Surat Al-Kautsar adalah surat terpendek di dalam Al-Qur’an. Ibnul Jauzi mengatakan bahwa jumhur (mayoritas ulama) termasuk Ibnu ‘Abbas berpendapat bahwa surat ini adalah surat Makkiyah.[1]
Ada beberapa riwayat yang dikaitkan dengan surat ini. Muhammad bin Ishaq meriwayatkan dari Yazid bin Rauman, dia berkata: “Al-Ash bin Wail jika disebut perihal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata: ‘Biarkanlah orang itu, karena ia seorang yang tidak memiliki penerus (keturunan). Jika dia binasa, maka terputuslah penyebutannya.’ Lalu Allah menurunkan surat ini.”[2]
Al-Bazzar meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Ka’ab bin Al-Asyraf pernah datang ke Makkah, lalu kaum Quraisy berkata kepadanya: ‘Engkau adalah pemuka mereka (Yahudi), tidakkah engkau melihat orang lemah yang terpisah dari kaumnya ini? Dia mengaku lebih baik dari kami sedang kami orang yang ahli dalam berargumentasi, ahli berdebat, dan orang yang suka memberi minum.’ Lalu dia (Ka’ab) berkata: ‘Kalian lebih baik darinya.’ Dia (Ibnu Abbas) berkata: ‘Lalu turunlah ayat: إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ , “Sesungguhnya orang-orang yang membencimu, dialah yang terputus.” Demikianlah yang diriwayatkan Al-Bazzar, yang ia termasuk riwayat yang shahih.[3]
Sedangkan riwayat dari ‘Atha’, ayat ini[4] turun berkenaan dengan Abu Lahab. Hal itu terjadi saat putera Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat. Kemudian Abu Lahab pergi kepada orang-orang musyrik seraya berkata: “Tadi malam Muhammad telah terputus.” Lalu Allah menurunkan ayat berkenaan dengan hal tersebut: إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ, “Sesungguhnya orang-orang yang membencimu, dialah yang terputus.” [5]
Tadabbur Ayat 1:
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.”
Wahai Nabi, sesungguhnya Kami telah memberimu kebaikan yang banyak di dunia ini—termasuk diantaranya berupa kemenangan dan kejayaan. Sedangkan di akhirat nanti, Kami telah menyediakan untukmu sungai Al-Kautsar, sebuah sungai yang airnya lebih manis dari madu, lebih putih dari susu, permukaannya terbuat dari permata, dan lumpurnya terbuat dari minyak misik. Sungai Al-Kautsar ini adalah khusus kami sediakan untuk memuliakanmu, karena engkau memiliki kedudukan yang khusus di sisi Allah.[6]
Dalam hadits shahih Muslim, dari Anas, ia berkata, “Suatu saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di sisi kami dan saat itu beliau dalam keadaan tidur ringan (tidak nyenyak). Lantas beliau mengangkat kepala dan tersenyum. Kami pun bertanya, ‘Mengapa engkau tertawa, wahai Rasulullah?’ ‘Baru saja turun kepadaku suatu surat.’ Lalu beliau membaca,
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأَبْتَرُ
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berqurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus” (QS. Al Kautsar: 1-3). Kemudian beliau berkata, ‘Tahukah kalian apa itu Al Kautsar?’
‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui’, jawab kami. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَإِنَّهُ نَهْرٌ وَعَدَنِيهِ رَبِّى عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ خَيْرٌ كَثِيرٌ هُوَ حَوْضٌ تَرِدُ عَلَيْهِ أُمَّتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ آنِيَتُهُ عَدَدُ النُّجُومِ فَيُخْتَلَجُ الْعَبْدُ مِنْهُمْ فَأَقُولُ رَبِّ إِنَّهُ مِنْ أُمَّتِى. فَيَقُولُ مَا تَدْرِى مَا أَحْدَثَتْ بَعْدَكَ
“Al Kautsar adalah sungai yang dijanjikan oleh Rabbku ‘azza wa jalla. Sungai tersebut memiliki kebaikan yang banyak. Ia adalah telaga yang nanti akan didatangi oleh umatku pada hari kiamat nanti. Bejana (gelas) di telaga tersebut sejumlah bintang di langit. Namun ada dari sebagian hamba yang tidak bisa minum dari telaga tersebut. Allah berfirman: Tidakkah engkau tahu bahwa mereka telah berbuat bid’ah sesudahmu.” (HR. Muslim no. 400).
