Akhlak dan perilaku terpuji merupakan bagian penting bagi eksistensi masyarakat Islam. Masyarakat muslim yang hakiki memiliki gambaran karakter sebagai berikut:
Pertama, mengenal dan memahami persamaan, keadilan, kebajikan, kasih sayang, kejujuran, kepercayaan, sabar kesetiaan, rasa malu, harga diri, kewibawaan, kerendahan hati, kedermawanan, keberanian, perjuangan, pengorbanan, kebersihan, keindahan, kesederhanaan, keseimbangan, kepemaafan, kesantunan, saling nasehati, dan kerjasama.
Kedua, melakukan amar ma’ruf nahi munkar dan segala bentuk kebaikan dan kemuliaan, keutamaan akhlak, keikhlasan niat karena Allah, bertobat, bertawakal, takut ancaman-Nya, mengharap rahmat-Nya. Memuliakan syiar-syiar Allah, meraih ridho Allah dan menghindari murka-Nya.
Ketiga, mengharamkan segala bentuk kerusakan dan moralitas yang buruk. Dalam beberapa hal bersikap keras dan memasukkan sebagiannya ke dalam kategori dosa-dosa besar, seperti: khamr, judi, zina dan setiap perbuatan yang menghantarkan padanya. Juga mengharamkan riba, memakan harta orang lain, durhaka kepada ortu, memutuskan hubungan kerabat, menyakiti orang lain, dan sifat-sifat munafik (dusta, khianat, tidak menepati janji, dll.)
Keempat, mengingkari setiap kerusakan yang menyimpang dari fitrah dan akal sehat.
Kelima, membenarkan, menganjurkan, dan memerintahkan untuk berakhlak mulia sesuai dengan fitrah yang sehat dan akal yang waras.
Akhlak: Kesempurnaan Iman
Di dalam ajaran Islam belum dianggap sempurna keimanan seseorang kecuali dengan menghiasi keimanan tersebut dengan Akhlak. Allah Ta’ala berfirman,
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah, 2: 177)
Ayat ini memadukan antara aqidah (iman kepada Allah, hari akhir, malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi), ibadah (shalat dan zakat), dan akhlak, yaitu: memberikan harta yang dicintai kepada kerabat dan orang lain yang membutuhkan.
Keterpaduan tersebut disebut sebagai hakikat kebajikan, hakikat beragama, dan hakikat ketakwaan.
Allah Ta’ala juga berfirman,
أَفَمَنْ يَعْلَمُ أَنَّمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ أَعْمَى إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الألْبَابِ (١٩) الَّذِينَ يُوفُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَلا يَنْقُضُونَ الْمِيثَاقَ (٢٠) وَالَّذِينَ يَصِلُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ وَيَخَافُونَ سُوءَ الْحِسَابِ (٢١) وَالَّذِينَ صَبَرُوا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلانِيَةً وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُولَئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ (٢٢)
“Maka apakah orang yang mengetahui bahwa apa yang diturunkan Tuhan kepadamu adalah kebenaran sama dengan orang yang buta? Hanya orang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran, (yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak melanggar perjanjian, Dan orang-orang yang menghubungkan apa yang diperintahkan Allah agar dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. Dan orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik).” (QS. Ar-Ra’du, 13: 19 – 22)
Ayat ini memadukan antara akhlak rabbaniyyah (misal: takut kepada Allah dan hari pembalasan) dengan akhlak insaniyah (misal: menepati janji, sabar, silaturahim, berinfak, dan menolak kejahatan dengan kebaikan). Meskipun pada dasarnya akhlak itu seluruhnya bersifat rabbaniyyah; karena seluruh yang kita lakukan pada dasarnya hanya ditujukan karena mengharap ridho Allah Ta’ala.[1]
Tugas Masyarakat Islam Terhadap Akhlak
- Taujih, yaitu mengarahkan dan membimbing manusia agar menerapkan akhlak Islam dengan menggunakan berbagai sarana dakwah yang ada (media massa, selebaran, pembekalan, tabligh).
