Karena persoalan politik, KH. Abdul Malik Karim Amrullah alias Buya Hamka pernah dipenjara selama dua tahun empat bulan lamanya (1964 – 1966). Penjeblosan beliau ke penjara adalah atas perintah Presiden Soekarno, dengan tuduhan melanggar undang-undang Anti Subversif Pempres No. 11, yaitu tuduhan merencanakan pembunuhan Presiden. Buya Hamka baru bebas dari penjara setelah rezim Soekarno jatuh, digantikan oleh Soeharto.
Tanggal 16 Juni 1970, tidak lama setelah wafatnya Soekarno, Buya dihubungi oleh Kafrawi, Sekjen Dep. Agama yang diminta oleh keluarga mantan Presiden Soekarno, untuk menyampaikan pesan terakhir beliau menjelang wafat, “Bila aku mati kelak. minta kesediaan Hamka untuk menjadi imam shalat jenazahku.”
Buya Hamka mengabulkan permintaan itu, beliau pun kemudian mengimami shalat jenazah Soekarno yang pernah menjebloskannya ke penjara. Sebagian teman-teman Buya Hamka menyesalkan tindakannya itu. Ada yang mengatakan bahwa Soekarno itu munafiq. Ada pula yang bertanya: “Apa Buya tidak dendam kepada orang yang telah membenamkan Buya dalam penjara?”
Dengan lemah lembut Buya Hamka menjawab semua kritik itu, “Hanya Allah yang lebih tahu orang-orang yang munafiq, dan saya harus berterima kasih, karena dalam penjara saya dapat kesempatan menulis tafsir Al-Quran 30 juz.”
“Satu hal lagi jangan dilupakan, bahwa almarhum memprakarsai pembangunan 2 buah masjid yang monumental, satu masjid Baiturrahim di Istana Merdeka. Satu lagi masjid terbesar di Asia Tenggara, Masjid Istiqlal. Semoga ini menjadi amal yang tak terhingga untuk Soekarno…”.
(Dikutip dan diringkas dari Buku “Kisah-kisah Abadiku Bersama Ayahku.”, KH Irfan Hamka).