Seorang Mujaddid?
Dalam sebuah hadits yang shahih dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا
“Sesungguhnya Allâh akan mengutus (menghadirkan) bagi umat ini (umat Islam) orang yang akan memperbaharui (urusan) agama mereka pada setiap akhir seratus tahun.” (HR. Abu Dawud, al-Hakim, dan ath-Thabarani dalam “al-Mu’jamul ausath”. Dinyatakan shahih oleh Imam al-Hakim, al-‘Iraqi, Ibnu Hajar (dinukil dalam kitab “’Aunul Ma’buud” 11/267) dan syaikh al-Albani dalam “Silsilatul ahaaditsish shahihah” (no. 599).
Salah seorang tokoh sejarah yang disebut-sebut oleh para ulama sebagai ‘orang yang akan memperbaharui (urusan) agama’ pada seratus tahun pertama adalah Umar bin Abdul Aziz.
Nasab dan Kelahirannya
Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin Al-Hakam bin Abul Ash bin Umayyah. Ibunya adalah Ummu Ashim binti Ashim bin Umar bin Al-Khatab.
Umar bin Abdul Aziz lahir pada 26 Safar 63 H/2 November 682 M. Tumbuh besar di Madinah Al-Munawarah atas keinginan ayahnya, Abdul Aziz bin Marwan bin Al-Hakam (saat menjadi Gubernur Mesir), agar Umar tumbuh besar di tengah paman-paman dan saudara-saudaranya yang kebanyakan anak cucu Umar bin Khattab.
Periwayat Hadits
Ia meriwayatkan hadits dari Anas bin Malik, Abdullah bin Ja’far bin Abu Thalib, As-Sa’ib bin Yazid, Sahl bin Sa’ad, Yusuf bin Abdullah bin Salam, Sa’id bin Al-Musayyib, Urwah bin Az-Zubair, Abu Salamah bin Abdurrahman, Al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar, Salim bin Abdullah bin Umar bin Khatab, dan Abdullah bin Ubaidillah bin Utbah bin Mas’ud.
Faqih
Umar bin Abdul Aziz juga seorang ahli fikih yang mujtahid. Ia menjadi rujukan para ulama. Imam Ahmad berkata, “Aku tidak menemukan pendapat seorang tabi’in pun yang menjadi dalil, kecuali pendapat Umar bin Abdul Aziz.” (Al-Bidayah wan Nihayah, 9: 192)
Karena kefaqihan, ijtihad, dan kesalehannya, guru-guru Umar bin Abdul Aziz bahkan meriwayatkan hadits darinya, contoh: Abu Salamah bin Abdurrahman. Maka, Umar digelari mu’allimul ‘ulama (gurunya ulama). Maimun bin Mahran berkata, “Kami menemui Umar bin Abdul Aziz. Saat itu kami mengira ia membutuhkan kami. Ternyata kami bersamanya tidak lain sebagai murid-muridnya.” (Siyar A’lam Nubala, 5: 120)
Sekilas Perjalanan Hidupnya
Umar bin Abdul Aziz tinggal di Madinah hingga ayahnya wafat pada tahun 85 H (704 M), ia kemudian dibawa pamannya, Khalifah Abdul Malik bin Marwan, ke Damaskus untuk tinggal bersama putra-putrinya. Bahka ia dinikahkan oleh Abdul Malik dengan Fathimah putrinya.
Setelah itu ia diangkat menjadi kepala daerah Khanashirah di wilayah Allepo hingga Khalifah Abdul Malik wafat tahun 86 H (705 M).
Ketika Al-Walid bin Abdul Malik menjadi Khalifah, Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi Gubernur Madinah, tahun 87 H (706 M). Saat itu ia membentuk majelis syura yang beranggotakan para ulama:
- Al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar ash-Shiddiq
- Sulaiman bin Yasar
- ‘Urwah bin az-Zubair bin ‘Awwam
- Kharijah bin Zaid bin Tsabit
- ‘Ubaidallah bin ‘Abdullah bin ‘Utbah
- Abu Bakar bin ‘Abdur-Rahman al-Makhzumi
- Abu Bakar bin Sulaiman bin Abi Hatsmah
- Salim bin ‘Abdullah bin ‘Umar bin Khattab
- ‘Abdullah bin ‘Abdullah bin ‘Umar
- ‘Abdullah bin ‘Amin bin Rabiah.