Ibnul Jauzi merinci ada enam pendapat mengenai makna Al Kautsar: (1) Al Kautsar adalah sungai di surga, (2) Al Kautsar adalah kebaikan yang banyak yang diberikan pada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian pendapat Ibnu ‘Abbas, (3) Al Kautsar adalah ilmu dan Al Qur’an. Demikian pendapat Al Hasan Al Bashri, (4) Al Kautsar adalah nubuwwah (kenabian), sebagaimana pendapat ‘Ikrimah, (5) Al Kautsar adalah telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang banyak manusia mendatanginya. Demikian kata ‘Atha’, (6) Al Kautsar adalah begitu banyak pengikut dan umat. Demikian kata Abu Bakr bin ‘Iyasy.[7]
Syaikh Abu Usamah Salim bin Id Al-Hilali merangkum perbedaan pendapat para ulama dalam menafsirkan kata ‘al-Kautsar’ sebagai berikut: (1) Sungai di surga, (2) Telaga Nabi di Mahsyar, (3) Kenabian dan kitab suci, (4) Al Qur`an, (5) Islam, (6) Kemudahan memahami Al Qur`an dan aturan syariat, (7) Banyaknya sahabat, ummat dan kelompok-kelompok pembela, (8) Pengutamaan Nabi diatas orang lain, (9) Meninggikan sebutan Nabi, (10) Sebuah cahaya dihatimu mengantarkanmu kepada-Ku, dan menghalangimu dari selain-Ku, (11) Syafaat, (12) Mukjizat-mukjizat Allah yang menjadi sebab orang-orang meraih hidayah melalui dakwahmu, (13) Tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah, Muhammad adalah utusan Allah, (14) Memahami agama, (15) Shalat lima waktu, (16) Perkara yang agung, (17) Kebaikan yang merata yang Allah berikan kepada beliau.
Namun, seperti sudah disebutkan sebelumnya, jumhur berpendapat bahwa makna ‘al-kautsar’ adalah sungai milik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di surga. Diantara para ulama yang menguatkan hal ini diantaranya adalah At-Thabari, Al-Qurthubi, dan As-Syaukani. Penguatan terhadap pendapat ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah menjelaskannya sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas.
Adapun penjelasan Ibnu Abbas yang menyebutkan bahwa makna ‘al-kautsar’ adalah limpahan kebaikan yang banyak yang diberikan Allah kepada Rasulullah, tidaklah bertentangan dengan nash di atas. Hal ini dijelaskan oleh riwayat berikut ini.
عن أَبِي بِشْرٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ قَالَ فِي الْكَوْثَرِ هُوَ الْخَيْرُ الَّذِي أَعْطَاهُ اللَّهُ إِيَّاهُ قَالَ أَبُو بِشْرٍ قُلْتُ لِسَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ فَإِنَّ النَّاسَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُ نَهَرٌ فِي الْجَنَّةِ فَقَالَ سَعِيدٌ النَّهَرُ الَّذِي فِي الْجَنَّةِ مِنْ الْخَيْرِ الَّذِي أَعْطَاهُ اللَّهُ إِيَّاهُ
Dari Abi Basyar dari Said bin Jubair dari Ibnu Abbas sesungguhnya dia berkata tentang Al Kautsar, Ia adalah limpahan kebaikan yang Allah berikan kepada Rasulullah. Abu Bisyr berkata kepada Said bin Jubair “Sesungguhnya orang-orang menyangkanya sungai di surga”. Maka Said berkata, ”Sungai di surga merupakan bagian dari kebaikan yang Allah berikan kepada Rasulullah” (HR Bukhari [8/731 – Fathul Bari], kitab at-tafsir bab surat Inna A’thainaakal Kautsar)[8]
Tadabbur Ayat 2
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berqurbanlah.”
Yang dimaksud: Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berqurbanlah, adalah jadikanlah shalatmu hanya karena Allah dan jangan ada niatan untuk yang selain-Nya. Begitu pula jadikanlah hasil sembelihan unta ikhlas karena Allah. Jangan seperti yang dilakukan oleh orang-orang musyrik di mana mereka melakukan sujud kepada selain Allah dan melakukan penyembelihan atas nama selain Allah. Bahkan seharusnya shalatlah karena Allah dan lakukanlah sembelihan atas nama Allah. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadahku (sembelihanku), hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (QS. Al An’am: 162-163)
Qotadah berpendapat bahwa yang dimaksud shalat di sini adalah shalat Idul ‘Adha. Adapun maksud ‘nahr’ adalah penyembelihan pada hari Idul Adha sebagaimana pendapat Ibnu ‘Abbas, ‘Atha’, Mujahid dan jumhur (mayoritas ulama).[9]
Syaikh Al-Maraghi mengatakan, ayat ini adalah perintah Allah Ta’ala kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar beliau bersyukur atas berita gembira yang disampaikan kepadanya.[10]
Syaikh As-Sa’di mengatakan, Allah mengkhususkan penyebutan dua ibadah ini—yakni shalat dan qurban—karena keduanya merupakan ibadah yang paling utama dan bentuk taqarrub kepada Allah yang paling agung; karena shalat itu mencakup ketundukan hati dan anggota badan kepada Allah dan direalisasikan ke dalam bentuk peribadatan. Sedangkan penyembelihan hewan kurban merupakan salah satu bentuk pendekatan diri kepada Allah dengan sesuatu yang paling utama yang dimiliki seorang hamba dalam bentuk pengorbanan. Dengan berkurban, berarti ia telah mengeluarkan harta yang paling dicintai oleh jiwa yang biasanya ia kikir untuk mengeluarkannya.[11]
Tadabbur Ayat 3
Syaikh Al-maraghi berkata bahwa nikmat paling sempurna yang dianugerahkan kepada beliau adalah dikalahkan-Nya musuh-musuh kemudian dihinakan-Nya mereka. Untuk itu Allah berfirman:
إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
“Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus”[12]
Ibnul Jauzi mengatakan bahwa yang dimaksud ‘abtar’ adalah terputus dari kebaikan (Zaadul Masiir, 9: 251). ‘Ikrimah berkata bahwa yang dimaksud ‘abtar’ adalah bersendirian. As Sudi mengatakan bahwa dahulu jika ada seseorang yang anak laki-lakinya meninggal dunia, maka disebut abtar (batar). Ketika anak laki-laki Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia, orang-orang Quraisy mengatakan, “Bataro Muhammad (Muhammad terputus).” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14: 483)[13]
Sesungguhnya orang yang benci terhadap Nabi, ia akan terputus penyebutannya dan tidak akan mendapat kebaikan dunia dan akhirat. Akan halnya engkau wahai Muhammad, akan ada generasi yang melanjutkan. Pengaruhmu tetap ada, dan jejak-jejak keutamaanmu akan tetap menjadi panutan sampai hari kiamat.
