Direktur Democracy for the Arab World Now (DAWN) Sarah Leah Whitson mengecam pengadilan Mesir yang menguatkan vonis mati terhadap 12 tokoh Ikhwanul Muslimin. Mantan direktur divisi Human Rights Watch Timur Tengah dan Afrika Utara itu mengatakan bahwa vonis mati tersebut jelas bermotif politik untuk menghabisi IM dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan tindakan kriminal.
Sarah yang dihubungi dari New Jersey oleh Al-Jazeera menegaskan bahwa para pelaku kriminal yang membantai demonstranlah yang seharusnya dihukum berat. Sebagaimana pembantaian terhadap demonstran yang menentang kudeta terhadap presiden Mesir yang terpilih secara demokratis Dr. Muhammad Mursi.
Pengadilan tertinggi Mesir, Senin (14/6/2021), memperkuat hukuman mati terhadap 12 tokoh senior Ikhwanul Muslimin terkait unjuk rasa besar-besaran pada 2013. Unjuk rasa itu berujung pada aksi represif aparat yang membunuh ribuan orang.
Putusan yang tidak bisa dibanding itu menjatuhkan hukuman mati terhadap 12 orang namun menunggu persetujuan Presiden Abdel Fattah Al Sisi.
Di antara mereka adalah Abdul Rahman Al Bar, sosok ulama terkemuka Ikhawanul Muslimin; Mohamed Al Beltagi, mantan anggota parlemen; dan Osama Yassin, mantan menteri, Dr. Safwat Hegazi, dan lain-lain.
Keputusan itu juga mengubah hukuman terhadap 31 orang, dari hukuman mati menjadi penjara seumur hidup, termasuk terhadap Dr. Mohamed Badie. Sedangkan Osama Mohamed Morsi Al-Ayyat (putra Mursi) dijatuhi hukuman 10 tahun penjara.
Sementara itu, Jurnalis Mesir Gamal Sultan yang juga Pemred El-Mesryoon mengatakan bahwa vonis mati yang brutal terhadap puluhan dan terkadang ratusan tokoh Ikhwan adalah vonis yang tidak pernah terjadi dalam sejarah Mesir modern bahkan di era kolonialisme Inggris.
Al-Jazeera.