Pertama, meninggalkan salah satu syarat shalat, atau rukunnya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ الْمَسْجِدَ ، فَدَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى ، فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَرَدَّ ، وَقَالَ : ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ (رواه الشيخان
Abu Hurairah ra. ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk masjid. Lalu ada seorang lelaki masuk dan melakukan shalat. Setelah selesai ia datang dan memberi salam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau menjawab salamnya lalu bersabda: ‘Kembalilah dan shalatlah, karena sesungguhnya kamu belum shalat.’” (HR Bukhari Muslim).
Kedua, makan minum dengan sengaja meskipun sedikit. Sedang jika terjadi karena lupa, atau tidak tahu, atau ada selilit di antara gigi yang ditelan, maka itu tidak membatalkan menurut madzhab Syafi’i dan Hanbali.
Ketiga, sengaja berbicara di luar bacaan shalat. Sedang jika dilakukan karena tidak tahu hukumnya, atau lupa maka tidak membatalkan shalat, seperti dalam hadits Muawiyah bin Al Hakam As Salamiy (lihat kembali pembahasan sebelumnya mengenai bersin di dalam shalat).
Juga berdasarkan hadits,
عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ كُنَّا نَتَكَلَّمُ فِي الصَّلَاةِ يُكَلِّمُ الرَّجُلُ صَاحِبَهُ وَهُوَ إِلَى جَنْبِهِ فِي الصَّلَاةِ حَتَّى نَزَلَتْ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ فَأُمِرْنَا بِالسُّكُوتِ (وَنُهِينَا عَنْ الْكَلَامِ
Dari Zaid bin Arqam, dia berkata: “Dahulu kami berbicara di dalam shalat. Seseorang berbicara kepada kawannya yang ada di sampingnya di dalam shalat, sehingga turun (ayat, Red): ‘Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’ (Al Baqarah:238, Red). (Kemudian kami diperintahkan diam dan dilarang berbicara).” (HR Bukhari, no. 1.200; Nasa’i (3/18); tambahan dalam kurung riwayat Muslim, no. 539; Tirmidzi, no. 4003; Abu Dawud, no. 936).
Keempat, banyak bergerak dengan sengaja atau lupa di luar gerakan shalat. Tetapi jika terpaksa seperti menolang orang dalam bahaya, menyelamatkan orang yang hendak tenggelam, ia wajib menghentikan shalatnya.
Kelima, tertawa dan terbahak-bahak keduanya membatalkan shalat.
Ibnul Mundzir menukilkan ijma’ ulama tentang batalnya shalat yang disebabkan oleh tertawa (Al Ijma’, 40). Abu Malik Kamal bin As Sayyid Salim berkata: “…… karena tertawa lebih buruk dari berbicara, karena hal itu disertai dengan meremehkan dan mempermainkan shalat. Dan telah datang beberapa riwayat dari para sahabat yang menunjukkan batalnya shalat yang disebabkan oleh tertawa.”
Tertawa adalah yang terdengar oleh orang yang melakukannya, sedang terbahak-bahak adalah yang terdengar orang lain. Sedang tersenyum tidak membatalkan.
Keenam, salah bacaan dalam shalat yang merubah makna dengan perubahan yang keji, atau kalimat kufur.
Ketujuh, makmum yang ketinggalan dua rukun fi’liyah dengan sengaja tanpa sebab, atau mendahuluinya dengan dua rukun fi’liyah menurut madzhab Syafi’i meskipun ada sebab. Seperti jika imam membaca dengan cepat sehingga makmum di belakangnya ketinggalan asal tidak lebih dari tiga rukun dimaksud.
Kedelapan, mengingatkan bacaan bukan imamnya.