(Al-Hikmatu Min Irsalir Rasuli)
Diantara rukun iman yang wajib diyakini oleh seorang muslim adalah iman, percaya, dan yakin bahwa di sepanjang zaman, Allah Ta’ala telah mengutus para rasul kepada umat manusia. Hal ini diantaranya berdasarkan hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan makna iman di dalam ajaran Islam,
أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
“(Iman adalah) engkau beriman kepada Allah; malaikat-Nya; kitab-kitab-Nya; para Rasul-Nya; hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,” (HR. Muslim No. 8)
Apakah Hikmah atau Tujuan Allah Ta’ala Mengutus para Rasul ‘Alaihimus Salam?
Pertama, ta’rifun-naasi billaahi wa bi hikmati khalqihim: al-‘ibaadatullahi wahdahu (mengenalkan manusia kepada Allah Ta’ala dan hikmah penciptaan mereka, yakni melakukan ibadah hanya kepada-Nya semata).
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: ‘Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku’.” (QS. Al-Anbiyaa, 21: 25)
Kita mengetahui bahwa semua bagian tubuh kita telah diciptakan oleh Allah Ta’ala untuk tujuan dan manfaat tertentu (memiliki hikmah). Mata, hidung, telinga, dan bahkan bagian tubuh paling kecil pun diciptakan oleh-Nya dengan manfaat tertentu dan tidak ada yang sia-sia.
Allah Ta’ala berfirman,
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Maha Tinggi Allah, Raja yang sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (yang mempunyai) ‘arsy yang mulia.” (Al-Mu’minun, 23: 115-116).
Kita tidak mungkin mengetahui hikmah tersebut kecuali dengan pengajaran dari Allah Ta’ala melalui para rasul ‘alaihimus salam. Penduduk bumi hari ini, 100 tahun yang lalu berada di alam ghaib kemudian lahir ke dunia, dan setelah maksimal 100 tahun kemudian, pasti mereka telah meninggalkan dunia ini. Manusia tidak akan pernah tahu mengapa ia datang ke dunia atau mengapa ia kemudian meninggalkannya kecuali dengan informasi dari Allah Ta’ala yang telah menciptakannya setelah sebelumnya ia tidak ada sama sekali. Allah Ta’ala mengutus para rasul ‘alaihimus salam untuk mengajarkan kepada kita permasalahan ini; sebuah perkara yang paling krusial dan terpenting yang tidak dapat kita ketahui tanpa bimbingan mereka.
Allah Ta’ala, Rabb yang telah menciptakan kita, lebih mengetahui tentang apa saja yang dapat memperbaiki diri dan keadaan kita, apa saja yang dapat menyucikan jiwa dan membersihkan akhlak kita. Dia telah memberi petunjuk kepada kita melalui para rasul ‘alaihimus salam tentang semua hal yang mengandung hakikat kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Allah Ta’ala berfirman,
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ
“Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”. (QS. Al-Baqarah, 2: 151).
Kedua, inqaadzul basyari minal ikhtilaafi fii ushuuli hayaatihim (menyelamatkan manusia dari perselisihan tentang hal-hal prinsip-prinsip dalam kehidupan mereka)
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ إِلَّا لِتُبَيِّنَ لَهُمُ الَّذِي اخْتَلَفُوا فِيهِ ۙ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS. An-Nahl, 16: 64).
Ketiga, iqaamatud diini wan nahyu ‘anit-tafarruqi fiihi: al-hukmu bimaa anzalallahu (menegakkan agama dan mencegah terjadinya perpecahan di dalamnya, yakni dengan menegakkan hukum yang diturunkan dari Allah Ta’ala)
Iqamatuddin (menegakkan agama) artinya adalah menjaganya dari pemalsuan dan upaya penyimpangan, untuk melarang manusia berpecah belah (berbeda) tentangnya, dan agar manusia berhukum dengan hukum yang diturunkan-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰ ۖ أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ ۚ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ ۚ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ
“Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).” (QS. As-Syura, 42: 13)
إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللَّهُ ۚ وَلَا تَكُنْ لِلْخَائِنِينَ خَصِيمًا
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat.” (QS. An-Nisa, 4: 105)
Keempat, tabsyirul mu’miniina wa indzaarul kaafirin: iqaamatul hujjah (memberi kabar gembira kepada mu’minin, dan memberi peringatan kepada orang-orang kafir, yakni menegakkan hujjah /argumentasi ).
