RISALAH
  • Ta’aruf
    • RISALAH.ID
    • FDTI
    • Syarah Rasmul Bayan
    • Kontak Kami
  • Materi Tarbiyah
    • Ushulul Islam (T1)
    • Ushulud Da’wah (T2)
    • Kurikulum FDTI
      • Kelas 1
        • Mentoring
        • Penugasan
        • Majelis Rohani
        • Bina Wawasan
        • Kultum
        • Seminar
        • Taushiyah Pembina
      • Kelas 2
        • Mentoring
        • Penugasan
        • Majelis Rohani
        • Bina Wawasan
        • Seminar
      • Kelas 3
        • Mentoring
        • Penugasan
        • Majelis Rohani
        • Seminar
        • Diskusi Wawasan Islam
      • Kelas 4
        • Mentoring
        • Majelis Rohani
        • Seminar
        • Diskusi Wawasan Islam
    • Akademi Tarbiyah Islamiyah
      • Materi Taklim
      • Materi Majelis Rohani
      • Materi Bina Wawasan
      • Materi Nadwah
    • Al-Arba’un An-Nawawiyah
  • Download
    • Buku Materi
    • Buku dan Materi Presentasi Bahasa Arab
      • Durusul Lughah Al-Arabiyah
      • PowerPoint Durusul Lughah Al-Arabiyah
    • Majalah
    • Power Point Materi Taklim
  • Donasi
Kategori
  • Akhbar Dauliyah (713)
  • Akhlak (65)
  • Al-Qur'an (50)
  • Aqidah (134)
  • Dakwah (26)
  • Fikrah (1)
  • Fikrul Islami (40)
  • Fiqih (120)
  • Fiqih Dakwah (68)
  • Gerakan Pembaharu (22)
  • Hadits (93)
  • Ibadah (12)
  • Kabar Umat (329)
  • Kaifa Ihtadaitu (6)
  • Keakhwatan (5)
  • Kisah Nabi (10)
  • Kisah Sahabat (3)
  • Masyarakat Muslim (13)
  • Materi Khutbah dan Ceramah (76)
  • Musthalah Hadits (3)
  • Rumah Tangga Muslim (6)
  • Sejarah Islam (159)
  • Senyum (2)
  • Taujihat (25)
  • Tazkiyah (42)
  • Tokoh Islam (14)
  • Ulumul Qur'an (7)
  • Wasathiyah (60)
0
2K
RISALAH
Subscribe
RISALAH
  • Ta’aruf
    • RISALAH.ID
    • FDTI
    • Syarah Rasmul Bayan
    • Kontak Kami
  • Materi Tarbiyah
    • Ushulul Islam (T1)
    • Ushulud Da’wah (T2)
    • Kurikulum FDTI
      • Kelas 1
        • Mentoring
        • Penugasan
        • Majelis Rohani
        • Bina Wawasan
        • Kultum
        • Seminar
        • Taushiyah Pembina
      • Kelas 2
        • Mentoring
        • Penugasan
        • Majelis Rohani
        • Bina Wawasan
        • Seminar
      • Kelas 3
        • Mentoring
        • Penugasan
        • Majelis Rohani
        • Seminar
        • Diskusi Wawasan Islam
      • Kelas 4
        • Mentoring
        • Majelis Rohani
        • Seminar
        • Diskusi Wawasan Islam
    • Akademi Tarbiyah Islamiyah
      • Materi Taklim
      • Materi Majelis Rohani
      • Materi Bina Wawasan
      • Materi Nadwah
    • Al-Arba’un An-Nawawiyah
  • Download
    • Buku Materi
    • Buku dan Materi Presentasi Bahasa Arab
      • Durusul Lughah Al-Arabiyah
      • PowerPoint Durusul Lughah Al-Arabiyah
    • Majalah
    • Power Point Materi Taklim
  • Donasi
  • Fiqih

Hukum Air

  • 24-01-2018
water

Macam – Macam Air

Pertama: Air Muthlaq, seperti air hujan, air sungai, air laut, hukumnya suci dan mensucikan. Air ini adalah setiap air yang keluar dari dalam bumi maupun turun dari langit. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا

“Dan Kami turunkan dari langit air yang suci.” (QS. Al Furqon: 48)