Umar bin Abdul Aziz menjabat sebagai kepala daerah Madinah selama 6 tahun. Pada tahun 93 H (712 M), Al-Walid bin Abdul Malik mencopot Umar bin Abdul Aziz dari jabatannya atas permintaan Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi (Gubernur Irak) dengan alasan perlindungan Umar atas kaum pemberontak Irak.
Pada masa kekhalifahan Sulaiman bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi Penasihat. Setelah khalifah Sulaiman bin Abdul Malik wafat pada tahun 99 H/717 M, Umar bin Abdul Aziz dibaiat menjadi khalifah.
Umar bin Abdul Aziz dan Kekhalifahan
Jabatan khalifah begitu berdampak kepada kejiwaan Umar bin Abdul Aziz. Ia menjadi orang yang benar-benar Zahid dan jauh dari perhiasan dunia.
Pada masa sebelumnya, ia sudah terbiasa hidup mewah, berpakaian terbaik, mengkonsumsi makanan enak, dan berpenampilan menarik; karena uniknya munculah sebutan gaya al-umariyyah.
Umar kemudian cenderung bersikap keras terhadap dirinya karena merasa sebelumnya telah berlebih-lebihan dalam kemewahan: Ia menolak kendaraan dinas (berupa kuda-kuda berkualitas tinggi dan mahal) dan tidak mau tinggal di istana kekhalifahan. Kendaraan dinas dijualnya dan hasil penjualannya dimasukkan ke baitul mal.
Meskipun bukan sesuatu yang haram, namun Umar bin Abdul Aziz cenderung menentang gaya hidup semacam itu.
Politik Dalam Negeri
Umar bin Abdul Aziz melakukan reformasi dalam urusan kenegaraan, stabilitas keamanan, pemerataan kesejahteraan, dan penegakan keadilan di semua lapisan masyarakat.
Ia melakukan penjagaan harta umat Islam, kecepatan penanganan urusan, penyederhanaan birokrasi, penyeleksian pejabat (hakim, kepala daerah), dan dialog persuasif dengan kalangan oposisi.
Kebijakan Umar bin Abdul Aziz:
- Ia meminta Abu Bakar bin Hazm (Gubernur Madinah) untuk efisien dalam penggunaan kertas untuk kepentingan dinas.
- Ia sering bekerja lembur karena pekerjaannya, ia tidak mau menunda pekerjaan hari ini hingga hari esok.
- Ia menegur pejabat yang tidak cekatan.
- Melakukan pemecatan pejabat yang bergaya sewenang-wenang, termasuk memecat Yazid bin Al-Malhab yang diangkat oleh Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik.
- Ia meringankan pajak bagi mereka yang tidak mampu.
- Ia mengembalikan seluruh hadiah ke baitul mal, serta melakukan investigasi harta kepada kaum kerabatnya, apa-apa yang dianggapnya diperoleh secara tidak sah harus dikembalikan ke baitul mal.
- Ia menghapuskan kebiasaan buruk yang tidak sesuai syariat dalam pemerintahan sebelumnya, yaitu penarikan jizyah dari orang yang baru masuk Islam.
- Karena terwujud kesejahteraan, pada masanya tidak ada seorang pun dari masyarakat yang mau menerima sedekat/zakat.
- Ia menawarkan tunjangan kepada para guru dan mendorong pendidikan.
- Melalui teladan pribadinya, dia menanamkan kesalehan, ketabahan, etika bisnis, dan kejujuran di masyarakat.
- Memperketat larangan minum-minuman keras, melarang ketelanjangan di publik, menghapus pemandian umum campur laki-laki dan perempuan.
- Ia memerintahkan pembangunan infrastruktur di Persia, Khurasan, dan Afrika Utara, seperti pembangunan kanal, jalan, dan klinik kesehatan.
- Ia memerintahkan pengumpulan secara resmi hadits-hadits nabi untuk pertama kalinya lantaran adanya kekhawatiran akan hilangnya sebagian hadits. Mereka yang diperintahkan ‘Umar melaksanakannya antara lain Abu Bakar bin Muhammad bin Hazm dan Ibnu Syihab Az-Zuhri.
Kisah Yahya bin Said dan Hamid bin Abdurrahman
Kesejahteraan masyarakat muslim pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz tergambar dalam dua kisah berikut:
Umar bin Abdul Aziz mengutus seorang petugas pengumpul zakat, Yahya bin Said, untuk memungut zakat ke Afrika. ‘’Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikannya kepada orang-orang miskin. Namun, saya tidak menjumpai seorang pun, akhirnya, saya memutuskan untuk membeli budak lalu memerdekakannya,’’ kisah Yahya bin Said.
