(Khashaishu Risalati Muhammadin)
Risalah yang dibawa oleh Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki karakteristik dan keistimewaan tersendiri yang berbeda dengan risalah yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul terdahulu.
Karakteristik dan keistimewaan tersebut diantaranya adalah:
Pertama, Sang Pembawa risalah adalah khatamul anbiya (penutup para nabi)
Sebagaimana ditegaskan oleh Allah Ta’ala,
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَٰكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Ahzab, 33: 40).
Tidak ada lagi nabi setelah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, kecuali para pembohong yang mengaku-ngaku menjadi nabi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam mengkonfirmasi tentang hal ini dengan sabdanya,
وَإِنَّهُ سَيَكُونُ فِي أُمَّتِي كَذَّابُونَ ثَلَاثُونَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّينَ لَا نَبِيَّ بَعْدِي
“Sesungguhnya akan datang pada umatku tiga puluh pembohong, semuanya mengaku sebagai nabi, padahal akulah penutup para nabi (khaatamun nabiyyin), tak ada lagi nabi setelahku.” (HR. Abu Daud)
Kedua, risalah yang dibawanya adalah nasikhur risalah (penghapus risalah sebelumnya)
Maksudnya adalah bahwa risalah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi satu-satunya risalah yang wajib dianut dan diamalkan sampai akhir zaman. Adapun risalah para nabi sebelumnya, terutama berkenaan syariat-syariat tertentu, telah terhapus oleh syariat Islam dan tidak berlaku lagi.
Telah diriwayatkan secara shahih dari Rasulullah shalllallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau sangat marah ketika melihat Umar bin Khatthab memegang lembaran yang di dalamnya terdapat beberapa potongan ayat Taurat, beliau berkata,
أَفِي شَكٍّ أَنْتَ يَا ابْنَ الْخَطَّابِ ؟ أَلَمِ آتِ بِهَا بَيْضَاءَ نَقِيَّةً ؟ لَوْ كَانَ مُوسَى أَخِي حَيًّا مَا وَسِعَهُ إلاَّ اتِّبَاعِي .
“Apakah engkau masih ragu wahai Ibnul Khatthab? Bukankah aku telah membawa agama yang putih bersih? Sekiranya saudaraku Musa (‘alaihis salam) hidup sekarang ini maka tidak ada keluasan baginya kecuali mengikuti (syariat)ku.” (HR. Ahmad, Ad-Darimi dan lainnya).
Ketiga, risalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mushaddiqan lil anbiya (membenarkan para nabi)
Maksudnya adalah membenarkan bahwa Allah Ta’ala telah mengutus rasul-rasul kepada umat-umat dahulu, dan Allah Ta’ala telah menurunkan wahyu kepada mereka, seperti Taurat, Injil dan sebagainya. Allah Ta’ala berfirman,
نَزَّلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَأَنْزَلَ التَّوْرَاةَ وَالإِنْجِيلَ
“Dia menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil.” (QS. Ali Imran, 3 : 3)
Al Qur’an adalah pentazkiyah (yang merekomendasi) kitab-kitab sebelumnya, apa saja berita yang dibenarkannya maka berita itu diterima dan apa saja berita yang ditolaknya, maka berita itu tertolak. Ia menjadi barometer untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang ada di tangan ahlul kitab.
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu…” (QS. Al-Maidah, 5: 48)
Al-Qur’an menolak sebagian berita yang ada di kitab-kitab terdahulu karena kitab-kitab tersebut telah tercampuri oleh perkataan-perkataa manusia.
يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ وَنَسُوا حَظًّا مِمَّا ذُكِّرُوا بِهِ وَلَا تَزَالُ تَطَّلِعُ عَلَى خَائِنَةٍ مِنْهُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِنْهُمْ
“…..Mereka suka merubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya semula, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu, (Muhammad) akan selalu melihat kekhianatan dari mereka, kecuali sedikit di antara mereka (yang tidak berkhianat)……..”. (QS. Al Maidah, 5: 13)
Keempat, risalah Islam yang dibawa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam memiliki keistimewaan karena menjadi mukammilur risalah (penyempurna risalah sebelumnya)
Berkenaan dengan hal ini dalam sebuah hadits diriwayatkan,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ مَثَلِي وَمَثَلَ الأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِي كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى بَيْتًا فَأَحْسَنَهُ وَأَجْمَلَهُ إِلاَّ مَوْضِعَ لَبِنَةٍ مِنْ زَاوِيَةٍ فَجَعَلَ النَّاسُ يَطُوفُونَ بِهِ وَيَعْجَبُونَ لَهُ وَيَقُولُونَ هَلاَ وُضِعَتْ هَذِهِ اللَّبِنَةُ قَالَ فَأَنَا اللَّبِنَةُ وَأَنَا خَاتِمُ النَّبِيِّينَ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya perumpamaanku dengan perumpamaan para nabi sebelumku adalah seumpama seseorang yang membangun sebuah rumah; di mana ia menjadikan rumah itu indah dan sempurna. Namun terdapat satu sisi dari rumah tersebut yang belum disempurnakan (batu batanya). Sehingga hal ini menjadikan manusia menjadi heran dan bertanya-tanya, mengapa sisi ini tidak disempurnakan? Dan akulah batu bata terakhir itu (yang menyempurnakan bangunannya), dan aku adalah penutup para nabi.” (HR. Bukhari)
Kelima, risalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki keistimewaan karena ditujukan kepada kaafatan linnas (seluruh umat manusia). Bukan hanya untuk suku bangsa tertentu saja sebagaimana risalah para nabi sebelumnya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (QS. Saba, 34 : 28)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً
“Dan Nabi-Nabi dahulu (sebelum-ku) diutus khusus kepada kaumnya, sedangkan aku diutus kepada manusia semuanya…” (HR. Bukhari)
Keenam, risalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah risalah rahmatan lil ‘alamin (yang menjadi rahmat bagi semesta alam).
