Aktivitas Ekonomi adalah Amal Fi Sabilillah (di Jalan Allah)
Islam menghargai aktivitas ekonomi. Bahkan menyebutnya sebagai bagian dari amal fi sabilillah, seperti diungkapkan dalam hadits berikut ini,
عَنْ كَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ قَالَ: مَرَّ عَلَى النَّبِيِّ ص رَجُلٌ فَرَأَى اَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ ص مِنْ جَلَدِهِ وَ نَشَاطِهِ، فَقَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ لَوْ كَانَ هذَا فِى سَبِيْلِ اللهِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى وَلَدِهِ صِغَارًا فَهُوَ فِى سَبِيْلِ اللهِ، وَ اِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى اَبَوَيْنِ شَيْخَيْنِ كَبِيْرَيْنِ، فَهُوَ فِى سَبِيْلِ اللهِ، وَ اِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى نَفْسِهِ يُعِفُّهَا فَهُوَ فِى سَبِيْلِ اللهِ، وَ اِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى رِيَاءً وَ مُفَاخَرَةً فَهُوَ فِى سَبِيْلِ الشَّيْطَانِ.
Dari Ka’ab bin ‘Ujrah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Ada seorang laki-laki lewat di hadapan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, maka para shahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam melihat kuat dan sigapnya orang tersebut. Lalu para shahabat bertanya, ‘Ya Rasulullah, alangkah baiknya seandainya orang ini ikut (berjuang) fi sabilillah (di jalan Allah)’. Lalu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Jika ia keluar untuk bekerja mencarikan kebutuhan anaknya yang masih kecil, maka ia fi sabilillah. Jika ia keluar bekerja untuk mencarikan kebutuhan kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia maka ia fi sabilillah. Jika ia keluar untuk bekerja mencari kebutuhannya sendiri agar terjaga kehormatannya, maka ia fi sabilillah. Tetapi jika ia keluar untuk bekerja karena riya’ (pamer) dan kesombongan maka ia di jalan syaithan’”. (HR. Thabrani).
Rambu-rambu dalam Beraktivitas Ekonomi
Niat yang lurus dan tidak melalaikan dari peribadahan
Islam menetapkan pedoman bahwa berekonomi adalah amalan mulia jika diiringi dengan niat yang lurus dan tidak menyebabkan lalai dari peribadahan kepada Allah Ta’ala,
رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ۙ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَار
“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka takut pada hari (pembalasan) yang (pada saat itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.” (QS. An-Nur, 24:37).
Islam menghendaki keseimbangan dan sikap proporsional. Allah Ta’ala juga memerintahkan aktivitas ekonomi ini dapat berjalan sebagaimana mestinya dan tidak menghendaki manusia menghabiskan waktu hanya untuk ibadah ritual.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak- banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah, 62: 9-10)
Menjaga integritas diri
Islam mengharamkan kolusi dan korupsi serta sikap curang dan tamak dalam berekonomi.
Allah ta’ala berfirman,
وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ
“Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang), (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi.” (QS. Al-Muthaffifin, 83: 1-3)
Menjauhi riba
Tidak dibenarkan pula aktivitas ekonomi tersebut mengandung unsur riba. Allah Ta’ala berfirman,
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Dan Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba”. (QS. Al-Baqarah, 2: 275).
Memperhatikan pemerataan harta
Salah satu prinsip manhaj Islam berkaitan dengan ekonomi yang tidak boleh dilupakan adalah prinsip bergulirnya harta secara merata. Hal ini disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,
كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ
“Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian.” (QS. Al-Hasyr, 59: 7).
Islam menghendaki agar harta tidak beredar diantara orang-orang kaya saja, artinya diperlukan adanya pemerataan harta dalam kegiatan distribusi. Jadi harta itu bukan milik pribadi sepenuhnya, akan tetapi di dalam sebagian harta kita itu ada hak milik orang muslim lainnya yang tidak mampu.
Islam menekankan perlunya membagi kekayaan kepada masyarakat melalui kewajiban membayar zakat, mengeluarkan infaq, serta adanya hukum waris, dan wasiat serta hibah. Aturan ini diberlakukan agar tidak terjadi konsentrasi harta pada sebagian kecil golongan saja. Hal ini berarti pula agar tidak terjadi monopoli dan mendukung distribusi kekayaan serta memberikan latihan moral tentang pembelanjaan harta secara benar.
______________________________
Yuk dukung kami menebar hidayah ISLAM!
Salurkan donasi Anda ke:
Forum Dakwah dan Tarbiyah Islamiyah (Nomor AHU – 0065906.AH.01.07.TAHUN 2016)
Rekening:
✓ BJB 0080632411100 an. Forum Dakwah dan Tarbiyah Islamiyah
✓ Muamalat 1010075679 an. Peni Rusmustikawati
✓ BSI 7106355562 an. Muhamad Indra Kurniawan
✓ BCA 2800613844 an. Muhamad Indra Kurniawan
Konfirmasi transfer: WhatsApp 0818227006