- Tatsbit, yaitu mengokohkan akhlak Islam ini dengan tarbiyah yang panjang waktunya, dalam rumah tangga, sekolah, dan kampus.
- Himayah, yaitu melakukan pemeliharaan penerapan akhlak Islam. Diantaranya dilakukan dengan dua hal: (1) Membentuk opini umum secara aktif, gemar amar ma’ruf nahi munkar, membenci kerusakan, dan menolak penyimpangan, (2) Menggunakan dan memanfaatkan hukum atau undang-undang yang melarang kerusakan dan pemberian sanksi.
Bukan Masyarakat Muslim
- Bila akhlak mukmin tersembunyi, sedangkan akhlak orang-orang rusak tampil di permukaan.
- Bila orang-orang yang kuat dalam kekerasannya mendominasi yang lemah, dan yang lemah hanya bisa tunduk kepada yang kuat.
- Bila ketakwaan dan rasa takut kepada Allah tersembunyi, sehingga yang terlihat manusia bebas melakukan sesuatu seakan-akan mereka adalah tuhan atas dirinya sendiri, seolah-olah tiada hisab yang menunggu.
- Bila selalu diliputi sikap bermalas-malasan dan menyerah pada keadaan, bersikap lemah, berpikir negatif dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup, dan melemparkan kesalahan kepada ketentuan takdir.
- Bila orang-orang saleh direndahkan, tetapi orang-orang fasik dimuliakan.
- Bila yang benar dizalimi, tapi ahli kebatilan malah didukung. Mereka mengatakan kepada yang dipukul, “Diamlah kamu, jangan berteriak!” dan bukannya berkata kepada yang memukul, “Tahanlah tanganmu!”
- Bila peraturan dirusak, hawa nafsu dituruti, dan menyelesaikan segala sesuatu dengan suap menyuap.
- Bila orang tua tidak dimuliakan, orang mudanya tidak dikasihi, dan orang yang punya keutamaan tidak dihargai.
- Bila akhlaknya luntur dan luluh; laki-lakinya menyerupai perempuan, dan perempuannya menyerupai laki-laki.
- Bila di dalamnya tersebar perbuatan keji, kaum laki-lakinya tidak memiliki kecemburuan, dan kaum perempuannya kehilangan rasa malu.
- Bila orientasi amalnya adalah riya, munafik, atau untuk mencari pujian dan popularitas. Hampir tidak ada lagi pejuang dari kalangan orang-orang ikhlas dan baik.
- Bila didalamnya diwarnai oleh akhlak munafik; apabila berbicara ia dusta, apabila berjanji maka tidak ditepati, apabila dipercaya maka berkhianat, dan apabila bertengkar ia curang.
- Bila bapak menelantarkan anaknya, sehingga anak menjadi durhaka terhadap orang tua, hubungan sesama saudara jadi kering, saling memutuskan silaturahim, para tetangga saling bertengkar, ghibah membudaya, mengadu domba, perusakan hubungan baik merajalela, dan sikap egois menjadi identitas masyarakat.
- Bila didalamnya tidak dibangun perilaku utama dan nilai-nila moral yang luhur.
Kesimpulan
Dalam masyarakat Islam, akhlak merupakan unsur yang mewarnai setiap persoalan hidup dan sikap seseorang, mulai dari yang kecil sampai urusan yang besar, baik yang berdimensi individu maupun sosial.
Catatan Kaki:
[1] Keterpaduan antara iman dan akhlak dapat dilihat pula di ayat-ayat berikut ini: QS. Al-Mu’minun ayat 1 -11, QS. Al-Furqan ayat 63 – 76, QS. Asy-Syuro ayat 36 – 40, QS. Al-An’am ayat 151 – 153, QS. Al-Insan ayat 7 – 8, QS. An-Nisa ayat 36