Menaklukkan Benteng Khaibar
Jarak Madinah dan Khaibar sekitar 80 mil atau 120 km. Saat menempuh perjalanan itu, ada kisah menarik yang terjadi. Menarik untuk kita telaah sebelum menguraikan kisah perang Khaibar yang sebenarnya.
Kisah ini dituturkan oleh Salamah bin al-Akwa. Sosok inilah yang digelari dengan Pahlawan Pasukan Pejalan Kaki lantaran berhasil menghalau musuh pada peristiwa Perang Dzi Qarad. Salamah menuturkan, “Kami berangkat ke Khaibar bersama Nabi Muhammad saw. Kami melakukan perjalanan di malam hari. Ada seseorang berkata kepada Amir bin al-Akwa (saudaranya), seorang penyair, “Maukah engkau memperdengarkan suaramu?”
Amir pun turun dan menggiring unta-unta yang dikendarai kaum Muslimin sambil melantunkan syair:
Kalau bukan karena engkau, ya Allah
Kami tidak akan medapatkan petunjuk
Tidak pula bershadaqah dan shalat.
Ampunilah kesalahan-kesalahan kami
Dan teguhkanlah pendirian kami
Jika berhadapan dengan musuh
Serta berikanlah kepada kami ketentraman jiwa
Apabila kami diseru untuk berperang
Kami segera menyambutnya
Rasullullah saw kemudian bertanya, “Siapakah yang melantunkan syair-syair itu?”
Orang-orang menjawab Amir bin al-Akwa.
“Semoga Allah merahmatinya,” kata beliau.
Salah seorang dari kaum Muslimin—ada yang mengatakannya Umar bin Khaththab—berkata, “Wahai Nabi Allah, Anda telah memastikannya (akan mati syahid). Mengapa tidak membiarkannya tetap bersama kami?”[1]
Orang-orang mengetahui apabila Rasullullah saw memintakan ampunan bagi seseorang secara khusus, pasti orang itu akan mati syahid.[2] Hal ini pun terjadi. Amir bin al-Akwa syahid.[3]
Pasukan Islam Menuju Perbatasan Khaibar
Pada malam terakhir sebelum dimulainya peperangan, kaum Muslimin bermalam dekat Khaibar. Orang-orang Yahudi tak mengetahui kedatangan mereka. Seperti biasanya, apabila Nabi saw hendak menyerbu suatu kaum dan tiba di tempat mereka pada malam hari, beliau menunggu sampai pagi.
Ketika Shubuh tiba, beliau mendirikan shalat, lalu kaum Muslimin menaiki kendaraan. Sementara itu penduduk Khaibar keluar dari rumah sambil membawa sekop dan keranjang menuju kebun-kebun mereka.
Ketika melihat pasukan Islam, mereka berteriak, “Itu Muhammad, Demi Allah, itu Muhammad dan pasukannya.” Kemudian mereka kembali lagi ke perkampungan dengan berlarian.
Nabi saw kemudian berkata, “Allahu Akbar, runtuhlah Khaibar! Allahu Akbar runtuhlah Khaibar. Sesungguhnya apabila kita tiba di halaman suatu kaum maka amat buruklah saat yang dialami oleh orang-orang yang mendapatkan peringatan.”[4]
Nabi saw memilih suatu tempat untuk markas pasukannya. Beliau didatangi Khabbab bin Mundzir dan berkata, “Wahai Rasullulah, apakah tempat ini ditetapkan Allah, ataukah sekadar pendapat dalam strategi peperangan?”
Beliau menjawab, “Ini sekadar pendapat.”
Khabab kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, tempat ini sangat dekat dengan benteng Nathan. Seluruh prajurit Khaibar berada dalam benteng itu. Mereka mengetahui keadaan kita, sementara kita tidak mengetahui keadaan mereka. Anak panah mereka juga sampai kepada kita, sementara anak panah kita tidak sampai kepada mereka. Kita tidak aman dari serangan mereka. Di samping itu, tempat ini diliputi oleh pepohonan kurma, tempatnya rendah dan kurang sehat. Alangkah baiknya jika Anda perintahkan untuk pindah ke tempat lain yang tidak seperti ini untuk kita jadikan markas.”
Nabi saw berkata, “Pendapat kamu sungguh tepat.” Kemudian beliau memerintahkan untuk berpindah ke tempat lain.
