Kita meyakini bahwa Allah Swt. berdasarkan hikmah-Nya yang mendalam dan rahmat-Nya yang luas tidak membiarkan manusia begitu saja dan tidak meninggalkan mereka dengan sia-sia. Akan tetapi, Dia mengutus kepada mereka sejumlah rasul yang memberikan kabar gembira dan peringatan.
لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ
Agar tidak ada lagi alasan bagi manusia untuk membantah Allah setelah diutusnya para rasul tersebut.[1]
أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Supaya kalian menyembah Allah dan menjauhi thôghût.[2]
وَإِنْ مِنْ أُمَّةٍ إِلَّا خَلَا فِيهَا نَذِيرٌ
Tidak ada satu umatpun melainkan pada mereka ada orang yang memberikan peringatan.[3]
Alquran menetapkan bahwa Allah tidak menghisab dan menghukum mereka kecuali setelah menegakkan hujjah atas mereka dengan mengirimkan seorang rasul dari sisi-Nya yang menyampaikan dakwah kepada mereka serta menjelaskan apa yang menjadi kewajiban mereka terhadap Tuhan.
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا
Kami tidak memberikan siksa sebelum mengutus seorang rasul.[4]
Karena itu sejumlah ulama menegaskan bahwa hujjah baru tegak atas umat di luar kaum muslimin dan siksa baru layak diberikan kepada kaum kafir ketika dakwah Islam telah sampai kepada mereka secara jelas yang mengajak mereka untuk mengkaji, menelaah, dan mempelajari agama ini. Adapun apabila dakwah tersebut sampai dalam bentuk yang cacat dan buram maka hujjah tidak bisa ditegakkan atas orang yang lalai dan berseberangan.
Yang pasti seluruh manusia senantiasa membutuhkan risalah para nabi yang telah Allah muliakan di antara seluruh makhluk-Nya. Mereka adalah orang-orang yang paling suci karakternya, paling mulia akhlaknya, serta paling cerdas dan bijak.
اللَّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَالَتَهُ
Allah lebih mengetahui di mana Dia meletakkan risalah-Nya.[5]
Pasalnya, akal semata tidak cukup untuk menampilkan seluruh hakikat kebenaran. Terutama, yang terkait dengan sesuatu yang Allah sukai dan ridai dari hamba-Nya. Karena itu, akal membutuhkan pembantu yang bisa meluruskannya ketika keliru dan mengingatkannya ketika menyimpang. Pembantu tersebut adalah wahyu. Bahkan, dalam hal yang akal mampu menjangkaunya wahyu baginya ibarat cahaya di atas cahaya.
Tugas para rasul adalah mengantar manusia menuju jalan Allah yang lurus yang menampung seluruh makhluk yang Allah cintai.
Mereka juga bertugas menerangkan kepada manusia jalan yang adil terkait dengan berbagai persoalan besar yang akal manusia kerapkali berbeda pandangannya di dalamnya. Allah befirman,
لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنْزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ
Kami telah mengutus para rasul Kami dengan membawa petunjuk. Kami turunkan bersama mereka kitab suci dan timbangan agar manusia tegak di atas keadilan.[6]
Selain itu, mereka bertugas menetapkan hukum di antara mereka dalam sesuatu yang mereka perselisihkan agar mereka menerima hukum Allah yang tidak akan ditolak oleh orang beriman. Allah berfirman,
كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ
Tadinya manusia adalah umat yang satu. Kemudian Allah mengutus para nabi sebagai pemberi peringatan dan Allah menurunkan bersama mereka kitab yang benar untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.[7]
Sejarah dan pengalaman umat manusia menegaskan bahwa manusia membutuhkan referensi hukum yang lebih tinggi dari mereka yang mengantar mereka menuju kebaikan dan kemaslahatan; tanpa membiarkan mereka kepada akal semata. Seringkali mereka mengetahui yang baik dan yang buruk. Namun kemudian hawa nafsu, syahwat, kepentingan pribadi dan bersifat sementara mengalahkan mereka sehingga akhirnya mereka menetapkan undang-undang dan aturan yang berbahaya. Hal ini seperti yang kita saksikan di Amerika ketika sejumlah negara bagian berusaha mengharamkan minuman keras karena bahaya yang sudah diketahui bersama. Namun, mereka dikalahkan oleh hawa nafsu sehingga mengeluarkan undang-undang yang membolehkannya untuk diproduksi, disebarkan, diminum, dan diperdagangkan.