Yang juga termasuk air muthlaq adalah  air salju, embun, dan air sumur kecuali jika air-air tersebut berubah karena begitu lama dibiarkan atau karena bercampur dengan benda yang suci sehingga air tersebut tidak disebut lagi air muthlaq.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai air laut, beliau pun menjawab,

هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ

“Air laut tersebut thohur (suci lagi mensucikan), bahkan bangkainya pun halal.” (HR. Tirmidzi, Abu Daud dan An Nasa’i)

Kedua: Air Musta’mal: yaitu air yang lepas dari anggota tubuh orng yang sedang berwudhu atau mandi, dan tidak mengenai benda najis, hukumnya suci seperti yang disepakati para ulama, dan tidak mensucikan menurut jumhurul ulama.

Namun pendapat yang lebih kuat, air musta’mal termasuk air muthohhir (mensucikan, berarti bisa digunakan untuk berwudhu dan mandi) selama ia tidak keluar dari nama air muthlaq atau tidak menjadi najis disebabkan tercampur dengan sesuatu yang najis sehingga merubah bau, rasa atau warnanya. Inilah pendapat yang dianut oleh ‘Ali bin Abi Tholib, Ibnu ‘Umar, Abu Umamah, sekelompok ulama salaf, pendapat yang masyhur dari Malikiyah, merupakan salah satu pendapat dari Imam Asy Syafi’i dan Imam Ahmad, pendapat Ibnu Hazm, Ibnul Mundzir dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. (Lihat  Shahih Fiqh Sunnah, 1/104).

Dalil-dalil yang menguatkan pendapat bahwa air musta’mal masih termasuk air yang suci:

  • Dari Abu Hudzaifah, beliau berkata,

خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – بِالْهَاجِرَةِ ، فَأُتِىَ بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ ، فَجَعَلَ النَّاسُ يَأْخُذُونَ مِنْ فَضْلِ وَضُوئِهِ فَيَتَمَسَّحُونَ بِهِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar bersama kami di al Hajiroh, lalu beliau didatangkan air wudhu untuk berwudhu. Kemudian para sahabat mengambil bekas air wudhu beliau. Mereka pun menggunakannya untuk mengusap.” (HR. Bukhari no. 187.)

Ibnu Hajar Al ‘Asqalani mengatakan, “Hadits ini bisa dipahami bahwa air bekas wudhu tadi adalah air yang mengalir dari anggota wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga ini adalah dalil yang sangat-sangat jelas bahwa air musta’mal adalah air yang suci.” (Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 1/295, Darul Ma’rifah, Beirut)

  • Dari Miswar, ia mengatakan,

وَإِذَا تَوَضَّأَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – كَادُوا يَقْتَتِلُونَ عَلَى وَضُوئِهِ

“Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu, mereka (para sahabat) hampir-hampir saling membunuh (karena memperebutkan) bekas wudhu beliau.” (HR. Bukhari no. 189)

Air yang diceritakan dalam hadits-hadits di atas digunakan kembali untuk bertabaruk (diambil berkahnya). Jika air musta’mal itu najis, lantas kenapa digunakan? Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Hadits-hadits ini adalah bantahan kepada orang-orang yang menganggap bahwa air musta’mal itu najis. Bagaimana mungkin air najis digunakan untuk diambil berkahnya?” (Fathul Bari, 1/296.)

  • Dari Ar Rubayyi’, ia mengatakan,

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- مَسَحَ بِرَأْسِهِ مِنْ فَضْلِ مَاءٍ كَانَ فِى يَدِهِ.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengusap kepalanya dengan bekas air wudhu yang berada di tangannya.” (HR. Abu Daud no. 130).

  • Dari Jabir, beliau mengatakan,

جَاءَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَعُودُنِى ، وَأَنَا مَرِيضٌ لاَ أَعْقِلُ ، فَتَوَضَّأَ وَصَبَّ عَلَىَّ مِنْ وَضُوئِهِ ، فَعَقَلْتُ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjengukku ketika aku sakit dan tidak sadarkan diri. Beliau kemudian berwudhu dan bekas wudhunya beliau usap padaku. Kemudian aku pun tersadar.” (HR. Bukhari no. 194)

  • Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, beliau mengatakan,

كَانَ الرِّجَالُ وَالنِّسَاءُ يَتَوَضَّئُونَ فِى زَمَانِ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – جَمِيعًا

“Dulu di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam laki-laki dan perempuan, mereka semua pernah menggunakan bekas wudhu mereka satu sama lain.” (HR. Bukhari no. 193).