Setelah tiba dekat Khaibar, beliau memerintahkan kepada pasukannya untuk berhenti kemudian beliau berdoa, “Ya Allah, Rabb langit yang tujuh dan segala yang dianunginya, Rabb bumi yang tujuh dan segala yang dikandungnya, Rabb syaithan-syaithan dan semua yang disesatkannya, sesungguhnya kami mohon kepada-Mu kebaikan kampung ini, kebaikan penduduknya dan kebaikan apa pun yang ada di dalamnya. Kami berlindung kepada-Mu dan keburukan kampung ini, keburukan penduduknya dan keburukan apa pun yang ada di dalamnya.”
Setelah berdoa beliau berkata, “Majulah dengan nama Allah!”[5]
Pasukan Islam Siap Bertempur
Malam hari menjelang pertempuran. Rasulullah saw berkata, “Besok aku akan menyerahkan bendera kepada orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, juga dicintai Allah dan Rasul-Nya.”
Semua berharap mendapatkan amanah untuk memegang bendera perang itu. Usai melaksanakan shalat Subuh, kaum Muslimin beramai-ramai mendatangi Rasulullah saw. Semuanya berharap diserahi bendera.
Beliau bertanya, “Di mana Ali bin Abu Thalib?”
Mereka menjawab, “Kedua matanya sakit.”
“Suruh dia kemari,” pinta beliau.
Ali bin Abu Thalib kemudian dibawa menghadap beliau. Rasulullah saw kemudian meludahi kedua matanya dan berdoa mohon kesembuhan. Saat itu juga, mata Ali langsung sembuh, bahkan seperti tidak sakit sebelumnya.
Setelah itu beliau menyerahkan bendera kepadanya. Ali berkata, “Wahai Rasulullah, aku akan memerangi mereka sampai mereka sama seperti kita.”
Beliau berkata, “Jangan terburu-buru. Tunggulah sampai kamu tiba di tempat mereka, kemudian serulah mereka kepada Islam dan beritahukan kepada mereka apa yang menjadi kewajibannya. Demi Allah, seseorang yang mendapatkan petunjuk karena dirimu, itu lebih baik bagimu daripada kamu memiliki unta merah.”[6]
Menaklukkan Benteng Khaibar
Khaibar adalah wilayah yang memiliki banyak benteng. Di sinilah orang-orang Yahudi bersembunyi. Mereka menjadikan benteng sebagai tempat tinggal. Secara umum, penaklukkan wilayah Khaibar bisa dirinci sebagai berikut:
Benteng Naim Takluk
Di antara delapan benteng yang pertama kali diserang oleh kaum Muslimin adalah Benteng Naim. Benteng ini adalah pertahanan pertama bagi kaum Yahudi karena letaknya yang strategis. Benteng ini milik Marhab, seorang Yahudi yang tangguh.
Ali bin Abu Thalib berangkat bersama kaum Muslimin menuju benteng Naim. Sesuai dengan perintah Nabi saw, ia mengajak orang-orang Yahudi memeluk Islam, namun mereka menolak. Bersama sang pemimpin Marhab, mereka mendatangi kaum Muslimin dan mengajak perang tanding.
Mengenai peristiwa ini, Salamah bin al-Akwa menuturkan, “Setelah kami tiba di Khaibar, pemimpin mereka, Marhab muncul sambil mengayun-ayunkan pedangnya dan berkata:
Khaibar telah mengetahui bahwa aku adalah Marhab
Pengadu pedang dan pahlawan ulung
Apabila peperangan telah meletus
Amir bin al-Akwa (saudara Salamah) tampil menghadapi Marhab, seraya berkata:
Khaibar telah mengetahui bahwa aku adalah Amir
Pengadu pedang dan pahlawan pemberani
Keduanya kemudian bertanding. Pedang Marhab mengenai perisai Amir. Amir memukul Marhab dari arah bawah, karena pedangnya pendek. Amir memukul betis si Yahudi itu, namun mata pedangnya berbalik dan mengenai sisi lututnya bagian atas, sehingga ia meninggal.
Tentang dirinya, Nabi saw berkata, “Sesungguhnya dia memperoleh dua pahala—beliau menyatukan dua jari-jarinya, “Sesungguhnya dia seorang mujahid yang sedikit sekali orang Arab berjihad seperti dia.”[7]
Setelah itu Marhab mengajak perang tanding lagi seraya berkata, “Khaibar telah mengetahui bahwa aku adalah Marhab.” Kemudian ia dihadapi oleh Ali bin Abu Thalib.
Salamah bin al-Akwa menuturkan, sebelum melawan musuhnya, Ali bin Abu Thalib berkata:
Akulah orang yang dinamakan Haidar oleh ibuku
Seperti singa yang seram
Aku akan memangsamu dengan leluasa
Ali memukul kepala Marhab dan membunuhnya. Ia pun menorehkan kemenangan.[8]
Ketika Ali berada dekat dengan benteng, salah seorang Yahudi muncul dari atas benteng seraya bertanya, “Siapa kamu?”