Sesuai dengan hikmah-Nya, Allah menghendaki setiap rasul diutus kepada kaumnya dan risalahnya bersifat sementara untuk jangka waktu tertentu sampai diutus nabi yang lain. Sejalan dengan itu, Allah menghapuskan hukum-hukum yang ada berdasarkan kehendak-Nya sesuai dengan waktu dan tempatnya. Allah befirman,
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
Untuk tiap-tiap umat di antara kalian, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.[8]
Bisa saja nabi tersebut mengamalkan syariat sebelumnya sebagaimana yang terjadi pada sebagian besar nabi Bani Israil.
Ini berlaku sampai Allah Swt. mengutus rasul penutup, Muhammad, dengan membawa risalah yang bersifat umum, kekal, dan komprehensif. Ia mencakup semua tempat, kekal sepanjang zaman, dan komprehensif meliputi seluruh persoalan hidup manusia. Allah befirman,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Kami tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta.[9]
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
Muhammad itu bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kalian. Tetapi, dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi.[10]
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
Kami turunkan kepadamu al-Kitab (Alquran) sebagai penjelasan atas segala sesuatu, serta sebagai petunjuk, rahmat, dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.[11]
Allah Swt. mengetahui bahwa umat manusia telah mencapai masa kematangannya dan rasul terakhir layak dikirim kepada mereka dengan membawa kitab dan syariat yang terakhir. Syariat tersebut memuat berbagai prinsip dasar yang membuatnya layak berlaku untuk setiap waktu dan tempat. Dia tanamkan padanya berbagai faktor yang membuatnya abadi, luas, dan lentur sehingga selalu sesuai dengan perkembangan yang ada. Di dalamnya Dia juga memberikan formula bagi setiap penyakit dari apotek islam itu sendiri. Di samping itu, khazanahnya demikian kaya sehingga mampu menjawab semua persoalan, serta mampu keluar dari setiap dilema dengan cara yang mudah dan sederhana.
Ciri dari akidah islam adalah ia memandang keimanan terhadap seluruh kitab suci yang Allah turunkan dan semua rasul yang Dia utus sebagai salah satu pilarnya. Dengannya keimanan baru menjadi benar.
آَمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
Katakanlah (wahai orang-orang mukmin), “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, berikut apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, juga apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.[12]
Ia adalah akidah yang membangun; bukan menghancurkan. Ia menyempurnakan, meluruskan, dan membenarkan ajaran sebelumnya. Hal ini sebagaimana bunyi firman Allah kepada Rasul-Nya,
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ
Dan Kami telah menurunkan kepadamu Alquran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu.[13]
Catatan Kaki:
[1] Q.S. al-Nisâ`: 165.
[2] Q.S. al-Nahl: 36.
[3] Q.S. Fâthir: 24.
[4] Q.S. al-Isrâ`: 15.
[5] Q.S. al-An’âm: 124.
[6] Q.S. al-Hadîd: 25.
[7] Q.S. al-Baqarah: 213.
[8] Q.S. al-Mâ’idah: 48.
[9] Q.S. al-Anbiyâ`: 107.
[10] Q.S. al-Ahzâb: 40.
[11] Q.S. al-Nahl: 89.
[12] Q.S. al-Baqarah: 136.
[13] Q.S. al-Maidah: 48.