Allah Ta’ala mengutus para rasul ‘alaihimus salam untuk memberi kabar gembira kepada mu’minin tentang janji-janji kebaikan berupa nikmat yang abadi sebagai balasan bagi ketaatan mereka; dan memperingatkan orang-orang kafir tentang akibat buruk yang akan mereka terima, juga untuk membatalkan alasan mereka di akhirat karena sesungguhnya para rasul ‘alaihimus salam telah menyampaikan kebenaran kepada mereka. Tidak ada alasan bagi orang-orang kafir untuk mengatakan, ‘belum mengenal kebenaran’.
Allah Ta’ala berfirman,
رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا
“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa, 4: 165)
Kelima, i’thaa-ul uswatil hasanah (memberi keteladanan yang baik).
Para rasul ‘alaihimus salam diutus untuk memberikan uswah hasanah (keteladanan yang baik) bagi manusia bagaimana berperilaku yang lurus, berakhlak yang utama, beribadah yang shahih dan beristiqamah di atas petunjuk Allah Ta’ala. Dia berfirman,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab, 33: 21)
*****
Semua arahan dan petunjuk Ilahiah yang mulia ini—sekali lagi—tidak mungkin dipahami dan dijangkau oleh manusia dengan semata menggunakan akal mereka yang sangat terbatas dan lemah. Mereka hanya dapat mempelajarinya melalui wahyu Allah Ta’ala kepada para rasul-Nya.
Fakta dan Bukti-bukti Kebenaran Risalah para Rasul
Tanya: Apa saja adillah (bukti-bukti) yang diberikan oleh Allah Ta’ala kepada para rasul-Nya agar mereka tidak didustakan oleh manusia?
Jawab: Bukti-bukti ini di dalam Al-Quran disebut dengan ‘ayat’, artinya fakta, indikator dan bukti-bukti yang membenarkan ucapan serta pengakuan para rasul ‘alaihimus salam, ia adalah berupa mu’jizat.
Tanya: Apakah mu’jizat itu sebenarnya?
Jawab:
الْمُعْجِزَةُ (البَيِّنَةُ، البُرْهَانُ، الآيَةُ) هِيَ: الأَمْرُ الَّذِي يَعْجَزُ الْبَشَرُ عَنِ الإِتْيَانِ بِمِثْلِهِ، يُجْرِيْهِ اللهُ عَلَى يَدِ نَبِيٍّ مُرْسَلٍ لِيُقِيْمَ بِهِ الدَّلِيْلَ عَلَى صِدْقِ نُبُوَّتِهِ وَثَبَاتِ رِسَالَتِهِ.
“Mu’jizat (bayyinah, burhan, atau ayat) adalah sesuatu yang manusia tidak mampu mendatangkan semisalnya; Allah Ta’ala memberikannya kepada nabi yang diutus untuk membuktikan kebenaran kenabian serta ketetapan risalahnya.”
Seolah-seolah seorang rasul berkata: “Wahai manusia, Allah Ta’ala telah mengutusku kepada kalian dan telah memberikan untukku tanda-tanda kekuasaan-Nya sebagai bukti pembenar ucapanku. Tanda-tanda atau bukti-bukti ini tidak akan mampu didatangkan kecuali oleh Allah Ta’ala, tak ada seorang pun manusia yang mampu menandinginya sehingga kalian tidak dapat menganggapku berdusta atas nama Allah.”
Allah Ta’ala berfirman,
لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنْزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ ۖ وَأَنْزَلْنَا الْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ وَرُسُلَهُ بِالْغَيْبِ ۚ إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al-Hadid, 57: 25)
Tanya: Apa saja contoh-contoh mu’jizat yang menjadi pendukung para rasul ‘alaihimus salam?
Jawab: Diantara yang disebutkan oleh Allah Ta’ala dalam Al-Quran adalah mu’jizat Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Ia diselamatkan oleh Allah Ta’ala dari kobaran api disediakan Namrudz untuk membakarnya. Allah Ta’ala berfirman,
قَالُوا حَرِّقُوهُ وَانْصُرُوا آلِهَتَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ
“Mereka berkata: ‘Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak”. Kami berfirman: ‘Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim.’” (QS. Al-Anbiya, 21: 68-69).
Juga mu’jizat Nabi Musa ‘alaihis salam,
وَأَدْخِلْ يَدَكَ فِي جَيْبِكَ تَخْرُجْ بَيْضَاءَ مِنْ غَيْرِ سُوءٍ ۖ فِي تِسْعِ آيَاتٍ إِلَىٰ فِرْعَوْنَ وَقَوْمِهِ ۚ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا فَاسِقِينَ
“Dan masukkanlah tanganmu ke leher bajumu,[1] niscaya ia akan ke luar putih (bersinar) bukan karena penyakit. (Kedua mukjizat ini) termasuk sembilan buah mukjizat (yang akan dikemukakan) kepada Fir’aun dan kaumnya. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik”. (QS. An-Naml, 27: 12).