  • Dari Ibnu ‘Abbas, ia menceritakan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَغْتَسِلُ بِفَضْلِ مَيْمُونَةَ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mandi dari bekas mandinya Maimunah.” (HR. Muslim no. 323).

Ibnul Mundzir mengatakan, “Berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama, air yang tersisa pada anggota  badan orang yang berwudhu dan orang yang mandi atau yang melekat pada bajunya adalah air yang suci. Oleh karenanya, hal ini menunjukkan bahwa air musta’mal adalah air yang suci. Jika air tersebut adalah air yang suci, maka tidak ada alasan untuk melarang menggunakan air tersebut untuk berwudhu tanpa ada alasan yang menyelisihinya.” (Al Awsath, Ibnul Mundzir, 1/254, Mawqi’ Jaami’ Al Hadits).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Begitu pula air musta’mal yang digunakan untuk mensucikan hadats tetap dianggap suci.” (Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 20/519, Darul Wafa’).

Sedangkan sebagian ulama semacam Imam Asy Syafi’i dalam salah satu pendapatnya, Imam Malik, Al Auza’i dan Imam Abu Hanifah serta murid-muridnya berpendapat tidak bolehnya berwudhu dengan air musta’mal. Hadits yang melarang menggunakan air bekas bersucinya wanita semisal hadits dari Al Hakam bin ‘Amr. Beliau berkata,

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى أَنْ يَتَوَضَّأَ الرَّجُلُ بِفَضْلِ طَهُورِ الْمَرْأَةِ.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang berwudhu dari air bekar bersucinya wanita.” (HR. Abu Daud no. 82)

Wallahu a’lam.

Ketiga: Air yang bercampur benda suci seperti sabun, dan cuka selama percampuran itu sedikit tidak merubah nama air, maka hukumnya masih suci mensucikan menurut madzhab Hanafi , dan tidak mensucikan menurut Imam Syafi’i dan Malik.

Keempat: Air yang terkena najis, jika merubah rasa, warna atau aromanya maka hukumnya najis tidak boleh dipakai bersuci menurut ijma’.

Dari Abu Umamah Al Bahiliy, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْمَاءَ لاَ يُنَجِّسُهُ شَىْءٌ إِلاَّ مَا غَلَبَ عَلَى رِيحِهِ وَطَعْمِهِ وَلَوْنِهِ

“Sesungguhnya air tidaklah dinajiskan oleh sesuatu pun selain yang mempengaruhi bau, rasa, dan warnanya.”

Tambahan “selain yang mempengaruhi bau, rasa, dan warnanya” adalah tambahan yang dha’if. Namun, An-Nawawi mengatakan, “Para ulama telah sepakat untuk berhukum dengan tambahan ini.”

Ibnul Mundzir mengatakan, “Para ulama telah sepakat bahwa air yang sedikit maupun banyak jika terkena najis dan berubah rasa, warna dan baunya, maka itu adalah air yang najis.”

Ibnul Mulaqqin mengatakan, “Tiga pengecualian dalam hadits Abu Umamah di atas tambahan yang dha’if (lemah). Yang menjadi hujah (argumen) pada saat ini adalah ijma’ (kesepakatan kaum muslimin) sebagaimana dikatakan oleh Asy Syafi’i, Al Baihaqi, dll.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Sesuatu yang telah disepakati oleh kaum muslimin, maka itu pasti terdapat nashnya (dalil tegasnya). Kami tidak mengetahui terdapat satu masalah yang telah mereka sepakati, namun tidak ada nashnya.” (Dinukil dari Tawdhihul Ahkam min Bulughil Marom, Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Ali Basam,  1/114, Darul Atsar).

Sedang jika tidak merubah salah satu sifatnya maka mensucikan menurut imam Malik, baik air itu banyak atau sedikit;

إِنَّ الْمَاءَ طَهُورٌ لاَ يُنَجِّسُهُ شَىْءٌ

“Sesungguhnya air itu suci, tidak ada yang dapat menajiskannya.” (HR. Tirmidzi, Abu Daud, An Nasa’i, Ahmad).