“Aku Ali bin Abu Thalib,” jawab Ali.
Orang Yahudi itu berkata, “Demi apa yang diturunkan kepada Musa kamu lebih unggul.”
Kemudian muncul Yasir saudara Marhab seraya berkata, “Siapakah yang berani tanding denganku?”
Zubair bin Awwam kemudian tampil menghadapinya. Shafiyyah, ibu Zubair berkata, “Wahai Rasulullah, apakah dia akan membunuh anakku?”
“Tidak, bahkan anakmu akan membunuhnya,” jawab beliau
Ternyata memang demikian. Zubair berhasil membunuh Yahudi itu.
Pertempuran seru terjadi di sekitar benteng Naim. Dalam pertempuran tersebut, beberapa orang Yahudi terbunuh, sehingga perlawanan Yahudi mengendor, serta tidak mampu menghadapi serangan kaum Muslimin.
Dari beberapa sumber dapat disimpulkan bahwa peperangan ini terjadi selama beberapa hari dan kaum Muslimin menghadapi perlawanan yang kuat. Namun orang-orang Yahudi akhirnya putus asa menghadapi perlawanan kaum Muslimin, lalu mereka menyelinap ke benteng lain yaitu benteng ash-Sha’b. Kaum Muslimin akhirnya mendobrak benteng Naim dan menaklukkannya.
Benteng Sha’b Tunduk
Benteng Sha’b adalah benteng kedua yang terkokoh setelah benteng Naim. Di benteng ini terdapat 500 pasukan Yahudi dan berbagai jenis makanan. Kaum Muslimin melancarkan serangan terhadap benteng ini di bawah komando Khabbab bin Mundzir al-Anshari. Mereka melakukan pengepungan selama tiga hari. Pada hari ketiga, Rasulullah saw berdoa secara khusus untuk dapat menaklukan benteng ini.
Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Bani Sahm dari Aslam datang kepada Rasulullah saw dan berkata, “Sungguh, kita telah berjihad dan sekarang tidak ada sesuatu pun yang tersisa di tangan kita.”
Beliau kemudian berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya Engkau telah mengetahui keadaan mereka. Mereka sudah tak memiliki kekuatan dan di tanganku tak ada sesuatu pun yang dapat kuberikan kepada mereka. Maka, berikanlah kemenangan kepada mereka dengan menaklukan benteng yang paling mereka perlukan, paling banyak makanannya, dan paling gemuk ternak-ternaknya.”[9]
Setelah itu, kaum Muslimin berangkat untuk melakukan penyerbuan, dan Allah menaklukan benteng Sha’b bin Mu’adz.
Di Khaibar, tak ada benteng yang lebih banyak makanannya dan lebih gemuk ternak-ternaknya daripada benteng tersebut.
Dalam melakukan penyerbuan benteng itu, setelah Nabi saw membangkitkan motivasi kaum Muslimin, Bani Aslam berada di barisan depan. Pertempuran terjadi di depan benteng. Sebelum matahari terbenam, kaum Muslimin dapat merebut benteng tersebut. Di dalam benteng, kaum Muslimin mendapat beberapa manjaniq dan dabbabah (sejenis senjata untuk melempar batu).
Karena kaum Muslimin mengalami kelaparan berat, seperti yang disebutkan dalam riwayat Ibnu Ishaq, prajurit-prajurit Islam menyembelih keledai dan memasak periuk di atas api. Setelah hal itu diketahui oleh Rasullulah saw, beliau melarang memakan daging keledai jinak.
Benteng az-Zubair Bertekuk Lutut
Setelah benteng Naim dan ash-Sha’b ditaklukkan, orang-orang Yahudi berpindah dari seluruh benteng yang ada di wilayah Nathah ke benteng az-Zubair. Benteng kokoh ini terletak di puncak sebuah bukit, tidak dapat dicapai oleh kuda atau pejalan kaki. Rasulullah saw memerintahkan untuk mengepung benteng tersebut yang berlangsung selama tiga hari.
Selama pengepungan, beliau didatangi seorang Yahudi seraya berkata, “Wahai Abul Qasim, seandainya engkau tinggal di sini sebulan, mereka tetap tidak peduli. Mereka memiliki persediaan air dan mata air di bawah tanah. Mereka keluar pada malam hari untuk mengambil air, lalu kembali ke benteng, sehingga mereka dapat bertahan dari pengepunganmu. Jika engkau dapat merebut mata air, tentu mereka akan keluar untuk menghadapimu.”
