Landasan Operasional Pembinaan
Di pembahasan sebelumnya kita sudah mengetahui bahwa setelah tahapan tabligh dan ta’lim; da’i perlu melakukan aktivitas takwin kepada para mad’u-nya, yaitu berupaya menghantarkan pengetahuan mereka kepada gagasan dan pemahaman kemudian mengubah gagasan dan pemahaman itu menjadi gerakan (aktivitas amal dan dakwah).
Landasan operasional aktivitas ini adalah firman Allah Ta’ala berikut ini:
Pertama
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran, 3: 104)
Ayat ini merupakan petunjuk dari Allah kepada kaum mukmin, yakni hendaknya di antara mereka ada segolongan orang yang mau berdakwah dan mengajak manusia ke dalam agama-Nya. Termasuk ke dalamnya adalah para ulama yang mengajarkan agama, para penasehat yang mengajak orang-orang non muslim ke dalam Islam, orang yang mengajak orang-orang yang menyimpang agar dapat beristiqamah, orang-orang yang berjihad fi sabilillah, dewan hisbah (lembaga amr ma’ruf dan nahi munkar) yang ditunjuk pemerintah untuk memperhatikan keadaan manusia dan mengajak manusia mengikuti syara’ seperti mengajak mereka mendirikan shalat lima waktu, berzakat, berpuasa, berhaji bagi yang mampu dan mengajak kepada syari’at Islam lainnya, demikian juga memperhatikan pasar, bagaimana timbangan dan takaran yang mereka gunakan apakah terjadi pengurangan atau tidak, serta melarang mereka melakukan kecurangan dalam bermu’amalah.
Semua ini hukumnya fardhu kifayah. Bahkan tidak hanya itu, segala sarana yang menjadikan sempurna amar ma’ruf dan nahi munkar, sama diperintahkan, misalnya menyediakan perlengkapan jihad untuk dapat mengalahkan musuh, mempelajari ilmu agar dapat mengajak manusia kepada kebajikan, menuliskan buku-buku yang berisikan ajaran Islam, membangun madrasah untuk mengajarkan agama, membantu pihak berwenang (dewan hisbah) mewujudkan syari’at, dan lain sebagainya. Mereka inilah orang-orang yang beruntung, yakni memperoleh apa yang mereka inginkan dan selamat dari hal yang mereka khawatirkan (lihat: Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an, Marwan Hadidi bin Musa).
Tentang ayat di atas Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Hendaklah ada di antara kalian sekelompok umat yang menunaikan perintah Allah untuk berdakwah kepada kebaikan dan amar ma’ruf nahi mungkar, sekalipun dakwah itu wajib pula bagi setiap individu Muslim.”
Hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperjelas hal ini,
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ
“Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)
Kesimpulannya, ayat ini menegaskan tentang perlunya keberadaan orang-orang yang tafarrugh (fokus menyediakan/mengkhususkan waktu dan pikiran) dalam aktivitas dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar. Mereka ini tentu saja adalah orang-orang yang harus dibina dan dipersiapkan.
Kedua
فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا ۚ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ
“Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (QS. At-Taubah, 9: 108)
Ayat ini menyebutkan pujian bagi mu’minin yang mau membersihkan diri, jasmani dengan cara berwudhu dan mandi, maupun rohani dengan cara bertobat dari dosa dan maksiat. Allah menyukai, melimpahkan karunia-Nya kepada orang-orang yang bersih di manapun mereka berada.
Diantara hal yang dilakukan dalam amaliyah takwin adalah tazkiyah, yakni berupaya membersihkan jiwa manusia. Dalam hal ini seseorang membutuhkan pembimbing yang memperhatikannya; melakukan ziyadah (penambahan atau pembekalan), nas’ah (pertumbuhan), taghdiyyah (pemberian gizi ruhiyah maknawiyah), ri’ayah (pemeliharaan) dan muhafadzoh (penjagaan).
Ketiga
مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا۟ مَا عٰهَدُوا۟ اللهَ عَلَيْهِ ۖ
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah…” (QS. Al-Ahzab, 33: 23)
Ayat ini menyebutkan tentang para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dimana mereka menepati janji yang mereka berikan kepada beliau pada malam ‘Aqabah untuk teguh bersama beliau dan melawan orang yang memerangi beliau. Berbeda halnya dengan orang yang berdusta dalam janjinya dan mengkhianati Allah dan Rasul-Nya, yaitu orang-orang munafik.