Abu Hanifah, Asy Syafi’i, Ahmad dan pengikut mereka menyatakan bahwa jika air kurang dari dua qullah, air tersebut menjadi najis dengan hanya sekedar kemasukan najis walaupun tidak berubah rasa, warna atau baunya.

Air dua qullah adalah air seukuran 500 rathl ‘Iraqi yang seukuran 90 mitsqal. Jika disetarakan dengan ukuran sha’, dua qullah sama dengan 93,75 sha’ (Lihat Tawdhihul Ahkam min Bulughil Marom, Syaikh Ali Basam, 1/116, Darul Atsar, cetakan pertama, 1425 H.)

Sedangkan 1 sha’ seukuran 2,5 atau 3 kg. Jika massa jenis air adalah 1 kg/liter dan 1 sha’ kira-kira seukuran 2,5 kg; berarti ukuran dua qullah adalah 93,75 x 2,5 = 234,375 liter. Jadi, ukuran air dua qullah adalah ukuran sekitar 200 liter. Gambaran riilnya adalah air yang terisi penuh pada bak yang berukuran 1 m x 1 m x 0,2 m.

Adapun hadits mengenai air dua qullah adalah sebagai berikut.

إِذَا بَلَغَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ الْخَبَثَ

“Jika air telah mencapai dua qullah, maka tidak mungkin dipengaruhi kotoran (najis).” (HR. Ad Daruquthni)

Dalam riwayat lain disebutkan,

إِذَا بَلَغَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يُنَجِّسْهُ شَىْءٌ

“Jika air telah mencapai dua qullah, maka tidak ada sesuatu pun yang menajiskannya.” (HR. Ibnu Majah” dan Ad Darimi)

Para ulama berselisih mengenai keshahihan hadits air dua qullah. Sebagian ulama menilai bahwa hadits tersebut mudhtharib (termasuk dalam golongan hadits dha’if/lemah) baik secara sanad maupun matan (isi hadits). Namun ulama hadits abad ini, yaitu Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah menyatakan bahwa hadits ini shahih.

Beliau rahimahullah mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Ad Darimi, Ath Thohawiy, Ad Daruquthniy, Al Hakim, Al Baihaqi, Ath Thayalisiy dengan sanad yang shahih. Hadits ini juga telah dishahihkan oleh Ath Thahawiy, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Al Hakim, Adz Dzahabiy, An Nawawiy dan Ibnu Hajar Al ‘Asqolaniy. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Mayoritas pakar hadits menyatakan bahwa hadits ini hasan dan berhujah dengan hadits ini. Mereka telah memberikan sanggahan kepada orang yang mencela (melemahkan) hadits ini.” (Disarikan dari Tawdhihul Ahkam min Bulughil Marom, 1/116)

Masalah As-Su’ru

As-Su’ru (sisa) yaitu air yang tersisa di tempat minum setelah diminum.

Pertama: Sisa anak Adam (manusia) hukumnya suci, meskipun ia seorang kafir, junub, atau haidh.

أُتِيَ عَلَيْهِ الصَّلاةُ وَالسَّلامُ بِلَبَنٍ فَشَرِبَ بَعْضَهُ وَنَاوَل الْبَاقِيَ أَعْرَابِيًّا كَانَ عَلَى يَمِينِهِ فَشَرِبَ ثُمَّ نَاوَلَهُ أَبَا بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَشَرِبَ وَقَال : الأْيْمَنَ فَالأْيْمَنَ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diberikan susu lalu beliau meminumnya sebagian lalu disodorkan sisanya itu kepada a’rabi (kafir) yang ada di sebelah kanannya dan dia meminumnya lalu disodorkan kepada Abu Bakar dan beliau pun meminumnya (dari wadah yang sama) lalu beliau berkata’Ke kanan dan ke kanan’. (HR. Bukhari)

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كُنْتُ أَشْرَبُ وَأَنَا حَائِضٌ ثُمَّ أُنَاوِلُهُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَضَعُ فَاهُ عَلَى مَوْضِعِ فِيَّ فَيَشْرَبُ وَأَتَعَرَّقُ الْعَرْقَ وَأَنَا حَائِضٌ ثُمَّ أُنَاوِلُهُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَضَعُ فَاهُ عَلَى مَوْضِعِ فِيَّ وَلَمْ يَذْكُرْ زُهَيْرٌ فَيَشْرَبُ

“Aku minum ketika aku sedang dalam keadaan haid, kemudian aku memberikannya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau meletakkan mulutnya pada tempat mulutku (ketika minum). Dan Zuhair tak menyebutkan, Lalu beliau minum.” (HR. Muslim No.453).