Baitul mal pada masa Umar bin Abdul Aziz begitu melimpah. Gubernur Irak, Hamid bin Abdurrahman, diperintahkan oleh Umar agar membayar semua gaji para pegawai di provinsi, namun harta baitul mal masih begitu banyak.
Lalu diperintahkanlah kepada Hamid agar dikeluarkan dari baitul mal itu dana untuk membantu orang yang terlilit hutang. Ternyata harta baitul mal masih banyak tersisa. Lalu diperintahkanlah kepada Hamid agar dikeluarkan dari baitul mal itu dana untuk tunjangan mahar bagi para pemuda yang ingin menikah. Harta baitul mal masih juga banyak tersisa. Lalu digunakanlah darinya dana untuk pinjaman modal bagi rakyat yang wajib membayar jizyah dan kharaj.
Politik Luar Negeri
Umar bin Abdul Aziz mengambil kebijakan untuk membatasi penaklukan-penaklukan wilayah. Ia fokus pada penyelesaian permasalahan daerah di wilayah kekuasaan, memperkenalkan Islam lebih rinci, serta memberikan keteladanan. Hal ini dianggapnya lebih efektif dan efesien.
Dengan kebijakannya itu terjadi gelombang masyarakat yang masuk Islam. Maka Umar bin Abdul Aziz mengirimkan para juru dakwah dan ulama guna mengajarkan Islam (lihat: Futuh Al-Buldan, Al-Baladzuri, hal. 540)
Umar bin Abdul Aziz berkorespondensi dengan para raja dan amir mengajak mereka masuk Islam. Diantaranya para amir di wilayah Asia Tengah dan para raja Sindh. Mereka dipersilahkan tetap berkuasa di negeri mereka dan memperoleh hak dan kewajiban yang sama dengan muslim lainnya. Bahkan Umar bin Abdul Aziz juga mengirimkan surat kepada kaisar Byzantium.
Surat dari Kerajaan Sriwijaya
Tercatat Raja Sriwijaya pernah dua kali mengirimkan surat kepada khalifah Bani Umayyah. Surat pertama dikirim kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan dan yang kedua kepada ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz. Surat kedua didokumentasikan oleh Abd Rabbih (860-940 M) dalam karyanya Al-Iqdul Farid.
Potongan surat tersebut berbunyi:
“Dari Rajadiraja…; yang adalah keturunan seribu raja … kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan yang lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekadar tanda persahabatan; dan saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya, dan menjelaskan kepada saya hukum-hukumnya.” (Azyumardi Azra, 2004, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (dalam bahasa Indonesia). Prenada Media. hlm. 27–28)
Kebijakan Militer
Umar bin Abdul Aziz memerintahkan agar pasukan muslim yang dikomando oleh Maslamah bin ‘Abdul-Malik segera ditarik dari pengepungan Konstantinopel dan mundur ke Malatya di kawasan Anatolia Timur/Armenia Barat. Penarikan ini karena kondisi pasukan kaum muslimin mengalami kelaparan akibat tipu daya Leo The Isaurian, Gubernur Anatolia, sesaat sebelum pengepungan Konstantinopel.
Pada suatu waktu pada tahun 717 M, ‘Umar pernah mengirim pasukan ke Azerbaijan selatan di bawah kepemimpinan Ibnu Hatim bin Nu’man al-Bahili untuk menumpas sekelompok bangsa Turki yang melakukan perusakan di kawasan tersebut.
Pada 718 M, dia mengerahkan berturut-turut pasukan Iraq dan Syria untuk menekan pemberontakan Khawarij di Iraq, meski sebagian sumber menyatakan bahwa gerakan perlawanan ini diredam dengan diplomasi.
Pada masa kekuasaannya, pasukan Muslim yang berpusat di Al-Andalus menaklukkan kota Narbonne (Barat Daya Perancis) di kawasan Franka selatan (cikal bakal Jerman dan Perancis)
Wafatnya Umar bin Abdul Aziz
Ia wafat sebelum melampaui usia 40 tahun. Ia nampaknya terlalu memorsir tenaganya dalam menangani urusan umat Islam. Sering begadang dan kurang memperhatikan makan dan minumnya.
Umar bin Abdul Aziz wafat pada 20 Rajab 101 H / 5 Februari 720 M, meninggalkan 14 orang anak. Ia digantikan oleh sepupunya Yazid bin Abdul Malik (Yazid II), sebagai Khalifah.