Thaha Husain menulis buku berjudul Mustaqbalu ats-Tsaqafah Fi Misr yang menimbulkan kehebohan di Mesir. Sebagian orang memuji dan sebagian lain mencacinya.
Hasan Al-Banna—Mursyid Amm Al-Ikhwan Al-Muslimun—diundang untuk memberikan tanggapan terhadap buku tersebut. Lima hari sebelum acara, Al-Banna mulai membaca buku yang akan dibedah tersebut di kereta setiap pulang pergi ke sekolah untuk mengajar. Sebelum lima hari buku itu sudah selesai dibaca dan sudah pula dihafalnya. Buku itu tebalnya dua ratus halaman lebih.
Pada hari yang telah ditentukan, ia berangkat menuju kantor Syubbanul Muslimin. Ternyata kantor itu telah dipenuhi para ahli ilmu, sastrawan, dan tokoh pendidikan. Sementara yang menjadi moderator adalah DR. Yahya Ad-Dardiri, Sekjen Syubbanul Muslimin
Hasan Al-Banna mengkritik buku itu dengan cara yang unik, dia mengatakan: “Saya tidak akan mengkritik buku ini dengan pendapat saya, tapi saya akan mengkritiknya dengan buku ini sendiri”. Kemudian beliau mengungkapkan bagian-bagian yang kontradiktif dari buku itu, lengkap dengan letak nomor halamannya, sekian dan sekian. DR. Yahya Ad-Dardiri kemudian menyetop dan mengatakan bahwa dirinya telah membaca buku itu, tapi sepertinya dia tidak menemukan apa yang Hasan Al-Banna kemukakan, dan dia meminta kepada Hasan Al-Banna untuk mengijinkannya mengecek kebenaran kutipan-kutipan tersebut langsung dari bukunya. Ternyata terbukti, seluruh yang diungkapkan Hasan Al Banna benar adanya.
Dalam acara bedah buku itu sebenarnya Thaha Husain juga hadir, namun ia berada di tempat yang tersembunyi. Sebelum pulang ia mengatakan bahwa ia ingin bertemu dan berdialog dengan Hasan Al-Banna.
Akhirnya terjadilah pertemuan di kantor Thaha Husain. Ia berkata, “Seandainya di Mesir ini ada tokoh yang paling besar, andalah orangnya, apa yang Anda sampaikan tentang buku saya, demikian baik” .
“Alhamdulillah, adakah hal-hal yang tidak Anda setujui?” tanya Hasan Al-Banna.
“Tidak ada, bahkan saya ingin agar pembahasan itu ditambah lagi”, Jawab Thaha Husain, “Apakah ada sikap dan perkataan saya yang tidak anda senangi? Ketahuilah, selama ini saya berhadapan dengan orang yang tidak mempunyai etika dalam berdebat, ketika mereka menyerang saya, diri saya-pun diserang. Seandainya musuh-musuh saya adalah orang-orang semulia Anda, sejak awal saya akan menghormati mereka”.
Hasan Al Banna menjawab: “Anda adalah seseorang yang cukup bangga dengan Barat, akan tetapi sayang, Anda tidak mampu membedakan dua hal yang sangat berbeda. Adapun ilmu pengetahuan, itu adalah sesuatu yang terus berkembang, hari ini kita benar, esok hari bisa jadi kita keliru. Akan tetapi agama, dia adalah sesuatu yang pasti dan tidak berubah, jika kita menjadikan agama sebagai ilmu pengetahuan, sama artinya kita merubah agama itu dari hari ke hari, dan jika kita menjadikan ilmu pengetahuan sebagai agama, kita berarti telah membunuh hak ilmu pengetahuan itu untuk berkembang, padahal semestinya kita meletakkan keduanya pada tempatnya masing-masing.”
“Hal yang lain lagi, kalian –para pengagum Barat- lebih mendahulukan akal daripada wahyu, ketika akal bertabrakan dengan wahyu, kalian mengambil akal dan membuang wahyu”.
Sejak saat itu, Thaha Husain menjadi lebih baik sikapnya. Beliau kemudian memilih untuk mendalami sastra Arab dan mengurangi perannya dalam membingungkan umat.