Kedua: Sisa kucing dan hewan yang halal dagingnya hukumya suci.

Hukum kucing itu sendiri berbeda-beda dalam pandangan ulama. Sebaigan ulama mengatakan najis dan sebagian ulama lainnya mengatakan tidak najis.

At-Thahawi mengatakan bahwa kucing itu najis karena dagingnya najis bagi kita. Dan karena itu pula maka ludahnya atau sisa minumnya pun hukumnya najis. Sebab dagingnya pun najis.

Namun meski demikian karena ada dalil yang secara khusus menyebutkan bahwa sisa minum kucing itu tidak najis maka ketentuan umum itu menjadi tidak berlaku yaitu ketentuan bahwa semua yang dagingnya najis maka ludahnya pun najis. Minimal khusus untuk kucing.

Dalil yang menyebutkan tidak najisnya ludah kucing itu adalah hadits berikut ini :

إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجِسٍ إَنَّهَا مِنَ الطَّوَّافِيْنَ عَلَيْكُمْ وَالطَّوَّافَاتِ

 “Kucing itu tidak najis sebab kucing itu termasuk yang berkeliaran di tengah kita”. (HR. Abu Daud, At-Tirmizy, An-Nasai, Ibnu Majah, Ahmad) .

Sedangkan Al-Kharkhi dan Abu Yusuf mengatakan bahwa su’ru kucing itu hukumnya makruh. Alasannya adalah bahwa kucing itu sering menelan atau memakan tikus yang tentu saja mengakibatkan su’runya saat itu menjadi najis.

Dalam hal ini Abu Hanifah juga sependapat bahwa kucing yang baru saja memakan tikus maka su’ru-nya najis. Sedangkan bila tidak langsung atau ada jeda waktu tertentu maka tidak najis.

  1. Sisa keledai, dan binatang buas, juga burung hukumnya suci menurut madzhab Hanafi.
  2. Sedangkan sisa anjing dan babi hukumnya najis menurut seluruh ulama.

 

Bersambung ke pembahasan selanjutnya:

  1. Najis dan Cara Membersihkannya
  2. Adab Buang Hajat
  3. Haidh, Nifas, dan Jinabat
  4. Penyebab Wajib Mandi
  5. Mandi Sunnah
  6. Tata Cara Mandi
  7. Fardhu dan Sunnah dalam Wudhu
  8. Hal-hal yang Membatalkan Wudhu
  9. Kapan Wajib dan Sunnah Berwudhu?
  10. Mengusap Al-Khuf, Al-Jaurab, dan Al-jabirah
  11. Tayammum
Total
0
Shares
Share 0
Tweet 0
Share 0
Share 0
Topik berkaitan
  • as-su'ru
  • hukum air
  • macam-macam air
admin

Previous Article
doa adalah senjata kami theislamicinformat dot com
  • Tokoh Islam

Mengenal Atha’ bin Abi Rabah

  • 24-01-2018
View Post
Next Article
shalat 2
  • Fiqih

Najis dan Cara Membersihkannya

  • 24-01-2018
View Post
Anda Mungkin Juga Menyukai
Yusuf Qaradawi
View Post
  • Fiqih
  • Ibadah

Masalah Keluarnya Wanita untuk Melaksanakan Shalat Tarawih

syuro e1586319486600
View Post
  • Fiqih
  • Wasathiyah

Fatwa Para Imam Ahlus Sunnah tentang Musyarakah (Berpartisipasi) dalam Pemerintahan Zhalim dan Non-Islami

Kitab kitab Hadits
View Post
  • Fiqih

Kritik Objektif Atau Sentimen Afiliasi?

muslimah
View Post
  • Fiqih

Adab-adab dan Sunnah Hari Raya Id

pexels konevi 2236674
View Post
  • Fiqih
  • Fikrah

Mendirikan Jamaah Dakwah?