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya, 21 : 107)
Kehadiran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam membawa kemanfaatan bagi seluruh umat manusia. Risalah dan syariat yang dibawanya menjadi jalan bagi manusia untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا أَنَا رَحْمَةٌ مُهْدَاةٌ
“Sesungguhnya aku adalah rahmat yang dihadiahkan (oleh Allah)” (HR. Al Bukhari dalam Al ‘Ilal Al Kabir 369, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman 2/596. Hadits ini di-shahih-kan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 490, juga dalam Shahih Al Jami’, 2345)
Risalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam disampaikan dengan hikmah dan pelajaran yang indah; diiringi kebaikan dan keadilan, kemudahan dan kelembutan.
Allah Ta’ala berfirman,
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl, 16: 125)
Diriwayatkan dalam sebuah hadits,
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْأَدْيَانِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَنِيفِيَّةُ السَّمْحَةُ
“Ditanyakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam: ‘Agama bagaimanakah yang paling dicintai oleh Allah?’ Beliau menjawab: “Agama yang lurus lagi toleran.” (HR. Ahmad no. 2017, Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad no. 287, dan Abd bin Humaid no. 569. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth berkata: Hadits ini shahih li-ghairih)
Dan dari jalur Aisyah dengan lafal,
إِنِّي أُرْسِلْتُ بِحَنِيفِيَّةٍ سَمْحَةٍ
“Sesungguhnya aku diutus dengan agama yang lurus lagi toleran.” (HR. Ahmad no. 24855. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth berkata: Hadits ini kuat dan sanadnya hasan)
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَسِّرُوا وَلاَ تُعَسِّرُوا ، وَبَشِّرُوا وَلاَ تُنَفِّرُوا
“Mudahkan dan jangan dipersulit, berikan kabar gembira dan jangan dibuat lari”. (HR. Bukhari)
Al-Huda dan Dinil Haq
Inilah keistimewaan risalatul Islam yang dibawa oleh Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia adalah al-huda (petunjuk) dan dinil haq (agama yang benar). Risalah Islam adalah pengganti agama-agama dan syariat yang telah dibawa oleh para Rasul sebelumnya, mengoreksi kesalahan dan kekeliruan akidah agama dan kepercayaan yang dianut manusia yang tidak berdasarkan agama, serta untuk menetapkan hukum-hukum yang berlaku bagi manusia sesuai dengan perkembangan zaman, perbedaan keadaan dan tempat. Hal ini juga berarti dengan datangnya agama Islam yang dibawa Muhammad itu, maka agama-agama yang lain tidak diakui lagi sebagai agama yang sah di sisi Allah.
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
“Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci.” (QS. As-Shaff, 61: 9)
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا
“Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.” (QS. Al-Fath, 48 : 28)
Inilah ad-da’wah (dakwah) yang diemban Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau diutus oleh Allah Ta’ala kepada seluruh umat manusia agar menjadi syahidan (saksi) terhadap orang-orang (umat) yang pernah mendapat risalahnya;
Menjadi basyiran (pembawa kabar gembira) bagi orang-orang yang membenarkan risalahnya dan mengamalkan petunjuk-petunjuk yang dibawanya bahwa mereka akan dimasukkan ke dalam surga;
Menjadi nadziran (pemberi peringatan) kepada mereka yang mengingkari risalahnya, bahwa mereka akan diazab dengan siksa api neraka;
Menjadi da’iyan ilallah (penyeru ke jalan Allah) agar manusia mengakui keesaan Allah dan segala sifat-sifat kesempurnaan-Nya dan agar mereka beribadat kepada-Nya dengan tulus ikhlas;
Dan menjadi sirajan munira (cahaya yang menerangi) laksana sebuah lampu yang terang benderang yang dapat mengeluarkan mereka dari kegelapan dan kekafiran kepada cahaya keimanan dan menyinari jalan-jalan yang akan ditempuh oleh orang-orang yang beriman agar mereka berbahagia di dunia dan di akhirat.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا وَدَاعِيًا إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيرًا
“Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk jadi penyeru kepada Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi.” (QS. Al-Ahzab, 33: 45-46)
Wallahu A’lam.