(Islam Agama yang Benar)
Dinul Islam adalah agama yang benar (dinul haq) yang diturunkan dari Allah, Tuhan yang sebenarnya,
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
“Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dia-lah yang hak dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah itulah yang batil; dan sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Luqman, 31: 30)
Dialah Allah Sang Pencipta (al-khaliq),
الَّذِي خَلَقَ فَسَوَّى وَالَّذِي قَدَّرَ فَهَدَى
“…yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya), dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk.” (QS. Al-A’la, 87: 2-3)
Dinul Islam diturunkan dari Allah Al-‘Alim; Yang Maha Mengetahui, Yang Paling Tahu, Yang Paling Mengerti, Yang Paling Memahami tentang hakikat segala apa yang ada di alam semesta raya ini, yang ghaib maupun yang nyata.
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ
“Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hasyr, 59: 22)
Ilmu Allah Ta’ala amat luas, tidak terjangkau oleh akal dan pikiran manusia yang sangat terbatas. Dia berfirman,
وَلَوْ أَنَّمَا فِي الْأَرْضِ مِنْ شَجَرَةٍ أَقْلَامٌ وَالْبَحْرُ يَمُدُّهُ مِنْ بَعْدِهِ سَبْعَةُ أَبْحُرٍ مَا نَفِدَتْ كَلِمَاتُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena, dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya dituliskan kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Luqman, 31: 27)
Pengetahuan Allah Ta’ala tentang makhluk-Nya sangat dalam dan detail, semuanya tercatat di Lauhul Mahfudz,
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” (QS. Al-An’am, 6: 59)
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
كَانَ اللَّهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ قَبْلَهُ، وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى المَاءِ، ثُمَّ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ، وَكَتَبَ فِي الذِّكْرِ كُلَّ شَيْءٍ
“Dahulu hanya ada Allah dan tidak ada sesuatu apa pun sebelum-Nya, dan ‘arsy-Nya di atas air, kemudian Dia menciptakan langit dan bumi, dan Dia menulis segala sesuatu dalam adz-dzikr (al-lauhul mahfuzh).” (HR. Al-Bukhari dari ‘Imron bin Hushain radhiyallahu’anhu).
Dinul Islam turun dari Allah Al-Hakim; Yang Maha Bijaksana,
إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيمُ الْعَلِيمُ
“Sesungguhnya Dialah Allah Yang Hakim (Maha Bijaksana) lagi ‘Alim (Maha Mengetahui).” (QS. Adz-Dzariyat, 51:30).
Dialah yang berhak menentukan segala ketetapan kepada makhluk-makhluk-Nya -baik ketetapan yang bersifat kauni maupun yang bersifat syar’i– dan ketetapan-Nya itu pastilah benar, karena dialah Al-Haq (Maha Benar).
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata : “Karena sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Benar, ucapan-Nya benar, dan agama-Nya benar. Kebenaran merupakan sifat-Nya. Kebenaran adalah sifat-Nya dan milik-Nya.”[1]
Maka dinul Islam adalah dinullah (agama Allah), satu-satunya agama yang diridhai di sisi Allah Ta’ala,
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran, 3: 19)
Al-Islam adalah agama yang benar (dinul haq) yang menjadi al-huda (petunjuk) bagi seluruh umat manusia. Allah Ta’ala berfirman,
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
“Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci.” (QS. As-Shaff, 61: 9)
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا
“Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.” (QS. Al-Fath, 48 : 28)
*****
Sedangkan ajaran non Islam (musyrik) berasal dari selain Allah (ghairullah), yakni berasal dari pikiran makhluk (al-makhluq).
Ajakan penyembahan kepada makhluk -tuhan-tuhan selain Allah- sebagaimana sudah dijelaskan di pembahasan-pembahasan sebelumnya, hanyalah berdasarkan pikiran dan hawa nafsu belaka. Allah Ta’ala mengecam ajaran menyimpang seperti itu.
وَاتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آلِهَةً لَا يَخْلُقُونَ شَيْئًا وَهُمْ يُخْلَقُونَ وَلَا يَمْلِكُونَ لِأَنْفُسِهِمْ ضَرًّا وَلَا نَفْعًا وَلَا يَمْلِكُونَ مَوْتًا وَلَا حَيَاةً وَلَا نُشُورًا
“Kemudian mereka mengambil tuhan-tuhan selain daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak menciptakan apapun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) suatu kemanfaatanpun dan (juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan.” (QS. Al-Furqan, 25: 3)
Ajaran agama yang berasal dari makhluk, yakni ajaran yang berdasarkan pikiran dan hawa nafsu, harus kita jauhi, karena hakikatnya makhluk itu adalah al-jahil (bodoh/tidak mengetahui). Apa yang digali dan dihasilkannya melalui akal pikiran, hakikatnya hanyalah ad-dzhan (perkiraan yang tidak pasti).
وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلَّا ظَنًّا إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ
“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (QS. Yunus, 10: 36)
Oleh karena itu ajaran yang berasal dari makhluk sama sekali tidak dapat dijadikan pegangan dan bersifat batil (tidak dapat diterima).
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
“Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dia-lah yang hak dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah itulah yang batil; dan sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Luqman, 31: 30)
Ajaran dan ketetapan dari makhluk hanyalah akan menjadi dinul malik (hukum raja) yang diterapkan tanpa petunjuk yang benar. Seyogyanya sebagai seorang muslim untuk meninggalkan dinul bathil (agama/ajaran yang tidak sah) ini.
Ungkapan dinul malik disebutkan dalam firman Allah Ta’ala berikut ini,
مَا كَانَ لِيَأْخُذَ أَخَاهُ فِي دِينِ الْمَلِكِ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ
“…dia tidak dapat menghukum saudaranya menurut undang-undang raja, kecuali Allah menghendakinya….” (QS. Yusuf, 12 : 76)
Ustadz Sayyid Quthub berkata ketika beliau menafsirkan ayat 76 surat Yusuf tersebut, “Sesungguhnya nash ayat ini memberi batasan yang sangat mendetail tentang makna dien, bahwa makna kalimat ‘dienul malik’ dalam ayat ini berarti peraturan dan syari’at malik (raja). Al-Quran mengungkapkan bahwa peraturan dan syari’at adalah dien, maka barangsiapa yang berada pada syari’at dan peraturan Allah berarti ia berada dalam dien Allah. Sebaliknya, barangsiapa berada pada peraturan seseorang dan undang-undang seorang raja berarti ia berada dalam dien raja tersebut.”[2]
Mereka yang berpegang kepada ajaran selain Islam, berarti telah terjerumus ke dalam al-jahiliyyah. Yakni sebuah kondisi dilingkupi oleh kebodohan terhadap kebenaran; tidak mengenal Allah Ta’ala dengan sebenarnya dan tidak mengenal agama yang benar. Maka jadilah mereka orang-orang yang ditimpa ad-dhalal (kesesatan).
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raf, 7: 179)
Akibat dari kesesatan dan penyelewengan yang jauh sekali dari petunjuk Allah Ta’ala, maka mereka akan merasakan kerugian yang sangat besar. Di akhirat kelak, amal kebaikan mereka di dunia akan menjadi sia-sia bagaikan abu yang ditiup angin kencang, hilang tanpa kesan.
مَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ أَعْمَالُهُمْ كَرَمَادٍ اشْتَدَّتْ بِهِ الرِّيحُ فِي يَوْمٍ عَاصِفٍ لَا يَقْدِرُونَ مِمَّا كَسَبُوا عَلَى شَيْءٍ ذَلِكَ هُوَ الضَّلَالُ الْبَعِيدُ
“Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” (QS. Ibrahim, 14: 18)
Wallahu a’lam.
[1] Madarijus Salikin, 2/333
[2] Tafsir Fi Dzilalil Quran, juz 4, hal 20 – 21
3 comments
Jazaakallah khair,
Alhamdulillah.. Syukron Katsir.. ..