“يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يَجْتَمِعُونَ فِي الْمَسَاجِدِ، لَيْسَ فِيهِمْ مُؤْمِنٌ “.
“Akan datang kepada manusia suatu zaman, mereka berkumpul di masjid-masjid, dan tidak ada diantara mereka itu yang betul-betul beriman.” (HR. Al-Hakim, isnadnya shahih).
Hadirin rahimakumullah…hadits ini menjadi tadzkirah (peringatan) bagi kita yang hidup di akhir zaman agar selalu memeriksa kondisi keimanan. Hadits ini menegaskan pula bahwa keimanan yang benar itu tidaklah berhenti pada apa yang nampak secara lahir; seperti mengerjakan shalat, berkumpul di masjid, membaca dzikir, berthalabul ilmi, dll. Ia pun tidak berhenti pada pengakuan dan apa yang diucapkan oleh lisan.
Orang-orang munafik berkata dengan lisan-lisan mereka bahwa mereka beriman kepada Allah dan kepada hari akhir, namun ternyata Allah Ta’ala sama sekali tidak mengakuinya.
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ
“Di antara manusia ada yang mengatakan: ‘Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian,’ padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.” (Al-Baqarah, 2: 8).
Orang-orang munafik juga bersumpah dengan lisan-lisan mereka bahwa mereka beriman kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi ternyata Allah Ta’ala menolak sumpah-sumpah mereka itu.
إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ
“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: ‘Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah’. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.” (Al-Munafiqun, 63: 2)
Hadirin rahimakumullah…
Keimanan munafikin tertolak karena keimanan mereka adalah keimanan yang palsu; keimanan kamuflase; keimanan yang tidak sungguh-sungguh diyakini dan tertanam dalam jiwa.
اتَّخَذُوا أَيْمَانَهُمْ جُنَّةً فَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِنَّهُمْ سَاءَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan.” (Al-Munafiqin, 63: 2).
Keimanan yang benar itu harus memenuhi tiga syarat: Qoulu billisan (diucapkan dengan lisan), tashdiqun bil qolbi (dibenarkan dalam hati), dan ‘amalun bil arkan (dibuktikan dengan amal perbuatan). Oleh karena itu belumlah sempurna keimanan seseorang jika hanya berupa pengakuan di lisan semata.
Allah Ta’ala berfirman,
قَالَتِ الْأَعْرَابُ آمَنَّا ۖ قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَٰكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ ۖ وَإِنْ تُطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَا يَلِتْكُمْ مِنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًا ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Orang-orang Arab Badui itu berkata: ‘Kami telah beriman’. Katakanlah: ‘Kamu belum beriman, tapi katakanlah ‘kami telah tunduk’, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Al-Hujurat, 49: 14).
Keimanan yang benar adalah keimanan yang penuh keyakinan tanpa keraguan, serta dibuktikan dengan amal shalih.
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (Al-Hujurat, 49: 15).
Hadirin rahimakumullah…
Lebih tegas lagi, Allah Ta’ala telah menyebutkan ciri-ciri mu’min yang sebenarnya dalam Al-Qur’an surah Al-Anfal ayat 2 sampai 4.
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (Al-Anfal, 8: 2)
Ayat ini menyebutkan kondisi hati seorang mu’min: pertama, bergetarnya hati jika disebut nama Allah. Kedua, bertambah keyakinannya jika dibacakan ayat-ayat-Nya. Ketiga, hanya bertawakkal kepada-Nya.
Ayat selanjutnya menyebutkan kebiasaan lahiriah seorang mu’min sebagai implementasi keimanannya itu,
الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُون
“(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (Al-Anfal, 8: 3)
Berikutnya Allah Ta’ala menegaskan,
أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا ۚ لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.” (Al-Anfal, 8: 4)
Hadirin rahimakumullah…Demikianlah orang-orang beriman yang sebenarnya. Untuk itu, marilah kita terus berupaya menyempurnakan keimanan kita, bukan hanya sebatas ucapan di lisan, tapi harus menghujam di dalam kalbu dan terealisasikan dalam bentuk amal shalih…
Semoga Allah Ta’ala senantiasa membimbing kita…