Orang-orang yang membenci Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, pada dasarnya tidak membenci pribadi beliau. Sebab, beliau memang orang yang disenangi di kalangan mereka. Namun, kebencian mereka itu disebabkan hidayah dan hikmah yang datang kepada beliau. Disamping itu, karena Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyalahkan cara berpikir dan ibadah mereka, di samping mengajak untuk meninggalkan kebiasaa-kebiasaan yang sudah mengakar di kalangan mereka.
Dan ternyata, Allah benar-benar telah membuktikan bahwa orang-orang yang membenci ajaran Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam semasa hidupnya selalu mendapatkan kehinaan dan kerugian. Selanjutnya mereka hanya tinggal mempunyai nama jelek.
Akan halnya Nabi dan orang-orang yang mengikuti petunjuk Allah, maka Allah mengangkat derajat mereka lebih tinggi dibanding lainnya. Dan kalimat yang mereka ucapkan merupakan kalimat yang paling luhur.
Al-Hasan mengatakan, “Kaum musyrik merasa yakin bahwa upaya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam itu adalah sia-sia. Dengan kata lain, tujuannya tidak akan tercapai. Kemudian Allah menjelaskan bahwa yang sia-sia itu sebenarnya upaya (yang dilakukan, red.) musuh-musuh Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam .” [14]
Wallahu A’lam.
Maraji’:
Al-Kautsar dan Kenikmatan yang Banyak, Muhammad Abduh Tuasikal, www.rumaysho.com
Terjemah Lubaabut Tafsir Min Ibni Katsir, hal. 375, Pustaka Imam Syafi’i, Jakarta.
Terjemah At-Tafsir Al-Muyassar, hal. 668, Aidh Al-Qarni, Qisthi Press, Jakarta.
Tafsir Surat Al-Kautsar, Syaikh Abu Usamah Salim Id Al-Hilali, www.almanhaj.or.id
Terjemah Tafsir Al-Maraghi, jilid 30, CV. Toha Putra Semarang
Terjemah Tafsir Juz Amma, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, Al-Qawwam Publishing
Catatan Kaki:
[1] Lihat: Zaadul Masiir, 9: 247, dikutip dari Al-Kautsar dan Kenikmatan yang Banyak, Muhammad Abduh Tuasikal, www.rumaysho.com
[2] Lihat: Terjemah Lubaabut Tafsir Min Ibni Katsir, hal. 375, Pustaka Imam Syafi’i, Jakarta.
[3] Lihat: Ibid.
[4] Yakni: إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
[5] Lihat: Ibid.
[6] Terjemah At-Tafsir Al-Muyassar, hal. 668, Aidh Al-Qarni, Qisthi Press, Jakarta.
[7] Lihat: Zaadul Masiir, 9: 247-249, dikutip dari Al-Kautsar dan Kenikmatan yang Banyak, Muhammad Abduh Tuasikal, www.rumaysho.com
[8] Lihat: Tafsir Surat Al-Kautsar, Syaikh Abu Usamah Salim bin Id Al-Hilali, di www.al-manhaj.or.id, diangkat dari Khulashatul Atsari Fi Ta’wili Qaulihi Ta’ala Inna A’thainaakal Kautsar dari Majalah Al-Ashalah Th. V edisi 29, 15 Sya’ban 1421H. Diterjemahkan oleh Suhaib Singapuri hafidzahullah.
[9] Dikutip oleh Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal dalam Al-Kautsar dan Kenikmatan yang Banyak dari kitab Zaadul Masiir, 9: 249.
[10] Terjemah Tafsir Al-Maraghi, jilid 30, hal. 425
[11] Terjemah Tafsir Juz Amma, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, hal. 190.
[12] Terjemah Tafsir Al-Maraghy, hal. 425
[13] Dikutip dari Al-Kautsar dan Kenikmatan yang Banyak, Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal.
[14] Lihat: Terjemah Tafsir Al-Maraghy, hal. 426.