Perubahan mendasar dalam proses sertifikasi halal setelah terbitnya Undang Undang No 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal (JPH) salah satunya, proses sertifikasi halal tidak hanya dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tetapi sinergitas para pihak.
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag), Muhammad Aqil Irham mengatakan, setidaknya ada tiga pihak yang terlibat dalam proses sertifikasi halal sebuah produk usaha yang diajukan oleh para pelaku usaha.
“Ada tiga aktor yang diatur dalam UU No 33 Tahun 2014, terlibat dalam proses sertifikasi halal, yaitu BPJPH, Lembaga Pemeriksa Halal atau LPH, dan MUI,”kata Aqil Irham dalam keterangan tertulis yang diterima MUIDigital, Selasa (15/3/2022).
Dia menambahkan, masing-masing pihak sudah memiliki tugas dan tanggung jawabnya dalam tahapan sertifikasi halal, sejak dari pengajuan pemilik produk hingga terbitnya sertifikat.
Dia memberikan contoh seperti BPJH, yang memiliki tugas untuk menetapkan regulasi, menerima dan memverifikasi pengajuan produk yang akan disertifikasi halal dari pelaku usaha, dan menerbitkan sertifikat halal beserta label halal.
Sementara LPH, kata Aqil, bertugas melakukan pemeriksaan dan atau pengujian kehalalan produk yang diajukan untuk sertifikasi halalnya.
“Pemeriksaan ini dilakukan oleh auditor halal yang dimiliki oleh LPH,” sambungnya.
Sementara pihak ketiga, kata Aqil, adalah MUI yang memiliki wewenang untuk menetapkan kehalalan produk melalui sidang fatwa halal yang dilakukan oleh Komisi Fatwa MUI. Ketetapan halal ini, lanjutnya, baik yang terkait dengan standar maupun kehalalan produk.
“Sertifikat halal yang diterbitkan BPJPH didasarkan atas ketetapan halal MUI,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Registrasi Sertifikasi Halal BPJPH, Mastuki menuturkan, BPJPH tidak bisa mengeluarkan sertifikasi halal kalau tidak ada ketetapan halal dari MUI melalui sidang fatwa.
Sebab, lanjutnya, ketetapan halal MUI merupakan aspek hukum agama (syariah Islam). Sedangkan sertifikasi halal yang diterbitkan BPJPH adalah bentuk pengadministrasian hukum agama ke dalam hukum negara.
“Label Halal Indonesia baru bisa dicantumkan dalam kemasan produk setelah mendapat sertifikasi halal dari BPJPH,” tuturnya.
Terkait LPH, Mastuki menjelaskan bahwa saat ini ada tiga LPH yang telah menjalankan tugasnya dalam melakukan kegiatan pemeriksaan dan pengujian kehalalan produk di dalam proses sertifikasi halal.
Ketiga LPH tersebut yaitu LPH LPPOM MUI, LPH Sucofindo, dan LPH Surveyor Indonesia. Selain itu, ada sembilan institusi yang pengajuan akreditasinya sudah lengkap dan terverifikasi menjadi LPH.
Sembilan institusi tersebut yaitu Yayasan Pembina Masjid Salman ITB Bandung, Balai Pengembangan Produk dan Standarisasi Industri Pekanbaru Riau, Dewan Pengurus Pusat Hidayatullah Jakarta, Kajian Halalan Thayyiban Muhamadiyah Jakarta.
Balai Sertifikasi Direktorat Standarisasi dan Pengendalian Mutu Kementerian Perdagangan, Universitas Hasanuddin Makassar, Yayasan Bersama Madani Kota Tengah Padang Sumatera Barat, Universitas Brawijaya, dan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
Dari jumlah itu, kata Mustaqi, sebanyak delapan institusi sudah selesai proses integrasi sistem, sedang satu institusi masih dalam proses integrasi sistem.
Selain itu, Mastuki mengungkapkan bahwa BPJPH telah membentuk tim akreditasi LPH sejak 10 November 2021 untuk memproses permohonan tersebut.
“Sejumlah Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) juga sudah mulai mengajukan permohonan untuk menjadi LPH,” pungkasnya.