Beliau kemudian memutuskan untuk merebut mata air tersebut. Benar, mereka pun keluar dan bertempur hebat untuk merebut kembali mata air itu. Dalam pertempuran tersebut, beberapa orang dari kaum Muslimin gugur, sedangkan dari pihak Yahudi ada sepuluh orang yang menjadi korban. Rasulullah saw akhirnya dapat menaklukkan benteng tersebut.
Penaklukkan Benteng Ubay
Setelah benteng az-Zubair dapat ditaklukkan, orang-orang Yahudi berpindah ke benteng Ubay. Kaum Muslimin pun mengepung mereka. Satu persatu orang-orang Yahudi mengajak perang tanding, dan semuanya dapat dibunuh oleh para pahlawan kaum Muslimin.
Yang membunuh penantang kedua adalah pahlawan terkenal, Abu Dujanah, Simak bin Karsyah al-Anhari Pemilik Ikat Kepala Merah, pada Perang Uhud. Setelah berhasil membunuh lawannya, Abu Dujanah segera menyerbu ke dalam benteng bersama pasukan Islam. Pertempuran seru pun terjadi dalam benteng untuk beberapa saat. Kemudian orang-orang Yahudi menyelinap dari benteng dan berpindah ke benteng an-Nizar, benteng terakhir di wilayah pertama.
Penaklukkan Benteng an-Nizar
Benteng an-Nizar adalah benteng terkokoh di wilayah pertama. Orang-orang Yahudi merasa kaum Muslimin tak akan mampu menyerbu benteng ini meskipun telah mengerahkan seluruh kemampuan. Karena itu, mereka tinggal di benteng ini bersama anak-anak dan istri-istri. Hal ini tidak mereka lakukan pada empat benteng sebelumnya. Keempat benteng itu mereka kosongkan dari anak-anak dan istri-istri.
Kaum Muslimin mengepung secara ketat benteng ini dan melakukan tekanan secara keras terhadap mereka. Namun demikian, kaum Muslimin tidak mendapatkan jalan untuk menyerbu benteng ini, karena terletak di atas bukit yang tinggi. Sementara itu, orang-orang Yahudi tidak berani keluar untuk berhadapan langsung dengan kekuatan kaum Muslimin. Namun mereka tetap melancarkan serangan terhadap kaum Muslimin dengan melepaskan anak panah dan melontarkan peluru-peluru batu.
Benteng an-Nizar terasa sulit untuk ditembus oleh kekuatan kaum Muslimin. Karenanya, Rasulullah saw memerintahkan untuk memasang manjaniq (sejenis alat untuk melemparkan batu). Dengan alat tersebut, kaum Muslimin berhasil merusak dinding-dinding benteng, lalu menyerbunya.
Peperangan seru pun terjadi dalam benteng. Orang-orang Yahudi kalah telak karena tak dapat menyelinap ke dalam benteng seperti yang mereka lakukan di dalam benteng-benteng lain. Bahkan, di antara mereka ada yang melarikan diri dari benteng, meninggalkan istri-istri dan anak-anak mereka.
Dengan ditaklukkannya benteng kokoh ini, maka selesailah penaklukkan wilayah pertama di Khaibar, yaitu wilayah Nathah dan asy-Syiq. Sebenarnya di wilayah ini masih terdapat benteng-benteng kecil yang lain. Namun dengan ditaklukkannya benteng-benteng yang kokoh ini, orang-orang Yahudi meninggalkan benteng-benteng kecil itu dan melarikan diri menuju wilayah kedua dari Khaibar.
(Bersambung)
Catatan Kaki:
[1] Shahih Bukhari, bab Perang Khaibar II/603
[2] Shahih Muslim II/115
[3] Rijalun Haular Rasul halaman 617 (Terjemah Bahasa Indonesia CV Diponegoro Bandung).
[4] Shahih Bukhari II/603
[5] Ibnu Hisyam II/329
[6] Shahihul Bukhari II/505-506. Ada riwayat mengatakan, sebelum dipegang Ali bin Abi Thalib, bendera umat Islam dipegang bergantian oleh beberapa sahabat Nabi saw. Namun mereka kalah terus, akhirnya Nabi saw menyerahkannya kepada Al bin Abi Thalib.
[7] Shahih Bukhari II/603, Shahih Muslim II/122
[8] Terdapat perbedaan tentang siapa yang membunuh Marhab. Juga tentang berapa lama benteng ini ditaklukan. Shafiyurahman al-Mubarakfuri dalam ar-Rahiqul Makhtum tidak menjelaskan lamanya penaklukan. Menurut al-Waqidi, penaklukan benteng Naim memakan waktu 10 hari. (Al-Maghazi !!/657)
[9] Ibnu Hisyam II/332