Yang termasuk sembilan mu’jizat tersebut diantaranya adalah bentuk-bentuk azab yang terjadi atas Fir’aun dan kaumnya sebagai balasan kesombongan dan kekafiran mereka. Allah Ta’ala berfirman,
فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمُ الطُّوفَانَ وَالْجَرَادَ وَالْقُمَّلَ وَالضَّفَادِعَ وَالدَّمَ آيَاتٍ مُفَصَّلَاتٍ فَاسْتَكْبَرُوا وَكَانُوا قَوْمًا مُجْرِمِينَ
“Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah[2] sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa.” (QS. Al-A’raf, 7: 133).
Contoh yang lain adalah mu’jizat Nabi Isa ‘alaihis salam,
إِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ اذْكُرْ نِعْمَتِي عَلَيْكَ وَعَلَىٰ وَالِدَتِكَ إِذْ أَيَّدْتُكَ بِرُوحِ الْقُدُسِ تُكَلِّمُ النَّاسَ فِي الْمَهْدِ وَكَهْلًا ۖ وَإِذْ عَلَّمْتُكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَالتَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ ۖ وَإِذْ تَخْلُقُ مِنَ الطِّينِ كَهَيْئَةِ الطَّيْرِ بِإِذْنِي فَتَنْفُخُ فِيهَا فَتَكُونُ طَيْرًا بِإِذْنِي ۖ وَتُبْرِئُ الْأَكْمَهَ وَالْأَبْرَصَ بِإِذْنِي ۖ وَإِذْ تُخْرِجُ الْمَوْتَىٰ بِإِذْنِي ۖ وَإِذْ كَفَفْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَنْكَ إِذْ جِئْتَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ إِنْ هَٰذَا إِلَّا سِحْرٌ مُبِينٌ
“(Ingatlah), ketika Allah mengatakan: ‘Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan Ruhul Qudus. kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan (ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil, dan (ingatlah pula) di waktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan izin-Ku, kemudian kamu meniup kepadanya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku; dan (ingatlah) di waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu Aku menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir diantara mereka berkata: ‘Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata’.” (QS. Al-Maidah, 5: 110).
Namun, karena terjadi tahrif (penyelewengan sengaja) yang dilakukan terhadap agama Nabi Isa ‘alaihis salam, orang-orang awam menganggap mu’jizat Isa ‘alaihis salam tersebut terjadi karena Isa adalah tuhan atau dia adalah anak tuhan, Maha Suci Allah dari persangkaan mereka.
Kesimpulan
- Allah Ta’ala mengutus para rasul ‘alaihimus salam untuk mengenalkan kepada manusia tentang Allah – Rabb mereka – dan agar manusia mengetahui tujuan penciptaan mereka yakni beribadah kepada Allah Ta’ala, menyelamatkan mereka dari kecelakaan berupa perbedaan pendapat dalam masalah prinsip kehidupan (aqidah), agar para rasul dan para penerusnya menegakkan agama Allah Ta’ala dan berhukum dengan hukum-Nya, juga untuk memberi kabar gembira kepada orang-orang beriman dengan janji kenikmatan surga yang telah disiapkan untuk mereka dan memperingatkan orang-orang kafir dari hukuman kekafiran mereka, agar hal tersebut menjadi hujjah atas mereka, dan agar para rasul ‘alaihimus salam menjadi suri teladan bagi manusia.
- Allah Ta’ala menguatkan para rasul-Nya dengan berbagai bukti yang oleh Al-Quran disebut ayat atau bayyinat sedangkan manusia menyebutnya mu’jizat, fungsinya sebagai bukti kebenaran kenabian dan risalah mereka, bahwa mereka benar-benar penyampai dari Tuhan mereka.
- Kita sebagai mu’min yakin 100 prosen bahwa para rasul adalah manusia pilihan yang selamat dari segala bentuk kesalahan dan kekeiruan,bahwa mereka diutus untuk diikuti,ditaati dan diteladani.
- Tidak ada cara dan metode yang benar untuk memahami syariat Allah Ta’ala kecuali melalui Rasul.
- Tidak ada sistem, pedoman dan tuntunan hidup yang dapat menyelamatkan dan membahagiakan manusia di dunia dan di akhirat kecuali ajaran yang disampaikan oleh para Rasul Allah ‘alaihimus salam.
Catatan Kaki:
[1] Maksudnya: meletakkan tangan ke dada melalui leher baju.
[2] Maksudnya: air minum mereka beubah menjadi darah.