalam menancapkan kuku-kukunya terhadap dunia Islam dengan memaksa umat untuk tunduk kepada undang-undang buatan mereka. Walhasil umat Islam beserta putra-putrinya semakin jauh dari nilai-nilai dan norma yang dapat membentuknya menjadi pribadi muslim yang sejati.
Sebagaimana dimaklumi, diantara faktor pembentuk karakteristik individu dan budaya suatu masyarakat, selain pendidikan (keluarga, lingkungan, dan sekolah) adalah undang-undang, peraturan, nilai-nilai, dan norma yang berlaku.
*****
Demikianlah tahapan-tahapan invasi pemikiran yang melanda dunia Islam. Semuanya itu menyebabkan umat ini semakin terpuruk dan kehilangan izzah-nya.
Marilah kita renungkan kembali hadits berikut ini:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُوْشِكُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُم الأُمَمُ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا” اَوَمِنْ قِلَّةٍ بِنَا يَوْمَئِذٍ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: “بَلْ اِنَّكُمْ يَوْمَئِذٍكَثِيْرُوْنَ، وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَيْلِ، وَقَدْ نَزَلَ بِكُمُ الْوَهْنُ” قِيْلَ: وَمَا الْوَهْنُ يَارَسُوْلَ اللّهِ ؟ قَالَ: “حُبُّ الدُنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
“Kamu akan diperebutkan oleh bangsa-bangsa lain sebagaimana orang-orang berebut melahap isi mangkok.” Para sahabat bertanya: “Apakah saat itu jumlah kami sedikit ya Rasulullah?” Beliau menjawab: “Tidak, bahkan saat itu jumlah kalian banyak sekali tetapi seperti buih air bah dan kalian ditimpa penyakit wahn.” Mereka bertanya lagi: “Apakah penyakit wahn itu ya Rasulullah?” Beliau menjawab: “Terlalu cinta dunia dan takut kepada mati” (HR. Abu Daud).
Wallahu A’lam.
[1] Lihat: Hidmul Khilafah wa Bina-uha [Terjemahan:Runtuhnya Khilafah & Upaya menegakkannya, Pustaka Al-Alaq: Solo.
[2] Dikutip oleh Nabil bin Abdurrahman Al-Muhaisy dalam Al-Ghazwul Fikri lil ‘Alamil Islami dari Al-Islam fi Wajhit Targhib karya Anwar Al-Jundi, hal. 171.
[3] Dikutip oleh Nabil bin Abdurrahman Al-Muhaisy dalam Al-Ghazwul Fikri lil ‘Alamil Islami dari Al-Islam fi Wajhit Targhib karya Anwar Al-Jundi, hal. 172.
[4] Dikutip oleh Nabil bin Abdurrahman Al-Muhaisy dalam Al-Ghazwul Fikri lil ‘Alamil Islami dari Al-Islam fi Wajhit Targhib karya Anwar Al-Jundi, hal. 176.
[5] Dikutip oleh Nabil bin Abdurrahman Al-Muhaisy dalam Al-Ghazwul Fikri lil ‘Alamil Islami dari As-Saitharah As-Shuhyuniyyah ‘ala wasailil I’lam Al-‘Alamiyah, karya Ziyad Abu Ghanimah.
[6] Dikutip oleh Nabil bin Abdurrahman Al-Muhaisy dalam Al-Ghazwul Fikri lil ‘Alamil Islami dari Ghazwun fish-Shamim, hal. 165, karya Abdurrahman Al-Maidani.