9 muslim prayer low res
View Post
  • Fiqih
  • Hadits

Umur Umat Islam Tidak Sampai 1500 Tahun?

Ibn Baz Utsaimin
View Post
  • Fiqih

Fatwa Tentang Dakwah Parlemen

pemuda palestina
View Post
  • Fiqih

Jihad di Palestina Bukan Jihad Syar’i?

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Untuk Anda Para Pembina Umat!
Trending
  • WhatsApp Image 2025 05 17 at 18.54.54 1
    • Akhbar Dauliyah
    Hanya 5 pemimpin Arab yang hadir di KTT Baghdad
    • 17.05.25
  • Israel 22525 2
    • Akhbar Dauliyah
    Dua Staf Kedutaan Besar Israel di Washington Tewas dalam Sebuah Aksi Penembakan
    • 22.05.25
  • MSI Muzammil 3
    • Kabar Umat
    Duet Baru Pimpin PKS: Sohibul Iman dan Almuzzammil Yusuf Resmi Menjabat
    • 05.06.25
  • Presiden Sekjend Bendahara PKS 4
    • Kabar Umat
    PKS Tegaskan Komitmen Jadi Mitra Koalisi Pemerintahan Prabowo Subianto
    • 05.06.25
  • Minum 5
    • Akhlak
    Adab Minum Menurut Islam
    • 05.06.25
  • Jeremy Corbyn 6
    • Akhbar Dauliyah
    Jeremy Corbyn Ajukan RUU untuk Selidiki Dukungan Inggris terhadap Genosida Israel di Gaza
    • 05.06.25

Forum Dakwah & Tarbiyah Islamiyah adalah Perkumpulan yang didirikan untuk menggalakan kegiatan dakwah dan pembinaan kepada masyarakat secara jelas, utuh, dan menyeluruh.

Forum ini berupaya menyampaikan dakwah dan tarbiyah Islamiyah kepada masyarakat melalui berbagai macam kegiatan dakwah.

Kegiatan dakwah FDTI dilandasi keyakinan bahwa peningkatan iman dan taqwa tidak mungkin dapat terwujud kecuali dengan melakukan aktivitas nasyrul hidayah (penyebaran petunjuk agama), nasyrul fikrah (penyebaran pemahaman agama), dan amar ma’ruf nahi munkar (mengajak kepada kebaikan dan melarang kemungkaran).

Tag
Afghanistan Al-Aqsha Arab Saudi Arbain Nawawiyah covid-19 Erdogan Gaza hadits arbain Hamas hizbullah Ikhwanul Muslimin india Irak Iran Israel Kemenag Lebanon Ma'rifatul Islam materi khutbah jum'at materi tarbiyah Mesir Muhammadiyah MUI Nahdlatul Ulama Pakistan Palestina Penjajah Israel Persis pks Qatar qawaidud da'wah Ramadhan rasmul bayan Rusia Saudi Arabia sirah nabawiyah Sudan Suriah Taliban Tunisia Turki ushulud da'wah ushulul Islam Wasathiyah Yaman
Komentar Terbaru
  • Dedeh Kurniasih pada Al-Mukhtashar fi Tafsir Al-Qur’anul Karim: QS. Al-Baqarah ayat 21-27
  • Ta’wil Sifat Allah Menurut Salaf - Rosail Store pada Salaf dan Takwil Sifat-sifat Allah
  • Risalah pada Al-Mukhtashar fi Tafsir Al-Qur’anul Karim: QS. Al-Baqarah ayat 21-27
  • Cahyo three pada Al-Mukhtashar fi Tafsir Al-Qur’anul Karim: QS. Al-Baqarah ayat 21-27
  • SYAHBUDIN HASYIM pada Downlod Gratis: 30 Materi Ceramah Ramadhan!
  • Risalah pada Mukadimah Sirah Nabawiyah
Menebar Hidayah ISLAM
  • Kebijakan Privasi
  • Syarat Ketentuan
  • Sitemap

Input your search keywords and press Enter.