Pendapat lain mengatakan mereka adalah orang-orang yang bernazar pada perang Badar jika mereka bertemu dengan musuh, maka mereka akan memeranginya sampai mereka terbunuh atau diberi kemenangan oleh Allah. Dan ketika perang Ahzab terjadi mereka benar-benar menunaikan nazar mereka sebagaimana yang mereka harapkan hingga mereka terbunuh di jalan Allah (lihat: Zubdatut Tafsir min Fathil Qadir, Syaikh Muhammad Sulaiman Al-Asyqar)
Dalam takwin, kita menghendaki munculnya rijal-rijal yang berkomitmen tinggi dalam perjuangan dakwah. Dengan penuh kesadaran mereka bersedia mengikatkan dirinya pada perjuangan dakwah dan berjanji setia di dalamnya.
Keempat
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurat, 49: 15)
Rijalud da’wah yang hendak dihasilkan dari amaliyah takwin adalah rijal-rijal yang beriman dengan keimanan yang benar dan tulus, yang hatinya sesuai dengan lisannya; tidak ada keraguan yang masuk dalam hatinya; lalu berjuang dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah Ta’ala.
Kelima
إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَىٰ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ ۚ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ ۖ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ ۚ وَمَنْ أَوْفَىٰ بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ ۚ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ ۚ وَذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah, 9: 111)
Hasil dari amaliyah takwin adalah pribadi-pribadi pejuang yang ridha melakukan perniagaan atau berjual beli dengan Allah Ta’ala. Perniagaan itu berupa pengorbanan mereka dengan jiwa raga dan harta benda mereka dalam berjuang meninggikan kalimat-Nya dan memenangkan agama-Nya.
Keenam
التَّائِبُونَ الْعَابِدُونَ الْحَامِدُونَ السَّائِحُونَ الرَّاكِعُونَ السَّاجِدُونَ الْآمِرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّاهُونَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَالْحَافِظُونَ لِحُدُودِ اللَّهِ ۗ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
“Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji, yang melawat, yang ruku’, yang sujud, yang menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu.” (QS. At-Taubah, 9: 112)
Ayat ini merinci sifat-sifat mu’min mujahid yang disebutkan di surat At-Taubah ayat 111. Mereka memiliki karakteristik sebagai berikut:
- Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat (التّٰٓئِبُونَ), mereka kembali kepada ketaatan kepada Allah dari perbuatan yang menyelisihi ketaatan kepada-Nya.
- Mereka itu adalah orang-orang yang beribadat (الْعٰبِدُونَ), yakni menegakkan ibadah yang diperintahkan kepada mereka dengan penuh keikhlasan.
- Mereka itu adalah orang-orang yang memuji (الْحٰمِدُونَ), yakni memuji Allah Ta’ala dalam keadaan susah maupun senang.
- Mereka itu adalah orang-orang yang melawat (السّٰٓئِحُونَ), yakni orang-orang yang berpuasa. Pendapat lain mengatakan mereka adalah orang-orang yang berjihad.
- Mereka itu adalah orang-orang yang ruku’, yang sujud (الرّٰكِعُونَ السّٰجِدُونَ), yakni orang-orang yang mendirikan shalat.
- Mereka itu adalah orang-orang yang menyuruh berbuat ma’ruf (الْاٰمِرُونَ بِالْمَعْرُوفِ), yakni menyuruh perbuatan yang sesuai syariat.
- Mereka itu adalah orang-orang yang mencegah berbuat munkar (وَالنَّاهُونَ عَنِ الْمُنكَرِ), yakni perbuatan yang dilarang dalam syariat.
- Mereka itu adalah orang-orang dan yang memelihara hukum-hukum Allah (وَالْحٰفِظُونَ لِحُدُودِ اللهِ), yakni orang-orang yang senantiasa menjaga syariat-syariat Allah yang Dia turunkan dalam kitab-kitab-Nya atau melalui lisan para Rasul-Nya.
Muwashafat inilah yang ingin dicapai dengan amaliyah takwin. Tentu saja hal ini tidak dapat dicapai hanya dalam hitungan hari atau bulan.
Ketujuh
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran, 3: 110)
Syaikh Wahbah Zuhaili rahimahullah berkata tentang ayat ini: “Kamu adalah umat yang dijadikan Allah sebagai umat yang terbaik, kalian telah menjadi ketetapan Allah atas hal ini. Umat Islam adalah umat terbaik secara mutlak. Mereka adalah umat yang telah dipilih sebab mereka diperintahkan untuk menyeru kepada yang ma’ruf ma’ruf: yaitu yang baik sesuai perintah syariat dan mencegah dari yang munkar: yaitu segala perkataan, perangai atau perbuatan yang bertentangan dengan syariat. Juga sebab bahwa mereka beriman kepada Allah dan meyakini bahwa Allah tidak mempunyai sekutu.”
Umat yang menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, tidak akan hadir secara otomatis. Ada ikhtiar kauni yang harus dilakukan, yaitu amaliyah takwin.
Wallahu a’lam…